Salat Hari Raya di Masjid atau di Lapangan?

 Salat Hari Raya di Masjid atau di Lapangan?

Salat Hari Raya di Masjid atau di Lapangan? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Perkara salat Id di Masjid atau lapangan terkadang menjadi dilema tersendiri bagi umat muslim. Hal ini bukan masalah wajib atau tidak, sah atau tidaknya, melainkan soal keutamaan.

Menurut mayoritas Mazhab, Hanafi, Maliki dan Hambali, menganjurkan salat Id di luar Masjid, kecuali Mazhab Syafi’i.

Apakah Imam Syafi’i tidak tahu hadis sahih bahwa Nabi salat Id bersama para sahabat di tanah lapang dan bukan di masjid?

Imam Syafi’i tahu. Berikut penjelasan beliau:

(ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ) – ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ – ﺑﻠﻐﻨﺎ «ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻛﺎﻥ ﻳﺨﺮﺝ ﻓﻲ اﻟﻌﻴﺪﻳﻦ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺼﻠﻰ ﺑﺎﻟﻤﺪﻳﻨﺔ» ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﺑﻌﺪﻩ، ﻭﻋﺎﻣﺔ ﺃﻫﻞ اﻟﺒﻠﺪاﻥ ﺇﻻ ﺃﻫﻞ ﻣﻜﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺒﻠﻐﻨﺎ ﺃﻥ ﺃﺣﺪا ﻣﻦ اﻟﺴﻠﻒ ﺻﻠﻰ ﺑﻬﻢ ﻋﻴﺪا ﺇﻻ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪﻫﻢ

Artinya:

“Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah keluar saat dua hari raya ke tempat salat di Madinah.

Demikian halnya orang-orang sesudah Nabi dan kebanyakan penduduk negeri kecuali di Makah, tidak kami terima kabar tentang seorang ulama Salaf dari mereka kecuali salat di masjid mereka.” (Al-Umm, 207)

Menurut Imam Syafi’i ada sebuah hadis yang menggugurkan anjuran salat di lapangan selain masjid, yaitu:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، «ﺃﻧﻪ ﺃﺻﺎﺑﻬﻢ ﻣﻄﺮ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﻋﻴﺪ، ﻓﺼﻠﻰ ﺑﻬﻢ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺻﻼﺓ اﻟﻌﻴﺪ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ»

Artinya:

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa sahabat terkena hujan di Madinah ketika hari raya lalu Nabi shalallahu alaihi wasallam salat bersama mereka di dalam masjid.” (HR. Abu Dawud)

Berarti anjuran salat di tanah lapang saat hari raya adalah faktor illat (alasan yang dibenarkan).

Sehingga ketika masjid cukup luas dan bisa menampung para jemaah maka masjid tetap lebih utama.

(ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ) : ﻓﺈﻥ ﻋﻤﺮ ﺑﻠﺪ ﻓﻜﺎﻥ ﻣﺴﺠﺪ ﺃﻫﻠﻪ ﻳﺴﻌﻬﻢ ﻓﻲ اﻷﻋﻴﺎﺩ ﻟﻢ ﺃﺭ ﺃﻧﻬﻢ ﻳﺨﺮﺟﻮﻥ ﻣﻨﻪ، ﻭﺇﻥ ﺧﺮﺟﻮا ﻓﻼ ﺑﺄﺱ

Artinya:

“Syafi’i berkata: “Jika suatu daerah telah makmur dan masjid mereka memuat untuk pelaksanaan salat hari raya maka menurut saya mereka tidak perlu keluar dari masjid, dan bila salat di luar masjid maka boleh-boleh saja.” (Al-Umm, 207)

Imam Syafi’i bukan sekedar memahami dalil secara tekstual, namun juga memiliki pengetahuan luas tentang penggunaan dalil. Sebagaimana telah populer dari muridnya:

يَقُوْلُ أَحْمَدُ بْنُ حَنبَلَ كَانَتْ أَنْفُسُ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ فِي أَيْدِي أَبِي حَنِيْفَةَ مَا تَبَرَّحَ حَتَّى رَأَيْنَا الشَّافِعِيَّ وَكَانَ أَفْقَهَ النَّاسِ فيِ كِتَابِ اللهِ وَفِي سُنَةِ رَسُوْلِهِ

Artinya:

“Ahmad bin Hanbal berkata: “Ahli hadis yang paling baik awalnya ada di tangan murid-murid Abu Hanifah. Hingga kami melihat Syafii, ia orang yang paling mengerti al-Quran dan Hadis.” (Hilyat al-Auliya’ 9/98). []

Ma'ruf Khozin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *