Saat Gus Menggoda Santri

 Saat Gus Menggoda Santri

Dalam Tradisi para santri, apa yang disebut riyadlah atau tirakat merupakan suatu yang menjadi keniscayaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya menyucikan kondisi spiritual, juga sebagai upaya memperolah berkah dari Allah SWT.

Soal riyadlah santri ini, ada satu kisah menarik yang pernah diceritakan Gus Dur tentang Kyai Amanullah (Keponakan KH. Wahab Hasbullah) saat beliau masih mondok di Tambakberas. Ketika itu Kiai Aman masih muda, sehingga biasa dipanggil Gus Aman oleh para santri. Keakraban Gus Dur dan Gus Aman sendiri terjalin bukan hanya karena faktor masih ada hubungan persaudaraan, tapi lebih karena hobi dan visi yang hampir sama. Keisengan, keceriaan, kecerdikan dan selera humor.

Suatu ketika pada saat itu ada seorang santri yang sedang melakukan riyadlah dengan mengamalkan puasa dan wirid tertentu. Gus Aman yang mengetahui hal tersebut muncul naluri keisengannya dan bertanya kepada santri tersebut, “Sampean telasan Riyadlahnya kapan, kang ?” (Anda akhir Riyadlahnya kapan kang ?) “Malam Jum’at mangke, Gus” (Malam Jum’at nanti Gus), Jawab santri tersebut.

Mendapat jawaban itu, Gus Aman melanjutkan dengan memberi saran agar saat membaca wirid telasan tersebut dilakukan disudut pengimaman masjid, “Biar doanya makbul, diijabahi oleh Allah” lanjut Gus Aman. Tepat menjelang tengah malam saat waktu yang sudah ditentukan, santri tersebut melakukan apa yang disarankan oleh Gus Aman, wiridan dan berdoa disuruh pengimaman masjid dengan amat khusuknya.

Saat si santri tersebut sedang tenggelam dalam kekhusukan wiridnya, secara diam-diam Gus Aman menyelinap dan mengintip lubang ventilasi yang ada di tembok masjid. Dari balik lubang ventilasi itu kemudian Gus Aman bersuara dengan suara yang dibuat dalam berat, ”Koe njaluk opo, Le ?” (Kamu minta apa nak ?).

Mendengar suara itu, si santri langsung terpesona sambal terisak, “Ya Allah… kulo nyuwun ilmu ingkang manfa’at, Ya Allah Nyuwun Padange ati, nyuwun jembare manah, ugi rizki ingkang katah, derajat ingkang luhur.” (Ya Allah… saya minta ilmu yang bermanfaat, terangnya hati, luasnya rasa, juga rizki yang banyak dan derajat yang luhur). Dengan suara yang semakin dibuat dalam dan berat Gus Aman kembali menyahut, “Yo Le… tak ijabahi,” (Ya Nak… saya kabulkan).

Saking girang dan bahagianya si santri mendengar suara tersebut, ia langsung sujud syukur sambal sesenggukan, “Maturnuwun Gusti… manturnuwun.” Setelah itu ia pun melanjutkan wiridnya dan melaksanakan shalat sunnah sampai menjelang fajar.

Beberapa saat setelah kejadian itu, Gus Aman  bertemu dengan santri tersebut dalam sebuah kesempatan dan menanyakan tentang riyadlahnya,Yaopo kang ? lancar ?” (Bagaimana kang ? Lancar ?) “Alhamdulillah Gus, kanti pandongane sampean, saran sampean sampun kulo laksanaaken” (Alhamdulillah Gus, berkat doa sampean. Saran sampean juga sudah saya laksanakan), jawab santri tersebut dengan muka ceria dan rona bahagia.

Tiba-tiba Gus Aman kembali menyahuti dengan suara yang dalam dan berat, “njaluk opo, Le… ? Yo… tak ijabahi” (Minta apa nak ? Ya aku kabulkan). Mendengar suara yang seperti pernah didengarnya itu, santri tersebut seketika melongo, ia tersadar bahwa ternyata malam itu ia telah digoda dan dikerjai, Gus Aman yang menyadari kekesalan santri tersebut langsung lari sambal tertawa.

Sumber : Tambakberas, Menilisik Sejarah Memetik Uswah – 2017

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *