Sebuah Renungan bagi Penuntut Ilmu

 Sebuah Renungan bagi Penuntut Ilmu

Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini: Salah Satu Ulama Terkemuka Madzhab Asy’ariyah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sebagai seorang pemuda harapan bangsa Indonesia, kita semua hendaknya senantiasa menuntut ilmu dengan tekun.

Tidak hanya melalui pendidikan formal, ilmu bisa kita dapatkan dari seluruh aspek kehidupan dan ilmu bisa disampaikan oleh siapapun.

Allah Ta’ala berfirman dalam Qur’an surat Al-Mujadalah Ayat 11:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ .

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al. Mujadalah:11)

Melalui ayat tersebut, Allah memberikan pencerahan bahwa seseorang akan memiliki derajat yang tinggi melalui wawasan keilmuan yang ia miliki.

Banyaknya pengetahuan yang tersedia di dunia ini pasti memiliki hikmah yang dapat dipelajari dan diilhami.

Hikmah yang didapatkan bisa dalam bentuk fisik ataupun sesuatu yang dapat dirasakan.

Hikmah yang didapat bisa saja langsung kita dapatkan atau mungkin hikmahnya akan bermanfaat bagi masa depan penerus bangsa.

Tentu saja segala sesuatu memerlukan persiapan berupa logistik, fisik ataupun mental.

Syekh Al-Zarjuni dalam kitab Ta’limul Muta’alim menjelaskan beberapa syarat menuntut ilmu, yaitu:

اَلا  لاَ  تَناَلُ  اْلعِلْمَ   إِلاَّ  بِسِتَّةٍ : سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ ، ذَكاَءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِباَرٍ وَبُلْغَةٍ ، وَإِرْشَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

 Artinya:

“Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat. Akan aku beritahukan keseluruhannya secara rinci. yaitu: Kecerdasan,  kemauan,  sabar,  biaya, bimbingan guru dan waktu yang lama.”

Dalam hal ini, menuntut ilmu membutuhkan kesungguhan yang luar biasa agar kesungguhan tersebut mampu memberikan seseorang perangkat pengetahuan yang mumpuni.

Seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas dapat diumpakan seperti memiliki perhiasan yang harganya tak ternilai. Seperti yang dijelaskan lagi di Ta’limul Muta’alim:

تَعَلَّمۡ فَإنَّ الۡعِلۡمَ زَيۡنٌ لِأَهۡلِهِ ، وَفَضۡلٌ وَعُنۡوَانٌ لِكُلِّ الۡمَحَامِدِ ، وَكُنۡ مُسۡتَفِيدًا كُلَّ يَوۡمٍ زِيَادَةً ، مِنَ الۡعِلۡمِ وَاسۡبَحۡ فِي بُحُورِ الۡفَوَائِدِ .

Artinya:

“Belajarlah, karena ilmu adalah perhiasan dan keutamaan bagi ahlinya, juga tanda bagi setiap hal terpuji. Tambahlah imu setiap hari, dan berenanglah di lautan faidah ilmu.”

Dengan berbekal ilmu, seseorang akan mampu menghadapi tantangan yang ia miliki. Ilmu bukan hanya sebuah simpanan yang ditimbun, diperbanyak dan disebarkan.

Hakikat seseorang dengan segudang ilmu adalah mampu mengamalkan dan memberikan maslahat bagi sesamanya.

Syekh  Nawawi Al-Bantani dalam Nashaibul Ibad menjelaskan:

فامتنع الفتى عن الخروج وروى أن رجلا من بنى اسرائيل خمع ثمانين تابوتامن العلم ولم ينتفع بعلمه فأوحى االله تعالى الى نبيهم أن قل لهذا الخامع لو جمعت كثيرا من العلم لم ينفعك إلا أن تعمل بثلاثة أشياء لاتحب الدنيا فليست بدار المؤمنين ولا تصاحب الشيطان فليس برفيق المؤمنين ولاتؤذأحدا فليس بحرفة المؤمنين

Artinya:

“Seandainya kamu kumpulkan ilmu lebih banyak dari itu semua, tentu tidak akan bermanfaat bagimu, melainkan dengan mengerjakan tiga perkara yaitu, janganlah kamu mencintai dunia, karena ia bukanlah balasan bagi orang-orang yang beriman, janganlah kamu bersahabat dengan syaitan, karena ia bukanlah sahabat orangorang yang beriman dan janganlah kamu menyakiti seorangpun, karena hal itu bukan perbuatan orang-orang yang beriman.”

Maka dari itu, hendaklah bagi kita semua untuk memanamkan prinsip bahwa menuntut ilmu adalah sebuah ibadah yang selain memperkaya pengetahuan, juga memperkuat etika dan budi pekerti.

Menambah kepedulian kepada sesama, menyebarkan semangat amar ma’ruf nahi munkar dan berdiri paling depan dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan, tentu saja harus bersumber pada niat yang tulus dan ikhlas karena Allah Ta’ala.

Paling tidak, seorang penuntut ilmu senantiasa menanamkan semangat ubudiyah, semangat basyariyah dan bahkan semangat wathaniyah demi bangsa Indonesia.

Sebagaimana sabda baginda Rasulullah Saw. yang berbunyi:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ (روه مسلم)

Artinya:

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *