Riwayat Tulisan Arab Pegon sebagai Media Dakwah Islam

Khazanah Penyair Palestina: Refaat Alareer (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Kita banyak mendengar dan membaca dari berbagai literatur tentang karakteristik Islam di negeri ini, yang ramah dan akomodatif terhadap budaya setempat. Dakwah yang dilakukan oleh para ulama terdahulu, jarang atau malah tidak pernah menggunakan pedang di beberapa tempat.
Para ulama ini dengan telaten mengajari masyarakat, meski kepahaman masyarakatnya tentang Islam tidak terbilang pesat. Pun strateginya juga tidak bersifat politis, apalagi mencari popularitas dengan menunjukkan serangkaian karomah.
Dakwah cenderung menggunakan pendekatan ke arah budaya yang dimiliki oleh masyarakatnya. Maka mafhum ketika hari ini, kita tidak terlalu asing dengan huruf-huruf Arab yang dibaca dengan bahasa Jawa.
Kita mengenalnya dengan tulisan Arab pegon. Tulisan Arab pegon ini hanya salah satu dari sekian produk dakwah budaya yang dilakukan oleh para ulama tempo dulu.
Riwayat Historis Tulisan Arab Pegon
Menurut Kromoprawirto di karangannya berjudul Kawruh Aksara Pegon (1867), pegon bermuasal dari kata pego yang artinya ora lumrah anggone ngucapne (tidak lazim untuk dilafalkan). Definisi tersebut berangkat dari wujud tulisannya yang disandarkan pada huruf Arab, namun bunyinya mengikuti tulisan Jawa, hanacaraka.
Maka huruf pegon sendiri tidak sebanyak huruf Arab yang berjumlah 28, tetapi hanya 20 yang disesuaikan dengan jumlah huruf di aksara Jawa hanacaraka. Dari 20 huruf pegon ini, tiga diantaranya yakni ca, pa, dan ga diambil dari huruf Parsi.
Sedangkan ada dua huruf lainnya yaitu, nya dan nga yang menjadi rekaan asli dari huruf Jawa. Kendati catatan ini belakangan banyak menuai kritik dari beberapa kalangan akademisi dan peneliti, namun saya rasa, catatan tersebut membantu siapa saja untuk mengetahui dasar muasal dari tulisan Arab Pegon.
Pada dasarnya tulisan Arab pegon oleh ulama terdahulu diperuntukkan kepada masyarakat Jawa yang belum terbiasa dengan bahasa Arab. Mereka diajari menulis huruf Arab, mempelajari kitab-kitab dasar, dan dipicu konstruksi berpikirnya supaya merasa dekat dengan ajaran Islam.
Maka ada banyak pesantren, atau malah kitab-kitab dari leluhur muslim kita yang di memiliki catatan menggunakan tulisan Arab pegon, baik pegon versi gundul maupun tidak. Pegon gundul sendiri biasanya ditulis tanpa menggunakan harakat.
Kegunaan Arab Pegon
Titik Pudjiastusi dalam artikelnya Tulisan Pegon Wujud Identitas Islam-Jawa (2009) mencatat ada beberapa perkembangan penggunaan Arab pegon. Tulisan pegon juga digunakan untuk penulisan sastra dalam khazanah kebudayaan Jawa.
Meski pun sastra-sastra ini secara muatan juga lekat dengan pesan-pesan keislaman. Beberapa sastra itu antara lain Serat Ahmad Muhammad, Serat Anbiya, Serat Yusup, Babad Banten, Babad Demak, Serat Centini, Serat Jatiswara, Serat Jaka Tarub, dan Serat Candrakirana.
Oleh karena tulisan pegon digunakan untuk menulis sastra, maka lazim juga didapati ada beberapa surat yang ditulis dengan pegon. Surat di sini tidak hanya berarti alat komunikasi, tetapi juga bersifat pribadi dan atau mencakup dokumen resmi milik kerajaan atau kesultanan.
Seperti misalnya surat yang ditulis oleh Bagus Ngarpatem pada 23 Ramadan 1770. Belakangan tulisan pegon juga kita dapati pada rajah atau buku pengobatan.
Untuk rajah, hanya beberapa tulisan pegon yang digunakan seperti Allah, Muhammad, alif, dan alif-lam dengan ketentuan posisi yang bervariasi. Adapun di buku pengobatan, tulisan pegon biasanya ditulis dengan kalimat yang lebih panjang.
Saya rasa tidak terlalu berlebihan, jika menyebut Islam itu sebagai agama yang cenderung moderat dengan menoleransi kebudayaan setempat. Indikasi tulisan Arab pegon sebagai salah satu produk dakwah, nyatanya bisa diterima-lestarikan oleh masyarakat sampai hari ini.
Hal ini menjadi prototipe strategi dakwah ramah yang berjarak dengan umpatan, caci maki, fitnah, perang, apalagi pedang. Wallahul’alam.