Rumah Tangga Rasulullah SAW Bersama Ummu Salamah
HIDAYATUNA.COM – Rasulullah SAW tinggal serumah dengan Ummu Salamah pada bulan Syawal tahun 4 H. beliau berumah tangga dengannya selama tujuh tahun. Sebab, pada tahun 11 H Rasulullah SAW wafat. Selanjutnya Ummu Salamah hidup sendiri selama 51 tahun. Dia meninggal dunia pada tahun 62 H, yaitu pada masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah
Ummu Salamah adalah istri Nabi yang dinikahi oleh Rasulullah dengan berstatus Janda, tepatnya saat suaminya Abu Salamah yang wafat saat perang bersama Rasulullah. Dari pernikahannya dengan Abu Salamah, ia dikaruniai 4 orang anak, diantara Salamah, Umar, Zainab dan Ruqayyah.
Ummu Salamah turut mendampingin Rasulullah SAW dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Setelah perjanjian tersebut disepakati, tidak ada jalan selain tahallul dan kembali pulang ke kota Madinah. Sesaat setelah perjanjian disepakati, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat, “Bangkitlah dan sembelihlah hadyu (hewan kurban dalam ibadah haji) kalian, kemudian mencukur rambut.” Akan tetapi, tidak ada seorangpun yang melakukannya, bahkan beliau sampai mengulanginya tiga kali dan tidak ada yang beranjak.
Melihat kondisi seperti itu, kemudian beliau menemui Ummu Salamah dan menceritakan kejadian ini kepadanya. Ummu Salamah kemudian memberikan sebuah saran “ Wahai Nabi Allah, apakah engkau betul-beetul menghendaki hal itu? Coba engkau keluar dan jangan berbicara satu patah katapun dengan mereka hingga engkau menyembeli hadyu. Setelah itu, panggil tukang cukur agar memotong habis rambutmu”.
Akhirnya, Rasulullah SAW keluar tanpa banyak bicara sampai beliau melakukan saran istrinya tersebut. Beliau pun menyembelih hadyunya dan memanggil tukang cukurnya. Hasilnya, setelah menyaksikan hal itu para sahabat segera bangkit untuk menyembelih hadyu mereka dan kemudian saling mencukur satu sama lain.
Ummu Salamah r.a adalah seorang wanita yang memiliki pengetahuan luas. Analisanya selalu tepat, bahasanya lugas dan mendalam. Dia tidak segan menyuarakan kebenaran. Dia hidup bersosialisasi dengan kaum muslimin dan memahami banyak permasalahan diantara mereka.
Pada saat para pemberontak mulai menyuarakan aspirasi mereka untuk memberontak khalifah ar-Rasyid ketiga, Utsman bin Affan r.a, Ummu Salamah menulis surat yang isinya : “menurutku, rakyatmu akan lari menjauhimu dan mereka menyerangmu dari arah sampingmu. Jangan berhenti meniti jalan yang dicintai oleh Rasulullah SAW dan jangan coba membuat api dengan batang yang dipadamkan oleh Rasulullah SAW. Pegang erat jalan dua sahabatmu terdahulu. Sebab, keduanya telah menunjukkannya dengan begitu jelas dan mereka berdua tidak sesat. Demikian nasihatku untukmu. Ini adalah hakku sebagai ibu, sedangkan hakmu adalah untuk taat”
Utsman menjawab : “Amma ba’du. Nasihatmu sudah kupahami dan sudah kumengerti. Saranmu kuterima.” Ketika Utsman r.a kemudian terbunuh, Ummu Salamah merasakan kesedihan yang mendalam. Ada seorang dari bani Tamin menemui Ummu Salamah dan bertanya apa pendapatnya tentang peristiwa ini. Dia menjawab, “Orang-orang mengeluhkan kelaliman Ustman. Mereka menuntutnya agar ia bertaubat dan akhirnya dia bertaubat. Ketika mereka sudah memebersihkannya dari noda bagaikan kain putih, mereka justru sengaja beramai-ramai membunuhnya.”
Pada waktu Aisyah keluar menuju Bashrah yang akhirnya menjadi perang Jamal, Ummu Salamah juga menulis surat untuknya : “Dari Ummu Salamah, Istri Nabi. Kepada Aisyah ibunda kaum mu’minin. Aku memuji Allah, tidak ada yang berhak disembah selain Dia. Amma ba’du. Engkau telah menyingkap hijab pembeda antara keluarga Rasulullah SAW dan umatnya, hijab kemuliaan yang telah dikenakan untukmu. Al-Qur’an telah mengikat erat pakaianmu, maka jangan malah engkau urai.
Allah telah menempatkan harta berhargamu di rumahmu, maka jangan justru engkau keluarkan di padang terbuka. Allah tentu lebih tau mana yang terbaik bagi umat ini. Andai Rasulullah SAW tahu bahwa wanita wajib berjihad, pastilah beliau memberitahumu. Tidakkah engkau ingat, beliau telah melarangmu berlebihan dalam agama. Ketika tiang agama ini miring, kaum perempuan tidak akan mampu menegakkannya dan tidak pula memperbaikinya.
Bentuk jihad wanita adalah dengan menundukkan mata, menjaga pakaian, serta memberikan kasih sayang. Apa yang akan engkau katakan kepada Rasulullah SAW seandainya esok hari engkau kembali kepadanya, sedangkan saat ini engkau menceburkan diri di padang pasir tandus. Engkau duduk berpindah-pindah dari satu mata ke mata air yang lain. Oleh karena itu jadikanlah hijab tersebut sebagai penutupmu. Jadikan halaman rumahmu sebagai pagar pelindungmu. Sungguh umat akan lebih banyak mengambil nasihat darimu selama engkau menahan diri dari keluar menolong mereka. Aku yakin andai kusampaikan sebuah hadits dari Rasulullah SAW kepadamu, pasti engkau segera menggigitnya dengan erat secepat gigitan ular”.
Perawi Hadits
Ummu Salamah adalah istri Nabi yang meriwayatkan hadits terbanyak kedua setelah Aisyah ra. Dia meriwayatkan 378 hadist, tiga belas diantaranya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Adapun yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri ada tiga hadits dan yang diriwayatkan oleh Muslim sendiri ada tiga belas. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra adalah :
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، فَأَرَادَ رَجُلٌ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ، وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ
Artinya: “Apabila seseorang sudah masuk sepuluh hari pertama, lalu dia niat menyembelih hewan kurban, janganlah menyentuh bulunya dan jangan pula kulitnya”. ( HR Ahmad )
Aisyah dan Ummu Salamah ditanya, “Amalan apa yang paling disukai nabi SAW?” mereka menjawab
ماَدَامَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ
Artinya: “Amalan yang dilakukan secara rutin meskipun tidak banyak”. (Shahih Ibnu Hibban)