Sampaikan Saja Tapi Tidak Perlu Ngotot
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dua orang bersaudara, kakak-adik, terlibat pertengkaran. Kata si kakak, ibu mereka menyuruh memakai baju putih di hari Senin. Tapi menurut si adik, tidak mesti baju putih. Baju apa saja boleh, yang penting bersih dan berwarna cerah.
Karena merasa pendapatnya dibantah, si kakak pun marah-marah. Melihat kakak marah, si adik bertahan dengan pendapatnya.
Karena terbawa emosi, akhirnya kakak memukul adiknya. Si adik membalas pukulan kakaknya. Terjadilah pertengkaran.
Ibu pun datang. Keduanya mengadukan apa yang terjadi, dan bertanya pada si Ibu siapa yang benar antara mereka berdua dan siapa yang salah.
Dengan penuh sayang Ibu berkata,
“Nak, kalian berdua adalah anak-anak Ibu. Ibu sayang pada kalian berdua. Tidak ada yang salah. Kalian berdua benar. Yang memakai baju putih bagus karena lebih bersih dan cerah. Yang memakai baju lain pun selama itu bersih tidak apa-apa. Ibu hanya akan marah kalau kalian memakai baju yang kotor, apalagi kalau kalian tidak memakai baju sama-sekali.”
Akhirnya Ibu memeluk mereka berdua. Keduanya pun saling meminta maaf. Si kakak menyesal kenapa harus marah pada adiknya.
Kenapa juga ia sampai memukul adiknya. Toh, pada akhirnya pendapatnya dan pendapat adiknya tidak ada yang disalahkan oleh ibu.
Andaikan saja ia mendiskusikan semua itu dengan adiknya secara baik, tentu insiden pertengkaran itu tak akan terjadi, dan hubungan baik antara mereka berdua tidak harus dirusak oleh polemik kecil yang tiada berguna itu.
Ini hanya ilustrasi sederhana. Wajar kita berbeda pendapat. Sah-sah saja kita berbeda pandangan. Tapi perbedaan itu tidak boleh diekspresikan secara berlebihan, apalagi sampai berujung pada pertengkaran dan polemik.
Bagaimana kalau ternyata pandangan kita dan pandangan saudara kita yang kita salahkan dibenarkan oleh Allah Swt kedua-duanya. Karena sebagian besar perbedaan yang terjadi diantara kita sesungguhnya adalah perbedaan dalam masalah furu’ yang memang wajar terbuka ruang untuk berbeda.
Bahkan dalam masalah akidah sekalipun, tidak semua yang bersifat ushul. Ada masalah-masalah akidah yang bersifat ushul dan ada yang bersifat furu’.
Setelah mengusir Bani Nadhir, Rasulullah Saw memerintahkan para sahabat untuk mengepung Bani Quraizhah.
Beliau berpesan: “Jangan kalian shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.”
Ternyata di tengah perjalanan waktu Ashar sudah masuk. Akhirnya terjadi perbedaan pendapat. Sebagian sahabat berpegang pada ‘teks’ pesan Nabi Muhammad saw.
Mereka hanya akan shalat Ashar di Bani Quraizah meskipun waktu Ashar sudah berakhir.
Sebagian lagi memahami ‘konteks’ dari pesan Nabi Saw. Menurut mereka, inti dari pesan itu adalah bagaimana mereka bergegas untuk sampai di Bani Quraizhah.
Ketika akhirnya mereka terlambat sampai padahal sudah diusahakan, mereka mesti shalat Ashar saat waktunya masuk. Ini memang ‘melanggar’ teks perintah Nabi, tapi sejalan dengan konteksnya.
Sepulang dari misi itu mereka melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw. Dan ternyata, Nabi saw membenarkan pilihan ijtihad mereka semua.
Tidak ada yang disalahkan. Beruntung mereka tidak sampai bertengkar ketika berbeda itu. Sehingga persaudaraan mereka tetap terjaga meski dalam banyak hal mereka juga berbeda.
والله تعالى أعلم وأحكم
[]