Sebuah Renungan untuk Para Guru: Pahami Dahulu Sebelum Menilai

 Sebuah Renungan untuk Para Guru: Pahami Dahulu Sebelum Menilai

Sebuah Renungan untuk Para Guru: Pahami Dahulu Sebelum Menilai (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Suatu hari, Bu Thompson, seorang guru kelas V SD, masuk kelas seperti biasa.

Sebelum memulai pelajaran, ia berkata pada murid-muridnya,

“Anak-anak, Ibu Guru sangat menyayangi kalian semua…”

Tapi dalam hatinya ia berkata, “Kecuali Teddy…”. Ia sangat tidak suka pada murid yang satu ini.

Teddy anak yang tertutup, pemalas, tidak mengerjakan PR, badan dan bajunya selalu kotor, rambut tak pernah disisir dan ia sering tidak merespon apa yang disampaikan oleh para guru.

Saking bencinya Bu Thompson pada Teddy, sampai-sampai ia merasa sangat puas ketika mencantumkan nilai 5 di rapornya.

Suatu ketika, pihak sekolah mengharuskan semua guru untuk melihat catatan setiap anak dari awal masuk sekolah.

Bu Thompson pun melihat catatan setiap muridnya dari kelas I sampai kelas IV. Teddy ia periksa di bagian akhir sekali.

Guru kelas I menulis tentang Teddy: “Teddy anak yang berbakat, berpotensi dan berprestasi.”

Bu Thompson kaget. Teddy anak berbakat? Apa tidak salah? Tapi ia melanjutkan membaca catatan guru-guru kelas selanjutnya.
Guru kelas II menulis: “Teddy sangat disukai teman-temannya. Ia punya selera humor yang bagus. Tapi ia agak terganggu karena ibunya menderita sakit keras.”

Guru kelas III menulis: “Prestasi Teddy turun drastis. Ia sangat terpukul dengan kematian ibunya. Ia mencoba mempertahankan prestasinya, tapi ayahnya tak memberikan perhatian yang semestinya.”

Guru kelas IV yang baru masuk dan tidak tahu cerita tentang Teddy menulis: “Tedi anak yang bodoh, suka tidur di kelas, tidak merespon apapun yang disampaikan padanya.”

Seketika Bu Thompson merasa sangat terpukul. Ia merasa sangat bersalah telah keliru menilai Teddy. Ia menyesal kenapa tidak tahu cerita ini dari awal sebelum ia akhirnya ‘membenci’ Teddy.

Di akhir tahun ajaran, seperti biasa, setiap anak akan membawa hadiah untuk para guru.

Mereka membawa hadiah-hadiah yang mahal dan dibungkus dengan kertas kado yang cantik.

Kecuali Teddy. Ia membungkus hadiahnya dengan selembar kertas koran bekas.

Teman-temannya menertawakannya. Tapi Bu Thompson langsung menghampiri Teddy dan membuka kadonya, sambil berkata: “Wow, hadiahmu luar biasa, Teddy…”

Kado Teddy berisi gelang bekas dan satu botol parfum yang isinya tinggal seperempat.

Bu Thompson langsung memakai gelang itu dan menyemprotkan parfum tersebut ke badannya seraya berkata,

“Wah, parfum ini wangi sekali, Nak…” Ia pun memeluk Teddy dengan penuh cinta.

Selesai acara, Teddy tidak langsung pulang. Ia menunggu Bu Thompson di depan gedung sekolah.

Ketika Bu Thompson keluar, Teddy langsung menghampirinya dan berkata,

“Bu, izinkan aku untuk menyampaikan bahwa aroma Ibu hari ini mengingatkanku pada ibuku. Ia menggunakan parfum itu di Natal terakhir sebelum ia meninggal.”

Setelah menyampaikan itu Teddy pun berlalu. Mendengar itu, Bu Thompson menangis sejadi-jadinya lebih dari satu jam.

Sejak saat itu ia berjanji untuk mengembalikan kepercayaan diri Teddy yang hilang karena kematian ibunya.

Bu Thompson memberikan perhatian khusus pada Teddy. Ia berikan motivasi, inspirasi dan bantuan apapun yang dibutuhkan Teddy.

Tak sampai satu semester, Teddy sudah kembali berada di posisi puncak di kelasnya.

Saat libur, Teddy menulis sepucuk surat yang diletakkannya di pintu rumah Bu Thompson.

Teddy menulis, “Izinkan aku untuk mengatakan bahwa Ibu adalah guru terbaik yang kutemui dalam hidupku.”

Enam tahun kemudian, Teddy kembali menulis surat pada Bu Thompson. Ia mengabarkan bahwa ia telah tamat SMA dan dapat juara II.

Ia telah bertemu dengan banyak guru, tapi tak ada yang sehebat dan sebaik ibu gurunya; Bu Thompson.

Beberapa tahun kemudian, Teddy menulis surat lagi dan mengabarkan bahwa ia sudah tamat kuliah fakultas kedokteran.

Dan, Bu Thompson tetap menjadi guru terbaik yang penah ia temui dalam hidupnya.

Beberapa tahun berikutnya, Teddy kembali menulis surat pada Bu Thompson. Ia mengabarkan kalau ia sudah bertemu dengan wanita yang dicintainya untuk dijadikan pasangan hidup.

Ia meminta Bu Thompson hadir di acara pesta dan duduk di kursi yang biasa diduduki oleh ibu kandung.

Dengan penuh bahagia Bu Thompson mengabulkan undangan Teddy. Ia duduk di kursi yang seharusnya diduduki oleh ibu kandung Teddy jika ia masih hidup.

Teddy melangkah ke arah ibu gurunya itu dan berkata,

“Terimakasih untuk semua yang Ibu berikan. Ibu telah mempercayaiku dan mengembalikan rasa percaya diriku. Tanpa Ibu, saya tak mungkin bisa seperti sekarang.”

Bu Thompson menimpali, “Teddy, engkau salah… Bukan Ibu yang mengajarkanmu… Ibu awalnya adalah guru yang tak pandai mengajar… Tapi setelah bertemu kamu, Ibu menjadi guru yang tahu apa arti mendidik dan bagaimana cara mendidik… Engkaulah yang berjasa menjadikan Ibu seorang guru yang berhasil…”

Teddy menjadi dokter terkenal di USA. Nama lengkapnya Dr. Teddy Stoddard.

اللهم علمنا ما ينفعنا وانفعنا بما علمتنا

[]

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *