Rampai Teladan Sayyidina Abu Bakar As-Shidiq
HIDAYATUNA.COM – Generasi sahabat merupakan generasi terbaik dalam peradaban islam. Sebagaimana dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik zaman adalah zamanku, kemudian generasi yang setelah mereka.” Dalam hadis lain, beliau Saw menyebutkan, “Setiap abad dalam generasi umatku pasti ada para pionernya (dalam kebaikan).
Sahabat merupakan sebutan bagi orang-orang yang hidup di zaman Rasulullah, lalu beriman dan mengikuti ajarannya. Sayyidina Abu Bakar As-Shidiq merupakan sahabat Nabi yang pertama kali beriman dari kalangan laki-laki.
Sama halnya seperti Sayyidatuna Khadijah yang pertama kali beriman dari kalangan perempuan, dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang pertama kali beriman dari kalangan anak-anak.
Keistimewaan Sayyidina Abu Bakar tentunya tak dapat dipandang sebelah mata. Gelar yang beliau dapatkan pun mencirikannnya sebagai seorang yang teguh prinsip dan yakin akan kebenaran sehingga diberi gelar dengan sebutan Ash-shidiq (yang membenarkan).
Ketika semua orang tak percaya dengan peristiwa isra mi’raj-nya Nabi Muhammad Saw, beliau-lah yang pertama kali membenarkannya.
Tak hayal jika Nabi Saw sangat mengutamakannya di antara sahabat-sahabat lainnya. Sebagaimana dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad Saw menyatakan, “Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih selain Rabb-ku, pastilah aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Namun cukuplah persaudaraan se-islam dan kecintaan karenanya.” (Riwayat Abu Sa’id).
Sosok Sayyidina Abu Bakar pun merupakan sahabat yang paling dicintai oleh Baginda Nabi Muhammad Saw. Suatu ketika seseorang menemui Rasulullah, lalu bertanya, “Siapakah orang yang Anda cintai? Beliau menjawab, “Aisyah”. Kemudian orang tersebut bertanya lagi, “Dari kalangan laki-laki?” Rasulullah pun menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar).” (Riwayat Amr bin Ash)
Jelaslah dari hadis tersebut bahwa Sayyidina Abu Bakar merupakan orang yang paling dicintai Rasulullah Saw dari kalangan laki-laki.
Bersifat Wara’ dalam Segala Hal
Dalam kitab hilyatul auliya’, Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa Zaid bin Arqam bercerita : “Abu Bakar Shidiq memiliki seorang budak yang bekerja untuk dirinya. Suatu malam, sang budak datang kepada Abu Bakar dengan membawa makanan untuknya. Tak seperti biasanya, pada malam itu Abu Bakar langsung menyantap semua makanan tanpa menanyakannya terlebih dahulu.
Maka budak itu pun berkata, “Wahai Abu Bakar, setiap malam ketika aku memberi makanan, engkau selalu bertanya sebelum memakannya. Tapi malam ini, mengapa kau tak bertanya dulu?”
Abu Bakar menjawab, “Aku sangat lapar, jadi lupa untuk bertanya. Memangnya kau dapatkan makanan ini dari mana?”
Budak itu berkata, “Dulu, pada masa jahiliyah, aku pernah melintasi suatu kabilah & mengobati mereka dengan jampi-jampi jahiliyah. Mereka berjanji akan memberikan sesuatu untukku. Hari ini, aku melintasi mereka yang kebetulan sedang merayakan pesta perkawinan. Mereka pun memberiku makanan pesta itu.”
“Kalau begitu, kau hampir saja membinasakan aku,” timpal Sayyidina Abu Bakar. Beliau pun langsung memasukkan tangan ke tenggorokannya, berharap segera muntah. Lalu orang itu berkata padanya, “Semua ini kau lakukan hanya karena satu suapan tadi?”
Sayyidina Abu Bakar pun menjawab, “Seandainya satu suap ini tak bakal keluar kecuali harus dengan nyawaku, pasti aku akan mengeluarkannya. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Setiap tubuh yang tumbuh dari makanan haram, maka neraka lebih pantas untuknya.’ Karena itulah aku sangat takut sedikit tubuhku tumbuh dari suapan ini.”
Inilah yang harus kita teladani. Memperhatikan setiap apapun yang masuk ke dalam tubuh kita. Begitu hati-hatinya beliau sehingga dalam hal memilih makanan pun sangat teliti. Kecintaaannya kepada Nabi Saw, beliau aplikasikan dengan menjadikannya panutan dalam seluruh gerak gerik tubuhnya.
Pemimpin yang Sangat Rendah Hati
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, Sayyidina Abu Bakar merupakan khalifah pertama, pemimpin pengganti Rasulullah SAW pasca beliau wafat. Siapa sangka, kepribadiannya yang lembut & teguh akan prinsip, tak begitu saja berubah dalam dirinya walaupun sudah menjadi seorang pemimpin.
Ketika sebelum menjadi khalifah, Sayyidina Abu Bakar sudah biasa memerah susu kambing milik Bani Hayy untuk mereka. Ketika Sayyidina Abu Bakar dipilih menjadi khalifah, seorang gadis berkata, “Sekarang tidak ada lagi orang yang memerah susu untuk kami.”
Mendengar hal itu, Sayyidina Abu Bakar langsung mengunjungi mereka dan berkata, “Tidak begitu. Demi Allah, aku akan tetap memerah susu untuk kalian. Sungguh aku berharap, apa yang kini aku masuki (tugas kekhalifahan) tidak mengubah akhlak & kebiasaanku sebelumnya.”
Hingga akhirnya Sayyidina Abu Bakar pun tetap memerah susu untuk mereka. Bahkan sering menawarkannya untuk memilih antara susu berbuih atau yang sudah dimurnikan. Sesekali mereka menginginkan berbuih, dan sesekali mereka memilih dimurnikan. Sayyidina Abu Bakar pun tetap melayani mereka sesuai pilihan-pilihannya.
Ini tentunya menjadi tamparan bagi kebanyakan kita saat ini. Jabatan dapat dengan mudah mengubah eksistensi kita yang dahulu. Sudah semestinya kita resapi rampai teladan Sayyidina Abu bakar ini sebagai bekal menjalani kehidupan di masa yang akan datang
Sebagaimana dalam sebuah hikmah dikatakan bahwa manusia hanya terpengaruh oleh karakter, bukan ucapan. Seorang ‘arif berkata: “Pengaruh pribadi dan kesucian hati seseorang terhadap seribu orang lebih baik daripada ucapan seribu orang terhadap satu orang sekalipun.”