Sejarah Awal Mula Haji

 Sejarah Awal Mula Haji

Haji merupakan ibadah pamungkas, perlambang kesempurnaan rukun Islam. Sejarah mencatat jika pelaksaaan ibadah haji sudah ada sebelum Islam, bahkan telah menjadi ritus keagamaan bagi pemilik agama-agama samawi. Haji pertamakali dikerjakan oleh Nabi Adam. Pelaksanaan haji pada masa Nabi Adam sangatlah sederhana. Dikatakan ketika itu Nabi Adam dibimbing oleh malaikat, baik tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji maupun ucapan doanya.

M Shaleh Putuhena dalam bukunya Histiografi Haji Indonesia menyebutkan bahwa Nabi Adam melaksanakan ibadah haji dengan cara thawaf sebanyak tujuh putaran, kemudian dilanjutkan dengan sholat dua rakaat di depan pintu kabah dan diakhiri dengan berdoaa di pintu multazam. Beberapa nabi lainnya seperti Nuh, Hud, Shaleh, dan Syu’aib dikabarkan juga pernah melaksanakan haji ke Baitullah.

Allah memerintahkan kepada malaikat yang ada di bumi dan makhluk lainnya untuk tawaf di rumah tersebut sebagaimana penghuni langit yang tawaf di Baitul Makmur. Demikianlan Allah menciptakan Baitul Makmur sebagai tempat beribadah para penghuni langit, dan Ka’bah di bumi sebagai tempat bertobat dan beribadah para penghuni bumi.

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat ibadah manusia ialah Baitullah di Bakkah (Mekkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi manusia” (QS Ali Imran: 96).

Pelaksanaan haji selanjutnya masyhur dan dikenal kembali dalam rentetan sejarah pada zaman Nabi Ibrahim. Ibadah haji yang dilaksanakan oleh nabi Ibrahim dimulai dengan thawaf, pada setiap putaran mereka mengusap rukn (sudut ka’bah). Setelah itu mereka melaksanakan shalat dibalik maqam Ibrahim dan kemudian melakukan sai antara bukit Shafa dan Marwah. Disusul petunjuk dari malaikat Jibril, mereka berangkat ke Mina untuk melempar jumrah dan dilanjutkan dengan kunjungan ke Arafah.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Artinya: “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai onta yang kurus. Mereka akan datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. al-Hajj: 27).

Quraish Shihab menjelaskan bahwa di tempat itulah Allah memerintahkan kepada Ibrahim untuk menyeru manusia melaksanakan ibadah haji. Setelah dari Arafah, berlanjut pada penyembelihan hewan kurban dan bercukur. Hal ini tentu saja mamperlihatkan perkembangan yang signifikan bila dibanding dengan pelaksanaan haji pada masa Nabi Adam. Akan tetapi, tidak ada informasi yang jelas mengenai waktu pelaksanaan haji, baik pada masa Nabi Adam maupun masa nabi Ibrahim.

Setelah melaksanakan ibadah haji, nabi Ibrahim kembali ke Syam dan meninggalkan nabi Ismail di Makkah. Saat itu nabi Ismail sudah dewasa sehingga telah mampu menggantikan tugas ayahnya untuk mengemban amanah dan dakwah pada agama yang lurus. Setelah nabi Ismail wafat, yang bertanggungjawab mengemban Ka’bah adalah putranya yang bernama Nabit.

Setelah itu Makkah dan Ka’bah diambil alih oleh kabilah Jurhum yang justru melakukan kekejian dan berbuat jahat pada jamaah haji serta sering mengambil harta milik Ka’bah. Tidak terima dengan perlakuan tersebut perebutan kekuasaan terhadap Ka’bah terjadi yang akhirnya jatuh ke tangan kabilah Khuza’ah. Mereka berkuasa atas kabah kurang lebih lima abad, dan selama itu mereka pun membuat banyak kesesatan diantaranya adalah memunculkan tradisi menyembah berhala di sekitar Ka’bah. Setelah kekuasaan kabilah Khuza’ah berakhir, kemudian kabilah Quraisy muncul dan berhasil menghimpun kekuatan, mereka mengambil alih kekuasaan atas Makkah dan ka’bah.

Selama periode pra-Islam, haji menjadi acara beberapa festival dan kegiatan seperti kompetisi puisi. Puisi-puisi yang paling terkenal yang digunakan dipajang di dinding Ka’bah. Kegiatan dan pertunjukan yang tidak dapat diterima lainnya juga berlangsung selama masa haji.

Pada saat itu, Ka’bah dikelilingi oleh berbagai berhala yang dipasang oleh orang-orang Makkah maupun pendatang yang berasal dari luar yang terbiasa mengunjungi Ka’bah selama musim ziarah tahunan ini.

Shibli Nomani menyebutkan bahwa orang-orang Arab saat itu tidak berjalan di antara perbukitan Al-Safa dan Al-Marwah atau berkumpul di Arafah. Tapi mereka biasa menghabiskan satu hari di daerah terpencil di luar Makkah dan kembali ke Makkah yang mengelilingi Ka’bah.

Keadaan menyedihkan ini berlanjut selama hampir dua setengah ribu tahun dan baru berubah setelah periode  Rasulullah. Pada 630 M, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan orang-orang Muslim kembali dari Madinah ke Makkah serta membebaskan Ka’bah dari ritual kaum pagan dan penyembah berhala dan menghancurkan semua berhala yang ada di dalamnya.

Haji Masa Rasulullah

Ibadah Haji diwajibkan kembali kepada umat Nabi Muhammad pada tahun ke-6 hijriah (ada juga yang menyebutkan pada tahun ke-3 atau 5 hijriah) melalui firman Allah SWT:

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya:“ Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji menuju baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam” (QS. Ali Imran: 97).

Kendati sudah diwajibkan, namun pada tahun tersebut Nabi dan para sahabat belum dapat menjalankan ibadah haji karena Mekkah ketika itu masih dikuasai oleh kaum musyrik. Baru setelah Rasulullah Saw. menguasai kota Mekkah pada tanggal 12  Ramadhan tahun ke-8  hijriah beliau berkesempatan untuk menunaikannya.

Namun lagi-lagi karena ada prioritas lain yang harus beliau utamakan, pada tahun ini beliau terpaksa menundanya. Baru pada tahun ke-10 hijriah atau kurang lebih tiga bulan sebelum meninggal dunia, Rasulullah Saw berkesempatan untuk menunaikannya. Oleh karena itu, haji yang beliau lakukan disebut juga dengan haji wada’ (haji perpisahan), karena haji tersebut merupakan haji yang pertama dan sekaligus yang terakhir bagi beliau.

Demikian perjalanan sejarah haji dari masa ke masa sampai yang dikenal dan dikerjakan sekarang. Semoga uraian di atas sedikit meberi gambaran runut mengenai haji tanpa meninggalkan esensinya. Wallahu a’lam.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *