Rahasia Sukses Para Ulama dalam Melatih Nafsu

 Rahasia Sukses Para Ulama dalam Melatih Nafsu

Keajaiban Intelektual Imam Ibnu Hajar: Sebuah Eksplorasi Kecerdasan dan Dedikasi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling istimewa di antara makhluk-mahkluk ciptaan-Nya, karena ia diberi dua bekal besar sekaligus, yakni akal dan nafsu. Rahasia sukses para ulama dalam melatih nafsu akan diulas di sini.

Dengan akal manusia dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan sehingga ia dapat bertindak benar sendangkan dengan nafsu manusia dapat memiliki keinginan untuk terus maju.

Dua bekal besar itulah yang membuat manusia menjadi makhluk yang paling istimewa. Manusia berbeda dengan malaikat karena malaikat hanya diberi Allah satu bekal yakni akal.

Sehingga ia selalu taat kepada Allah Swt dan manusia berbeda dengan hewan karena hewan hanya diberi satu bekal, yakni nafsu sehingga ia hanya melakuhkan perbuatan yang cenderung merusak diri sendiri.

Sebenarnya jika manusia mampu melatih nafsunya kearah yang baik, maka nafsu berperan sangat penting bagi manusia dalam hidup di dunia, karena dengan nafsu inilah Allah menggerakkan manusia untuk terus memajukan Bumi, membangun peradaban yang sekarang dapat kita rasakan.

Namun sebaliknya jika manusia tidak mampu melatih nafsunya, maka ia akan terus menggiring manusia untuk terus berbuat kejahatan. Allah Swt berfirman dalam Q.S. Yusuf ayat 53:

اِنَّ النَّفْسَ لَأَمَارَةٌ بَالسُّوْءِ اِلَّا مَارَحِمَ رَبِّيْ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Artinya:

”Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku maha pengampun lagi maha penyayang,” (Q.S. Yusuf ayat 53)

Nafsu akan terus ada dalam diri manusia selama manusia itu masih hidup dan nafsu tidak bisa dikendalikan karena ia diciptakan bukan untuk dikendalikan melainkan untuk mengendalikan. Imam Al-Bushiri menyatakan dalam burdahnya

مَنْ لِيْ بِرَدِّ جِمَاحٍ مِنْ عَوَايَتِهَا ۝ كَمَا يُرَدُّ جِمَاحُ الْخَيْلِ بِاللُّجُمِ

Artinya:

”Siapa yang mampu mengendalikan amukan nafsuku, seperti mengendalikan amukan kuda dengan sebuah kendali.”

Meskipun ia tidak dapat dikendalikan oleh manusia akan tetapi nafsu dapat dilatih oleh manusia untuk terus berbuat baik.

Dengan melatih nafsu manusia dapat dengan mudah mengarahkannya agar nafsu tersebut menjadi pendorong untuk terus berbuat baik serta dapat menjadi pendorong untuk terus semangat dalam belajar.

Sebelum mengetahui rahasia para ulama sukses dalam mengendalikan nafsu, alangkah baiknya mengetahui macam-macam tingkatan nafsu terlebih dahulu agar kita semua dapat dengan mudah mengetahui sudah sampai manakah tingkat level nafsu kita.

Menurut Imam Ahmad Al-Showi nafsu memiliki tujuh macam tingkatan yakni sebagai berikut.

Pertama, nafsu amarah. Yakni nafsu yang selalu memberi perintah buruk dan yang selalu mendorong manusia untuk terus bersifat bakhil, cinta dunia, dengki, sombong, kesenangan buta dan marah.

Kedua, nafsu lawamah. Menurut ulama tasawuf nafsu lawamah adalak nafsu yang selalu mendorong manusia untuk terus mencela, senang-senang, merekayasa, menggunjing, pamer, berbuat dholim dan terlena. Nafsu inilah yang membuat manusia lalai akan kewajiban-kewajibannya.

Ketiga, nafsu mulhamah. Yakni nafsu yang mendapatkan ilham dari Allah Swt, nafsu mulhamah selalu mengajak manusia untuk terus berbuat dermawan, menerima apa adanya, taubat, sabar, rendah hati dan berani bertanggung jawab.

