Salat Menghadap Kiblat, Persis ke Baitullah atau Arahnya Saja?
Hidayatuna.com – Salat menghadap kiblat sudah menjadi hal yang seharusnya bagi umat Muslim. Namun apakah harus persis menghadap ke Baitullah atau hanya sesuai dengan perkiraan arah saja?
Menghadap kiblat saat salat berkaitan dengan ketentuan agama Islam yang tidak memberatkan. Namun perlu untuk memadukan teks dan konteks agar pemahaman arah kiblat sesuai dengan yang disyariatkan.
Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama ketika menentukan pusat arah yang dihadapi itu. Apakah yang dihadapi itu zat kiblat itu sendiri atau cukup dengan menghadap ke arahnya saja.
Pendapat Mazhab Imam Syafi’i
Menurut Imam Syafi’i, orang yang melakukan salat wajib mengarah pada zat Ka’bah. Sedangkan orang yang jauh dari Ka’bah cukup dengan memperkirakan saja.
Akan tetapi, ada riwayat lain yang mengatakan bahwa Imam Syafi’i membolehkan orang salat hanya menghadap ke arah ka’bah, bukan pada zatnya.
Riwayat itu diterima dari al-Muzanni, murid Imam Syafi’i. Dari dua pendapat yang diriwayatkan dari Imam Syafi’i itu, pendapat pertama ternyata lebih popuper.
Imam Mazhab Lainnya
Sementara itu, Imam-imam mujtahid lainnya seperti Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hanbali , mewajibkan orang yang jauh dari Ka’bah untuk menghadap ke arah Ka’bah saja.
Alasannya, tak mungkin bagi orang yang jauh dari Ka’bah untuk menghadap ke zat Ka’bah itu sendiri.
Jika seseorang melakukan salat di tempat yang sangat gelap, menurut para Imam, boleh menghadap ke arah yang diyakini. Salatnya dinyatakan sah, asalkan ia telah melakukan sholat tersebut.
Akan tetapi, jika ketika selesai salat mengetahui bahwa arah kiblat yang dihadapinya salah, maka salatnya wajib di ulangi, kalau masih ada waktu.
Itulah pendapat Imam Syafi’i, ulama Hanafiah dan ulama Kufah pada umumnya. Akan tetapi, as-San’ani (ahli fikih dan hadits) serta asy-Syaukani memandang salat yang telah dikerjakan itu tak perlu diulang karena telah sah.
Lalu bagaimana dengan yang akan salat saat dalam kendaraan seperti mobil, kereta api serta pesawat terbang?
Menurut ulama Mazhab Syafi’i, orang tersebut harus menghadap ke kiblat dan wajib berdiri jika memungkinkan. Akan tetapi, mazhab hanafi memperbolehkan orang tersebut salat sambil duduk dan menghadap ke arah mana saja sesuai dengan gerak kendaraan yang dinaiki.