Sebuah Kisah tentang Baju yang Kebesaran

 Sebuah Kisah tentang Baju yang Kebesaran

Sebuah Kisah tentang Baju yang Kebesaran (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Di masa ini, dan mungkin juga di banyak masa, pujian tak lagi punya nilai.

Entah karena pujian itu diberikan oleh orang yang tidak kompeten, atau diberikan pada orang yang tidak berhak.

Apalagi di musim politik seperti saat ini, pujian berserakan dimana-mana. Saking banyaknya, sehingga orang pun enggan memungutnya, atau bahkan mulai ‘jijik’ melihatnya.

Sesuatu, ketika banyaknya melampaui kebutuhan, ia akan kehilangan harganya.

Memuji itu perlu. Dalam beberapa kondisi bahkan bisa menjadi harus.

Memuji pada hakikatnya adalah bersaksi. Bersaksi bahwa orang yang dipuji pantas mendapatkan pujian.

Ketika kesaksian itu disembunyikan maka dikhawatirkan masuk dalam ancaman ayat:

…وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ…

Artinya:

“Jangan sembunyikan kesaksian. Siapa yang menyembunyikannya maka sungguh hatinya berdosa…”

Orang yang tidak pandai dalam memuji cenderung menyembunyikan pujian dari orang yang berhak menerimanya.

Berarti memuji pun ada ilmunya, disamping tentunya ada seninya.

Memuji seseorang melebihi yang layak ia dapatkan sama saja memakaikan ia pakaian yang melebihi postur tubuhnya.

Ia akan kelihatan ‘kerdil’ dengan pakaian yang lapang itu. Orang-orang juga bisa menilai bahwa ia tak cocok dengan pakaian itu. Jangan-jangan itu pakaian orang lain yang dipakaikan padanya.

Ketika seseorang memuji tokoh idolanya secara berlebihan, apalagi untuk sesuatu yang tidak ada pada dirinya, orang itu sebenarnya telah ‘memperburuk citra’ tokoh kesayangannya di mata orang banyak.

Lebih parah lagi kalau sang tokoh justeru senang dipuji secara berlebihan tanpa mempedulikan bahwa itu bisa saja ‘membunuhnya’.

Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Setiap orang punya nilai dan postur masing-masing.

Pujian yang berlebihan hanya akan membuat sosok yang dipuji terlihat seperti bocil dengan pakaian yang lapang.

Sebaliknya, pujian yang pelit akan membuat sosok yang dipuji tampak mengenakan pakaian yang sempit.

Terinspirasi dari muqaddimah kitab شخصيات وكتب (Tokoh dan Kitab) karya Abu al-Hasan Ali an-Nadwi, seorang ulama asal India yang sangat produktif. Karya-karyanya selalu enak dibaca.

Meskipun ia dari India, tapi retorika dan balaghahnya tidak kalah atau bahkan mengalahkan banyak orator dan penulis Arab.

رحمه الله تعالى رحمة واسعة

[]

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *