Salat Fardhu di Belakang Orang yang Salat Sunnah, Apakah Sah?

 Salat Fardhu di Belakang Orang yang Salat Sunnah, Apakah Sah?

Muslim Alaska Manfaatkan Sholat Jum’at Sebagai Momentum Berkumpul

HIDAYATUNA.COM – Mazhab Syafi’iyyah mengatakan bahwa orang yang melakasanakan salat fardhu di belakang orang yang melaksanakan salat sunnah hukumnya sah.
Dalilnya adalah hadis Muadz bin Jabal r.a. Ia shalat bersama Nabi Saw. Kemudian ia pulang menuju kaumnya dan salat bersama mereka sebagai imam.
Ulama Syafi’iyyah menyimpulkan bahwa salat Muadz bersama Nabi Saw adalah salat fardhu. Sementara salatnya bersama kaumnya adalah sunnah dan ia bertindak sebagai imam.
Akan tetapi Mazhab Hanafiyyah dan Malikiyyah mengatakan tidak sah. Kenapa? Pertama, karena hadis shahih yang sangat populer berikut ini:
إنما جعل الإمام ليؤتم به فلا تختلفوا عليه
Artinya: “Imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka jangan kalian berbeda dengannya.”
Kalau makmum salat fardhu sementara imamnya salat sunnah, bukankah mereka sudah berbeda dalam rukun yang paling penting, yaitu niat?
Kedua, hadis Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan Abu Dawud berikut ini:
الإمام ضامن
Artinya: “Imam itu menjamin.”
Artinya, salat imam sudah mencakup dan menjamin shalat makmum. Jaminan dalam hal ini berlaku untuk sesuatu yang di bawahnya, bukan di atasnya. Jelas salat fardhu di atas dari shalat sunnah. Karena itu ulama sepakat bahwa salat sunnah di belakang orang yang shalat fardhu adalah sah.
Adapun sebaliknya, salat fardhu di belakang orang yang salat sunnah, ini yang menjadi khilafiyyah. Di samping itu cukup banyak perbedaan yang bersifat esensial antara salat fardhu dengan salat sunnah.
Kalau begitu, bagaimana dengan hadis Muadz? Bukankah itu jelas bahwa Muadz salat lagi bersama kaumnya setelah ia salat bersama Nabi Saw?
Kalangan Hanafiyyah dan Malikiyyah mengatakan, shalat yang dilakukan oleh Muadz bersama kaumnya itulah shalat fardhu. Sementara shalat yang ia lakukan bersama Nabi Saw adalah dengan niat nafilah (sunnah).
Kenapa demikian? Karena Nabi Saw yang memerintahkan Muadz untuk mengimami kaumnya. Agar Muadz tidak ketinggalan fadhilah shalat bersama Nabi, ia juga ikut shalat sebagai makmum sambil belajar dan mengamati cara shalat Nabi Saw.
Kita kembali kepada Syafi’iyyah yang membolehkan orang yang shalat fardhu mengikuti (berimam kepada) orang yang shalat sunnah.
Bukankah hadits shahih di atas menegaskan bahwa imam itu untuk diikuti dan makmum tidak boleh berbeda dengan imam?
Benar. Namun, menurut Syafi’iyyah maksud dari ‘jangan kalian (makmum) berbeda dengannya (imam)’ adalah jangan berbeda dalam gerakan shalat.
Ketika imam sudah rukuk maka makmum mesti segera rukuk, tidak boleh terus berdiri. Ketika imam sujud maka makmum harus segera sujud, dan seterusnya.
Manakah pendapat yang lebih kuat?
Kalau sudah sampai pada pertanyaan ini berarti kita akan masuk ke dalam wilayah tarjih. Untuk melakukan tarjih tidaklah semudah yang dibayangkan, seperti yang dilakukan oleh penulis setelah ia menjabarkan berbagai pendapat ulama, ia menutupnya dengan kalimat seperti :
الراجح هو الرأي الثاني لقوة أدلته
Artinya: “Yang rajih adalah pendapat kedua karena dalil yang digunakan kuat.”
Ini penggalan kajian yang kami lakukan malam tadi di Masjid Nurul Huda Silaing Bawah Padang Panjang, masjid yang kini tengah ramai dibicarakan karena pelayanannya yang bagus pada jamaah dan musafir.
Jamaah yang ikut kajian dibagikan kitab Ihkam al-Ahkam yang hadis-hadisnya sudah diterjemahkan. Rata-rata usia mereka 40 tahun ke atas. Tapi yang sangat menggembirakan, mereka tampak bersemangat meski usia mereka sudah terbilang lanjut.
Ini salah satu cara kita meningkatkan al-wa’yu (kesadaran), pemahaman dan wawasan masyarakat dalam masalah agama. Sekaligus membuka mata mereka bahwa perbedaan itu sesuatu yang tak bisa dihindari dan bahwa perbedaan itu akan tampak indah dan berbuah manis jika diracik oleh tangan-tangan terampil yang memiliki kompetensi tinggi.
Kajian yang dilakukan langsung setelah shalat Maghrib ini, terpaksa ‘dihentikan’ pada pukul 20.00 karena jamaah musafir sudah menunggu untuk shalat Isya, meskipun jamaah yang mengikuti kajian masih tetap ingin bertanya dan berdiskusi dengan penuh antusias.
اللهم علمنا ما ينفعنا وانفعنا بما علمتنا
[YJ]

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *