Saat Istri Siri Kesulitan Isbat Nikah dan Menggugat Cerai di Pengadilan Agama
HIDAYATUNA.COM – Bagi yang mengerti ilmu agama kemudian memiliki istri tentu akan tahu hak dan kewajiban sebagai suami. Saya tidak sedang membahas ini.
Entah sudah berapa kali saya jumpai ada seorang wanita yang terkatung katung statusnya, suami sudah tidak pernah datang, kirim nafkah juga tidak, namun tidak mau menceraikan.
Di sinilah Allah melarang semacam ini:
فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ
“… karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung- katung…” (An-Nisā’:129)
Di negara kita wanita tersebut boleh mengajukan fasakh atau gugat cerai ke pengadilan Agama yang ada di masing-masing kabupaten.
Jika statusnya nikah siri maka harus isbat nikah dulu di KUA untuk mendapatkan Buku Nikah. Baru Pengadilan Agama menerima, karena administrasi harus demikian.
Namun jika menemukan kendala, misalnya tidak ada biaya dan jauh dari kota, maka wanita tersebut boleh mengangkat seseorang sebagai wali (tauliyah atau tahkim) seperti yang ada di Ketentuan Hukum di bawah ini:
عن ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ -رضى الله عنه- كَتَبَ إِلَى أُمَرَاءِ الْأَجْنَادِ فِيْ رِجَالٍ غَابُوْا عَنْ نِسَائِهِمْ فَأَمَرَهُمْ أَنْ يَأْخُذُوْهُمْ بِأَنْ يُنْفِقُوْا أَوْ يُطَلِّقُوْا، فَإِنْ طَلَّقُوْا بَعَثُوْا بِنَفَقَةِ مَا حَبَسُوْا. رواه البيهقي
Dari Ibnu Umar bahwa Umar bin Khatthab ra bersurat kepada para pimpinan tentara tentang para lelaki yang pergi meninggalkan istri-istri mereka, memerintahkan para pimpinan untuk mengharuskan para lelaki tersebut memberi nafkah istri-istri mereka atau menceraikannya.
“Dan jika menceraikan maka harus mengirimkan nafkah yang belum ditunaikan.” (H.R. Al-Baihaqi)
Uraian Mazhab Syafi’i:
والحاصل: الذي يستفاد من هذه النقول أن محل وجوب الرفع إلى القاضي أو المحكم وثبوت الاعسار عنده عند الامكان فإن لم يمكن ذلك لفقد القاضي أو المحكم أو لطلبه مالا أو لفقد الشهود أو غيبتهم جاز لها الفسخ بنفسها مع الاشهاد عليه. إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين (4/ 105)
Kesimpulan yang diambil dari kutipan ini bahwa kewajiban melapor kepada hakim atau muhakkam dan ketetapan suami tidak mampu menafkahi adalah jika memungkinkan.
Bila tidak memungkinkan seperti diminta biaya atau tidak ada saksi maka dia boleh melakukan fasakh nikah disertai saksi (I’anah al-Thalibin, 4/105)
Ketentuan Umum
1. Yang dimaksud dengan nikah sirri adalah pernikahan yang tidak dilakukan melalui pencatatan resmi negara.
2. Yang dimaksud fasakh nikah adalah gugatan salah satu pasangan suami istri tanpa melalui perceraian.
3. Yang dimaksud dengan muhakkam adalah seorang ulama ahli fikih yang diangkat seperti hakim oleh pihak perempuan dengan kalimat “aku jadikan engkau sebagai hakim” (hakkamtuka), atau “aku jadikan engkau sebagai wali” (wallaituka). Orang inilah yang memutuskan pernikahan keduanya.
Ketentuan Hukum
1. Pernikahan sirri merupakan praktek pernikahan yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan melanggar hukum meski tetap sah secara syar’i.
2. Istri yang ditinggal pergi suaminya selama masih dalam batas-batas ketaatan yang tidak menggugurkan nafkah dan wajib dinafkahi, namun kesulitan untuk mendapatkan hak nafkahnya, berhak untuk melakukan gugatan fasakh kepada hakim.
3. Dalam hal istri tidak bisa melakukan gugatan karena melakukan pernikahan di luar pencatatan negara, istri harus melakukan sidang isbat nikah terlebih dahulu di pengadilan agama untuk mendapatkan surat nikah dan selanjutnya melakukan gugatan fasakh.
4. Dalam hal istri tidak bisa melakukan sidang isbat nikah, maka istri boleh melakukan fasakh di hadapan muhakkam dengan menghadirkan dua saksi yang bisa bertanggung jawab dan hadir ketika dibutuhkan.