Keempat, nafsu muthmainah, yakni nafsu yang mendorong manusia untuk terus berbuat kebaikan seperti, berbagi, gemar ibadah, syukur, pasrah, ridlo dan takut kepada Allah.

Kelima, nafsu rodliyah. Yakni nafsu yang selalu pasrah akan ketentuan-ketentuan Allah, nafsu tersebut menumbuhkan sifat  zuhud, ikhlas dan wira’i.

Keenam, nafsu mardiyah. Yakni nafsu yang telah mendapatkan rido dari allah swt karena ia telah rido dengan ketentuan allah, nafsu mardiyah memunculkan akhlak baik, meninggalkan semuanya selain allah, mengasihi para makhluk, pemaaf, dan mencintai sesama makhluk.

Ketujuh, nafsu kamilah. Yakni tingkatan nafsu yang paling tinggi, nafsu kamilah memunculkan sebuah keyakinan yang hakiki terhadap Allah Swt bukan hanya sekedar prasangka.

Itukah tingkatan-tingkatan nafsu yang sudah di sepakati oleh para ulama. Sedang rahasia para ulama sukses dalam melatih nafsu sehingga nafsu tersebut bertahap demi bertahap menjadi nafsu kamilah adalah dengan melakuhkan riyadloh.

Riyadloh sendiri menurut para kaum sufi memiliki arti meninggalkan segala larangan-larangan Allah dalam bentuk amalan-amalan tertentu, waktu tertentu dan cara tertentu.

Sedang dalam dunia pesantren riyadloh lebih dikenal dengan sebutan tirakat yang artinya meninggalkan sesuatu yang disenangi oleh nafsu.

Menurut Imam Al-Ghozali bentuk pokok dari riyadloh jumlahnya ada empat yakni sebagai berikut.

Pertama, kholwat. Yakni menyendiri dalam kesunyian, karena jika ia selalu berbaur dengan khalayak ramai ia akan dengan mudah terkena hiruk pikuk kegiatan manusia seperti mencintai kedudukan, jabatan dan mencari perhatian orang lain dari ilmunya, amalnya serta hartanya.

Menurut al-Ghazali hal tersebut lebih berbahaya daripada cinta dunia. Dengan melakuhkan kholwat, maka manusia dapat dengan mudah menghindari bahaya-bahaya tersebut.

Kedua, diam. Para ulama menentukan diam sebagai pokok dari riyadloh karena dengan cara diam manusia dapat menhindari segala ucapan yang di luar batas kebaikan. Karena keinginan jahat dari nafsu terkadang dapat diwujudkan melalui ucapan.

Ketiga, menahan lapar. Para ulama sepakat bahwa pokok terpenting untuk menundukkan nafsu amarah adalah menahan lapar.

Karena menahan lapar berbeda dengan amalan-amalan lainnya yang hanya mampu menahan aksi dari nafsu amarah secara sementara saja.

Keempat, menghabiskan waktu malam untuk beribadah. Terkadang manusia beranggapan bahwa begadang pada malam hari adalah tindakan yang negtif sedang yang postif adalah tidur.

Padahal anggapan tersebut hanyalah alat untuk menutupi kemalasannya.

Setiap detik waktu, baik siang maupun malam itu adalah jatah waktu yang diberikan Allah Swt. Oleh karenanya kita harus memanfaatkan waktu-waktu tersebut dengan baik, bukan hanya siang saja melainkan memanfaatkan waktu malam untuk terus beribadah kepada Allah, seperti berdzikir, salat malam dan ibadah-ibadah lainnya.

Demikianlah rahasia sukses para ulama dalam melatih nafsu dengan mengetahui hal-hal tersebut perlahan-lahan akan merubah nafsu amarah menjadi nafsu lawamah.

Kemudian menjadi nafsu mulhimah, kemudian menjadi nafsu muthmainah, kemudian menjadi nafsu rodliyah, kemudian menjadi nafsu mardliyah dan kemudian sampai pada tingkatan nafsu yang paling tinggi yakni nafsu kamilah.

Fuad Efandi

Pengajar di Pon-Pes Al-Ishlah Mataram Baru dan belajar di STAI Darussalam Lampung. Dapat disapa melalui Facebook Kang Efandi.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *