Puasa Ramadan Penjarakan Nafsu, Merdekakan Jiwa

 Puasa Ramadan Penjarakan Nafsu, Merdekakan Jiwa

Cerita Ketika Seorang Sahabat Memakai ‘Cangkem Elek’ (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Marhaban Ya Ramadan, Marhaban Ya Syahrash-shiyam. Sebuah nikmat tiada tara melebihi apa pun itu bagi setiap insan yang masih berjumpa Ramadan, bulan mulia, penuh berkah, dan berlipatnya pahala di tahun ini.

Selama sebulan ke depan kita ada dalam kereta Ramadan yang oleh Nabi. Sudah sering kita dengar dalam sabdanya disebutkan bahwa, “Barangsiapa berpuasa dengan penuh keimanan dan semata-mata mengharapkan pahala-Nya, maka akan diampuni segala dosa-dosa yang telah lalu.” (Mukhtar al-Ahadist, no. 1225, hlm. 171)

Lisensi dari Nabi di atas tentu saja tidak bisa didapat semudah membalik telapak tangan. Perlu perjuangan, kesungguhan, dan keistiqamahan. Salah satunya dengan memenjarakan nafsu yang selama ini, di luar Ramadan, selalu kita turuti.

Imam al-Bushiri dalam Qasidah Burdah bait ke-18 menyebutkan bahwa nafsu itu seperti bayi. Jika kita turuti akan tetap menyusu, bila kau sapih ia akan tinggalkan selalu ingin tetap menyusu.

Maka, lanjut Imam Bushiri, kendalikanlah nafsumu agar ia tidak menguasai dirimu. Sebab, ketika sudah menguasaimu maka akan mencelakakanmu.

Menuju Kemerdekaan Jiwa

Mengendalikan nafsu memang tidak mudah, apalagi sering menurutinya. Maka, menurut Imam Bushir pada bait ke-19, gembalakanlah nafsu itu sebagaimana engkau mengembalakan hewan ternak. Kalau sudah terlalu enak, maka pindahkanlah.

Metafor tersebut menggambarkan nafsu dalam diri manusia, yang apabila teru menerus diikuti akan mencelakakan. Ramadan adalah momentum untuk mengatur, menahan dan mengendalikan nafsu disaat lapar dan dahaga menyerang. Penting untuk “melaparkan” dan “mendahagakan” diri dari segala yang dapat merusak esensi puasa.

Secara lahiriah, kebanyakan orang — meski tidak menutup kemungkinan akan berbuka sebelum waktunya karena tidak kuat — pasti kuat menahan lapar dalam puasa Ramadan. Tentu, amal lahiriah saja tidak cukup tanpa diiringi dengan amal bathin (hati) – dalam Alqur’an disebut dengan tazkiyatun nafs (mensucikan jiwa).

Amal bathin (hati) seperti menahan tidak berkata yang kotor, ghibah, mengadu domba, berbohong, dan lainnya. Disinilah urgensi Ramadan bagi manusia, “melaparkan diri” dari hal-hal yang dapat merusak substansi puasa.

Menjauhi hal-hal di atas butuh tenaga ekstra. Karena itu, cukup relevan untuk menghadirkan hadis Nabi yang berbunyi;

من حسن اسلام المرء تركه مالا يعنه

Terjemah :

Sebagian dari tanda baik tidaknya Islam seseorang adalah ketika ia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya. (Mukhtar al-Ahadist, no. 1182, hlm. 143)

Patokannya adalah kebermanfaatan bagi diri kita. Sebisa mungkin kalau tidak bermanfaat bagi diri, jauhi. Tidak kalah pentingnya adalah mencari circle untuk menambah kualitas pengetahuan kita selama Ramadan.

Isi Ramadan dengan Kegiatan Bermanfaat

Menambah Ilmu kualitas selama Ramadan akan menghantarkan kita semakin baik dalam menjaga kualitas puasa kita. Caranya dengan mengikuti berbagai Ngaji Posonan yang diadakan oleh berbagai Pondok Pesantren melalui channel youtube, FB, IG, dan lain-lain.

Dengan begitu, puasa kita betul-betul untuk Allah tanpa embel-embel lainnya. Bukankah Allah pernah berfirman “Bukankah Aku Tuhanmu? (alastu bi-rabbiku).” Lalu kita menjawab, “Iya, benar. Kami bersaksi Engkaulah Tuhan kami (qalu bala syahidna).” (QS. Al-A’raf [7]: 172)

Begitupula dengan puasa yang dijalan, semata-mata kita “persaksikan” untuk Allah sebagaimana dulu kita pernah bersaksi Alllah lah satu-satunya Rabbun kami.

Dengan demikian kemerdekaan jiwa kita dapatkan. Kemerdekaan hakiki yang tanpa paksaan dari mana pun. Kita menyadari bahwa Ramadan tidak hanya kewajiban formalistik belaka, akan tetapi suatu bentuk kepasrahan, ketundukan, dan ketaatan secara totalitas seorang hamba.

Serta layak menyandang predikat yang oleh Nabi disebutkan dalam hadinya di atas yakni mendapat ampunan terhadap dosa-dosa yang telah lalu. Juga mendapatkan titel la’allaku tattaqun (orang-orang yang bertaqwa).

Semoga kita dapat menjalankan puasa Ramadan dengan kemudahan. Wallahu’alam bish-showab.

Abdus Salam

Santri di PP. Sunan Pandanaran, Yogyakarta

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *