Sejarah dan Kiprah Ponpes Darul Ulum Jombang
HIDAYATUNA.COM – Pondok Pesantren, Ponpes Darul Ulum Jombang, atau Pesantren Rejoso ini pertama kali didirikan oleh KH Tamim Irsyad pada tahun 1885, yang berpindah dari Madura ke Peterongan di Jombang. Dalam mendirikan pesantren ini, KH Tamim Irsyad dibantu oleh KH Cholil sebagai mitra kerja yang sekaligus menantunya.
Kedatangan KH Tamim Irsyad merupakan amanah dari gurunya, KH Cholil Bangkalan untuk mengamalkan ilmunya di masyarakat. Saat ia pergi ke peterongan, tempat itu masih berupa hutan angker yang belum terjamah banyak manusia, para penduduk disekitar tempat itu pun banyak yang melakukan perbuatan buruk dan jahiliyah.
Perjuangan KH Tamim Irsyad dalam membangun pesantren di lokasi ini tidaklah mudah, ia harus menggunakan berbagai ilmu syariat, kanuragaan dan thariqah agar dapat diterima dengan baik oleh masyakarat. Pada awalnya ia berada di desa Pajaran, namun secara ilmiah keagamaan ia kemudian menemukan Desa Rejoso sebagai lahan perjuangan yang saat ini menjadi lokasi Ponpes Darul Ulum.
Bersama KH Djuraimi yang kemudian berubah nama menjadi KH Cholil, mereka berdua mulai mengajarkan ilmu-ilmu Islam. KH Tamim mengajarkan Al-Qur’an dan Fiqih, sedangkan KH Cholil mengajarkan ilmu Tauhid dan Tasawuf. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak santri yang datang untuk belajar, diantaranya ada yang datang dari Surabaya, Madura, Semarang, dan beberapa dari daerah Jawa Tengah lainnya.
Sepeninggal KH Tamim Idris, KH Cholil mengirim tiga muridnya untuk belajar ke Mekkah yang mana merekalah yang dikemudian hari menggantikan KH Cholil dalam membesarkan Ponpes Darul Ulum. Mereka adalah KH Romly Tamim, KH. Dahlan Cholil dan KH. Ma’sum Cholil.
Sistem Pendidikan
Ponpes Darul Ulum adalah lembaga pendidikan yang memiliki unit pendidikan terlengkap di Indonesia. Dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar, hingga jenjang Universitas atau Perguruan Tinggi.
Sistem pendidikan dan kebijakan pesantren ini banyak mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Pada awal berdirinya, pesantren ini menggunakan metode sorogan, weton, badongan, atau halaqoh. Namun sistem pendidikan pun telah berubah sejak tahun 1958. Pada tahun 1958, pesantren ini mulai membentuk badan organisasi milik pesantren.
Adapun unit pendidikan yang dimiliki Pesantren ini adalah :
- MIN 4 Jombang
- MTs Plus Darul Ulum
- MTsN Rejoso di Darul Ulum
- SMP Darul Ulum Unggulan 1
- SMP Negeri 3 Peterongan di PP Darul Ulum
- MAN Darul Ulum
- MA Unggulan Darul Ulum
- SMA 1 Unggulan Darul Ulum BPPT
- SMA 2 Unggulan Darul Ulum BPPT
- SMA 3 Darul Ulum Bilingual
- SMK 1 Darul Ulum
- SMK Telkom Darul Ulum
- UNIPDU (Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum)
- UNDAR (Universitas Darul Ulum)
Kampus Terpadu Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang
Habibie dan SMA Unggulan Darul Ulum
Keberadaan SMA Unggulan Darul Ulum BPPT tak lepas dari sosok Presiden ketiga Indonesia, BJ Habibie. Saat itu, KH As’ad Umar selaku pimpinan Pesantren Darul Ulum menangkan kesamaan visioner yang ia tangkap dari sosok BJ Habibie. Kemudian dari pertemuan ICMI atau Insan Cendekia Muslim, lahirlah SMA Unggulan Darul Ulum yang saat itu berperan sebagai pemacu penegakan kedisiplinan santri dalam mengikuti berbagai aktifitas yang ada di pesantren.
Sebelum SMA DU ditetapkan sebagai sekolah Unggulan, semangat para santri dalam mengikuti pendidikan formal sangatlah longgar, mereka tidak pernah diberikan sanksi meski datang ke kelas terlambat, atau kembali dari liburan tidak tepat waktu, semua itu adalah hal biasa. Hal inilah yang kemudian menjadi perhatia KH As’ad untuk melalukan revolusi pada kebijakan dan sistem pendidikan di Darul Ulum.
Pada tahun 1993, ketika Wadjiman Djojonegoro menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia mendorong berdirinya sekolah-sekolah unggulan untuk anak-anak berprestasi dengan bantuan Guru Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi dari Menristek BJ Habibie, lewat badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT.
Dari situ, KH As’ad kemudian langsung merespon dorongan tersebut, dan memindahkan SMA DU 2 yang awalnya berada di Kota Jombang, untuk pindah ke komplek Pesantren Darul Ulum di Peterongan. Keputusan tersebut banyak mendapat cemooh dan menuai beragam tanggapan. Namuna KH As’ad menghiraukannya dan justru mengajak rombongannya untuk mengunjungi SMA Taruna di Magelang.
Dari kunjungan tersebut, beliau kemudian memutuskan untuk menerapkan semua proses kedisiplinan yang ada di SMA Taruna di SMA DU. Tahun 1994, impian itu pun terwujud, seluruh calon pelajar di SMA DU 2 harus melewati seleksi yang dilakukan oleh staf BJ Habibie.