Ramadhan Kita yang Mahal, Sebuah Refleksi

 Ramadhan Kita yang Mahal, Sebuah Refleksi

Kisah Salman Al-Farisi Ketika Masuk Islam (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Setiap menjelang Ramadhan, ada semacam trend unik di tengah umat Islam negeri kita. Trend itu adalah kebutuhan ekstra untuk membiayai ini dan itu terkait semarak Ramadhan.

Ada begitu banyak ‘agenda Ramadhan’ yang rupanya butuh biaya ekstra. Hitung punya hitung, ternyata jumlahnya tidak bisa dibilang murah juga.

Memang kalau dipikir-pikir, rasanya agak terbalik dari syariat Ramadhan aslinya. Idealnya sebulan berpuasa itu mengajarkan kita untuk hidup hemat, mengurangi makan minum dan menahan hawa nafsu.

Ramadhan itu menempa hidup sederhana, makan dan minum pun sengaja dikurangi.

Tapi lain teori lain praktek di lapangan yang sesungguhnya. Justru Ramadhan datang dengan tidak bisa dilepaskan dari biaya dan kebutuhan untuk belanja-belanja.

Setiap hari ada biaya khusus untuk menyiapkan hidangan berbuka puasa. Menunya pasti beda dengan sekedar makan keseharian.

Selain pemain utama nasi dan lauknya, tampil pula aneka ragam kuliner khas bulan puasa. Ada kurma, kolak dan biji salak.

Ada kebutuhan biaya untuk bikin berbagai acara terkait Ramadhan. Ada tagihan untuk bagi-bagi hadiah, santunan dan Tunjangan Hari Raya (THR).

Belum lagi kebutuhan berbiaya tinggi lainnya seperti untuk pulang mudik yang seolah sudah jadi rukun Islam ‘keenam’. Kalau tidak mudik rasanya seperti melakukan kejahatan jinayat dan dosa besar tak terampuni.

Kita pusing kudu siapkan biaya tambahan untuk service kendaraan, malah ada merasa perlu beli mobil atau motor baru.

Yang lainnya kudu merogoh kocek lebih dalam untuk beli tiket kendaraan umum seperti bus, pesawat, kereta api dan lainnya. Dan kecenderungannya tarifnya ikut merangkak naik.

Sampai di kampung halaman, tidak mungkin kalau tidak partisipasi sumbang sama sumbang sini. Minimal bawakan oleh-oleh buat keluarga.

Nanti menjelang akhir Ramadhan, masih ada lagi biaya untuk beli baju baru, biaya beli dan kirim parcel, hampers, hadiah lebaran.

Di hari lebaran sendiri identik dengan halal bi halal dan open house. Pastinya tidak bisa dihindari dari biaya makan-makan yang tidak murah. []

Ahmad Sarwat

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *