Sambutan Penduduk Madinah atas Kehadiran Rasulullah

 Sambutan Penduduk Madinah atas Kehadiran Rasulullah

Titik Temu dan Titik Pisah Antara Asy’ariyah dan Wahabi-Taymiy (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Kehadiran Rasulullah ke Madinah mendapatkan sambutan yang bahagia dari masyarakat setempat. Sesampainya di Madinah, Rasulullah pun membangun masjid Nabawi.

Menurut sejarah, Rasulullah hijrah ke Madinah pada hari Jumat, 12 Rabiul Awal atau 27 September 622 M (Al-Mubarakfuri). Menyambut kehadiran beliau, kaum Muslimin pun memancarkan wajah-wajah yang gembira, mulai dari pembesarnya hingga para budak.

Lihatlah Al-Bara bin Aazib, ra, seorang sahabat Nabi Saw. Beliau akan menceritakan bagaimana keadaan penduduk Madinah tatkala kedatangan Rasulullah Saw,

“Orang yang pertama datang kepada kami (dari kaum Muhajirin) adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Keduanya membacakan Alquran kepada orang-orang. … . Kemudian, datang Nabi Saw setelahnya. Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah bergembira sebagaimana gembiranya mereka dengan kedatangan Rasulullah Saw hingga para budak wanita pun berseru, “Rasulullah Saw telah datang!” (Bukhari).

Anas bin Malik Ra juga menggambarkan keadaan yang dirasakannya pada saat tersebut:

“Pada hari ketika Rasulullah memasuki kota Madinah, segala sesuatunya bercahaya, sedangkan pada hari ketika beliau diwafatkan, segala sesuatunya terasa gelap” (At-Tirmidzi).

Setiap kali Rasulullah lewat, pembesar kaumnya pun akan mengundang beliau untuk singgah atau menginap di tempat mereka. Hal tersebut lantaran rasa gembira akan kedatangan beliau Saw dan besarnya cinta kaum Anshar kepadanya.

Rasulullah Saw berkata, “Biarkan dia (unta Nabi) berjalan karena sesungguhnya dia telah mendapat perintah.” Maka unta itu berjalan hingga melewati kediaman Bani Malik bin An Najjar.

Unta itu pun menderum di tempat pengeringan kurma yang kelak menjadi tempat dibangunnya Masjid Nabawi. Nabi Saw pun bertanya mengenai pemilik tempat tersebut.

Mu’adz bin Afra mengatakan kepada beliau bahwa tempat itu milik Sahl dan Suhail, dua anak yatim bersaudara dari bani An-Najjar (Sirah Nabawiyah). Berdasarkan riwayat ini, terlihat bahwa pemilihan tempat bagi Masjid Nabawi tidak lain merupakan pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *