Sahkan Sembelihan Kurban yang diulang Dua Kali ?
HIDAYATUNA.COM – Hari raya Idul Adha tinggal sebenar lagi, yang identik dengan penyembelihan hewan kurban. Namun sering kita temui saat hari raya kurban, ada yang melakukan penyembelihan yang diulang hingga dua kali, bahkan lebih dari itu.
Misalnya seseorang menyembelih binatang kurban, namun sebelum penyembelihan tersebut sempurna pisau yang ia buat untuk menyembelihnya terjatuh, kemudian binatang tadi disembelih lagi sampai sempurna.
Bagaimanakah praktek ini menurut pandangan fiqh, Apakah penyembelihan tersebut hukumnya tetap sah ?
Jawabanya adalah Sah secara mutlak dengan syarat pisau yang digunakan untuk menyembeli tersebut dikembalikan dengan cara cepat.
Namun jika tidak maka jawabanya di-tafsil (diperinci). Jika masih ada hayatun mustaqirroh (tanda-tanda kehidupan), maka hewan tersebut tetap halal hukumnya dan jika sudah mati maka hukum hewan tersebut adalah bangkai.
Pendapat Pertama :
Hal ini dijelaskan dalam al-Fiqhu ‘Ala Madzahibil Arba’ah karya Syekh AbdurRohman al-Jaziri :
الفقه على المذاهب – أَنْ يَكُوْنَ القَطْعُ دَفْعَةً وَاحِدَةً فَلَوْ قَطَّعَ الحُلْقُومَ وَسَكَتَ ثَمَّ تَمَّمَ الذَّبْخُ فَإِنْ كَانَ الفِعْلُ الثَّانِىْ مَنْفَصِلاً عَنِ الأَوَّلِ عُرْفًا أُشْتُرِطَ أَنْ تَكُوْنَ فِي الحَيَوانِ المُسْتَقِرَّةِ وَذَلِكَ كَأَنْ رَفَعَ السَّكِّيْنَ وَأَعَاَدَهَا فَوْراً أَوْ أَلْقَاهَا لِكَوْنِهَا لاَتَقْطَعُ وَ أَخَذَ غَيْرَهَا فَوْرًا أَوْ سَقَطَتْ مِنْهُ فَتَنَاوَلُهَا أَوْ أَخَذَ غَيْرَهَا سَرِيْعاً أَوْ قَلْبَهَاَ وَقَطَّعَ بِهَا مَابَقِيَ فَكُلُّ ذَلِكَ جَائِزُ إِذْ لاَفَصْلَ فِيْهِ بَيْنَ العَمَلِ الأَوَّلِ وَالثَّانِيْ
“Syarat yang keenam adalah, Pemotongan itu dilakukan dengan satu kali. Jika orang yang menyembelih telah memotong tenggorokan hewan yang disembelih), kemudian ia berhenti (tidak meneruskan penyembelihannya) lalu ia menyempurnakan penyembelihannya lagi maka hukumnya diperinci. Jika penyembelihan yang kedua menurut umumnya tidak dianggap terputus dari penyembelihan yang pertama, maka disyaratkan hewan tersebut harus masih ada tanda-tanda kehidupan. Contohnya, orang yang menyembelih mengangkat pisaunya dan mengembalikannya seketika itu atau ia menjatuhkan pisaunya karena pisau tersebut sudah tidak bisa memotongnya dan ia mengambil pisau yang lainnya atau pisau tersebut jatuh dari tangannya kemudian ia mengambilnya kembali atau ia mengambil pisau yang lainnya dengan cepat atau ia membalikkan pisaunya lalu ia memotongnya dengan pisaunya pada urat yang belum terputus maka semuanya itu hukumnya diperbolehkan. Karena tidak ada sebuah pemisah di antara penyembelihan yang pertama dan yang ke dua.”
Pendapat Kedua : Sembelihan tetap Sah walau sudah tidak ada tanda kehidupan
Namun dalam Hasiyah Al-Bajuri disebutkan bahwa walaupun sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan, jika mengulang sembelihan tetap dianggap sah :
فَلَوْ رَفَعَ اَلسَّكِيْنُ وَأَعَادَهَافَوْرًا أَوْ أَلْقَاهَا لِگَوْنِهِ گَالَةٍ وَأَخَذَ غَيْرُهَا فَوْرًا أَوْ سَقَطَتْ مِنْهُ وَأَخَذَ غَيْرَهَا حَالاً أَوْ قَلَّبَهَا وَقَطَعَ بِهَا بَقِيَ حَلَّ المِذْبُوْحِ وَإِنْ لَمْ تُوْجِدَ الحَيَاةُ المُسْتَقِرَّةُ المَرَّةَ الأَخِيْرَةِ لِأَنَّ جَمِيْعَ المَرَّاتِ عِنْدَ طُوْلِ الفَصْلِ گَالْمَرَّةِ الوَاحِدَةِ .
“Apabila orang yang menyembelih binatang mengangkat pisaunya dan mengembalikan seketika, atau ia menjatuhkan pisaunya karena pisau tersebut tidak tajam dan ada orang lain yang mengambilnya seketika atau pisau tersebut jatuh dari tangannya dan orang lainnya mengambilnya seketika atau ia membalikkan pisaunya dan memotong pada sisanya, sekalipun sudah tidak ditemukan kehidupan ketika waktu pembelihan yang kedua, karena semuanya itu ketika sudah terpisah waktu yang lama maka hukumnya sama dengan satu kali penyembelihan.”