Cegah Paham Radikalisme, PPI Imbau Semua Guru Memahami Toleransi
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Demi mencegah paham radikalisme merangsek masuk ke dunia pendidikan, Kementerian Agama (Kemenag), beberapa pekan lalu, hendak merevisi isi buku ajaran agama murid sekolah yang tengah berlaku di semua tingkatan.
Revisi tersebut, Jejen Musfah selaku Pengamat Pendidikan Islam (PPI), mengatakan bahwa perubahan isi buku ajar agama itu harus memuat konten toleransi berbasis norma agama, sejarah nabi dan sahabat.
Selain itu, toleransi yang berbasis praktik (yang merujuk pada kearifan lokal atau budaya Indonesia), juga harus ditonjolkan.
“Toleransi berbasis pengenalan rumah ibadah dan ritual ibadah agama lain juga perlu dimasukkan dalam buku versi terbaru,” katanya, di Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Setelah dirilis Desember mendatang, harapnya, buku ini mampu menjangkau sekolah dan madrasah, baik negeri mau pun swasta di penjuru Indonesia. Bahkan, ia juga mengganggap rasa toleransi guru sangat menentukan tercapai atau tidaknya pesan yang terkandung dalam buku kepada murid.
“Guru harus memahami pentingnya toleransi dan menyampaikannya dengan cara menyenangkan,” papar dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini.
Di sisi lain, ia menilai jika perlu adanya kurikulum moderasi beragama untuk pesantren. Dengan demikian, kurikulum dan kitab-kitab yang digunakan pesantren harus aman dari radikalisme.
“Saya menyarankan agar pesantren dapat mengembangkan sikap berpikir kritis kepada santri-santrinya. Sedangkan yang menjadi kelemahan pesantren pada umumnya adalah kurangnya sikap berpikir kritis,” jelasnya.
Sebab pesantren, lanjutnya, selama ini hanya fokus pada saja. Misalnya, seperti menghafal kitab dan al-Quran. Sementara budaya berpikir kritisnya kurang berkembang.
“Metode pembelajaran pesantren harus mengembangkan cara berpikir kritis, dan mengembangkan keterampilan abad 21 seperti komunikasi, menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya membuat peraturan untuk membuat standar tenaga pengajar di pesantren. Sebab guru-guru di pesantren sebisa mungkin harus mengantisipasi paham keagamaan yang radikal. Maka standar guru pesantren harus moderat dan Ahlus-sunnah wal jama’ah.
“Saat merekrut guru untuk pesantren perlu dipastikan mereka tidak punya ideologi menentang Pancasila dan NKRI. Jadi untuk mendapat guru yang memenuhi standar bisa dimulai sejak merekrut tenaga pengajar untuk pesantren. Kemudian prosesnya bisa dalam bentuk pelatihan moderasi beragama untuk guru-guru pesantren,” pungkasnya.