Sejarah Panjang Perebutan Pelabuhan Sunda Kalapa

 Sejarah Panjang Perebutan Pelabuhan Sunda Kalapa

Polemik fikih dan tasawuf di kerajaan Aceh (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pelabuhan Sunda Kalapa merupakan pelabuhan kerajaan Sunda atau kerajaan Pajajaran. Menurut berita Tome Pires Pelabuhan Sunda Kalapa adalah pelabuhan yang sangat penting di Jawa Barat.

“Karena merupakan tempat berlabuh dan singgang pedagang-pedagang dari Palembang, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, dan lain-lainya,” ungkap Rani Noviyanti dalam artikelnya berjudul Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen dan Pembangunan Kota Batavia (1619-1629) dilansir Jumat (17/9/2021).

Pada tanggal 21 Agustus 1522 diadakanlah perjanjian persahabatan antara Kerajaan Pajajaran dan orang-orang Portugis. Isinya perjanjian adalah orang-orang Portugis boleh mendirikan benteng di pelabuhan Sunda Kalapa dan Kerajaan Pajajaran akan menerima barang-barang atau bahan-bahan yang dibutuhkannya.

“Persahabatan antara Portugis dan Kerajaan Pajajaran merupakan ancaman bagi Kesultanan Demak. Seperti yang diketahui Kerajaan Pajajaran adalah Kerajaan Hindu. Dan Portugis adalah Khatolik sedangkan dalam pelayaran dunia, Portugis membawa misi Gold, Glory, Gospel,” jelasnya.

Rani menjelaskan Gospel adalah penyebaran agama Khatolik. Ini adalah ancaman bagi Kesultanan Demak karena Kerajaan Demak juga memiliki misi menyebarkan Islam di Banten dan Cirebon.

“Pada masa Kesultanan Demak Sultan Trenggono, beliau mengutus Fatahilah atau nama lainnya adalah Falatehan untuk merebut pelabuhan Sunda Kalapa,” ujarnya.

Perebutan Sunda Kalapa

Sebelum benteng Portugis didirikan, Fatahillah dan kaum muslimin sudah dapat merebut pelabuhan Sunda Kalapa. Sunda Kalapa berganti nama menjadi Jayakarta atau kota kemenangan.

“Menurut Prof. Dr. Soekanto peristiwa itu terjadi pada tanggal 22 Juni 1527. Sehingga hingga sekarang peringatan lahirnya kota Jakarta tetap diperingati pada tanggal 22 Juni 1527,” jelasnya.

Fatahillah sendiri tidak memimpin Jayakarta secara langsung tetapi diserahkan ke Tubagus Angke. Kemudian dari Tubagus Angke pemerintahan atas kabupatian Jayakarta atau
Jakrata diserakan kepada puteranya bernama Pangeran Jayakarta Wijayakrama.

Pada waktu orang-orang Belanda datang, Jayakarta atau Jakarta masuk dalam wilayah Karajaan Banten. Hal ini diperkuat oleh berita bahwa Pangeran Jayakarta membawa persembahan upeti ketika berkunjung ke Banten.

Jakarta sudah sejak lama diincar oleh VOC karena letaknya yang strategis di Selat Sunda dan tidak begitu jauh dari Selat Malaka.

VOC memang sudah memiliki kantor dagang di Banten, tetapi kedudukan Kesulatanan Banten pada saat itu masih saat kuat. Makanya VOC menjatuhkan pilihan di Jayakarta atau Jakarta karena letaknya yang dekat dengan muara Sungai Ciliwung.

“VOC berkeinginan untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta atau Jakarta, tetapi izin ini ditolak. Akan tetapi diam-diam VOC dengan cara licik membuat gudang yang kokoh dan kuat yang dapat dijadikan loji atau benteng. Kedua loji tersebut dinamakan Nassau dan Mauritius,” jelasnya.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *