Ramadhan Momentum Memelihara Taqwa: Mengetuk Langit, Mengubur Kebencian
Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan suci, dan selamat tinggal caci maki.
HIDAYATUNA.COM – Puasa di bulan suci Ramadhan merupakan momentum yang paling dirindukan oleh umat muslim di seluruh dunia. Spirit kegembiraan menggema dari pelosok desa sampai pusat-pusat kota.
Meskipun tahun ini, ibadah puasa kembali mengulang kemurungan karena keterbatasan gerak, kemeriahan yang harus ditunda. Hal ini benar-benar mengajari kita untuk mengintrospeksi diri selama pandemi.
Jika kita mau jujur, di era pandemi Covid-19 sebenarnya mengajak untuk lebih dekat kepada Tuhan dan menjadikan setiap gerak sebagai jembatan mendapat rida-Nya. Sebab di sana terdapat mutiara keberkahan yang sepatutnya kita mengambilnya.
Sebagaimana perintah melaksanakan ibadah puasa yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah, ayat 183 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa.”
Taqwa yang Sesungguhnya
Takwa menjadi puncak dari orang Islam dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Kendati demikian, apakah takwa itu?
Dikutip dari Republika.co.id, suatu ketika, Abu Hurairah ditanya oleh seseorang, “Wahai Abu Hurairah, apakah yang dimaksud dengan takwa itu?”
Abu Hurairah tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi memberikan satu ilustrasi. “Pernahkah engkau melewati suatu jalan dan engkau melihat jalan itu penuh dengan duri? Bagaimana tindakanmu untuk melewatinya?”
Orang itu menjawab, “Apabila aku melihat duri, maka aku menghindarinya dan berjalan di tempat yang tidak ada durinya, atau aku langkahi duri-duri itu, atau aku mundur.”
Abu Hurairah cepat berkata, “Itulah dia takwa!” (HR Ibnu Abi Dunya)
Tidak semestinya takwa hanya dimaknai sebagai ketakutan terhadap Tuhan karena ketakutan pada Tuhan hanya bagian kecil dari ketakwaan itu sendiri. Lebih dari sekadar takut, esensi dari takwa seperti yang dikatakan oleh Buya Hamka adalah memelihara hubungan yang baik dengan Allah SWT.
Ramadhan Momen Memelihara Ketaqwaan
Dalam ranah memelihara taqwa, sebagaimana dikutip Kalamsindo, jangan sampai jatuh pada perbuatan yang tidak diridai-Nya. Memelihara atas semua yang perintah-Nya. Memelihara kaki jangan terperosok ke lubang yang penuh dengan lumpur atau duri.
Lebih-lebih harus memelihara diri untuk tidak mencaci maki, menahan ujung jari kita supaya tidak meng-klik layar dengan penuh dengki, kebencian dan hoax.
Inilah saat yang paling bagus untuk mengetuk langit, merayu Tuhan dengan segala kebaikan, memujuknya untuk melimpahkan segala karunia dan kesejahteraan bagi kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Kebaikan-kebaikan yang kita tanam di bulan suci Ramadhan, pada masanya kita juga yang akan memetiknya.
Maka dari itu, sudah selayaknya untuk memperbanyak amal kebaikan di bulan suci ini. Sebisa mungkin menjauhi setiap larangan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Meninggalkan Caki Maki
Buya Hamka menambahkan bahwa dalam takwa, banyak terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakal, ridha, dan sabar. Takwa adalah pelaksanaan dari iman dan amal salih.
Bahkan, dalam kata takwa terkandung juga arti berani. Dari sini, benih-benih cinta harus terus tumbuh dan mengakar kuat dalam kehidupan berbangsa dan beragama.
Sebab tidak menutup kemungkinan di era yang serba instan dan penuh dengan kebencian di media sosial, cinta kasih dan tawakal dan kesabaran akan pupus. Itu akan ditimbun dengan kabar hoax, kebencian, rasisme, dan intoleransi.
Dengan demikian, kita sepenuhnya menjadikan puasa sebagai bulan tanpa caci maki, tanpa kekerasan di dalam kehidupan nyata dan ruang-ruang virtual. Sudah saatnya membasahi laku sehari-hari dengan penuh belas kasih, perdamaian dan mencegah banjirnya kebencian baik di dunia yang tampak dan dunia maya.