Puasa Ramadan dan Latihan Puasa Sepanjang Hidup

Peneliti Sebut Puasa Senin-Kamis Bisa Bikin Awet Muda (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Setiap bulan Ramadan umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa. Puasa adalah ekspresi keberislaman di mana seorang muslim diwajibkan menahan lapar, dahaga, dan berbagai hawa nafsu lainnya.
Puasa Ramadan dimulai dari menjelang subuh hingga matahari mulai terbenam. Berpuasa menurut Syekh Muhammad Nursamad Kamba dalam Kids Zaman Now: Menemukan Kembali Islam (2018), artinya ialah menahan diri dari godaan-godaan, hasrat-hasrat, kecenderungan-kecenderungan jiwa dan kebutuhan biologis.
Tradisi berpuasa sesungguhnya tidak hanya milik umat Islam. Di agama-agama lain yang masih dalam satu kategori agama Samawi, macam Kristen dan Yahudi, puasa juga menjadi salah satu ritual ibadah di samping ibadah lainnya.
Perbedaannya hanya di bentuk dan tata cara berpuasanya. Akan tetapi secara substansi, puasa dalam agama Samawi sama-sama bermakna sebagai jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Cara ini melalui mekanisme menahan diri dari segala kekangan hawa nafsu yang biasanya berjalan tanpa kendali.
Ibadah Personal yang Istimewa
Dari seluruh rukun Islam, puasa merupakan ibadah yang sangat personal. Untuk mengetahui seseorang menjalankan puasa atau tidak, hanya dapat diketahui oleh Allah dan si orang yang berpuasa.
Hal ini berbeda dengan rukun Islam lain seperti salat, zakat, atau berhaji yang secara kenampakan visual dapat dilihat secara kasat mata. Puasa tidak bisa dilihat.
Sangat mungkin orang yang nampak seperti sedang berpuasa karena terlihat lemas menjalani aktifitas harian sebenarnya malah tidak berpuasa. Bisa pula orang-orang yang terlihat segar-bugar seakan-akan tidak berpuasa, malah justru sedang berpuasa.
Tidak ada ukuran pasti dan mekanisme final seseorang puasa atau tidak selain Allah sendiri yang menilai. Oleh karena itulah, puasa sebenarnya menjadi ibadah yang sangat sunyi dan intim antara seorang hamba dan Sang Penciptanya. Ketika berpuasa, tidak ada perantara selain dirinya sendiri dengan Allah.
Puasa yang diperintahkan dalam Islam terbilang unik dibanding ibadah lainnya. Ketika seseorang berpuasa, ia tidak serta merta menghentikan aktifitasnya sehari-hari. Ia justru tetap beraktifitas seperti biasa.
Hal demikian berbeda dengan ibadah lain yang justru mengambil waktu khusus dari aktifitas harian seseorang. Puasa malah berjalan beriringan dengan aktifitas rutin seseorang.
Tolok Ukur Keimanan Manusia
Konsekuensi logis dari hal ini kualitas puasa seseorang makin punya derajat tinggi ketika ia ada di tengah keramaian atau di tengah aktifitas rutinnya. Semakin besar dan banyak godaan di sekeliling orang puasa, semakin tinggi nilai puasanya.
Oleh sebab itu, seseorang yang puasa tidak perlu meminta orang yang tidak berpuasa untuk menghargai dirinya yang berpuasa. Justru dengan membiarkan hidup berjalan seperti biasa dengan godaan yang semakin besar, nilai puasa malah makin bertambah.
Puasa yang artinya menahan diri benar-benar menemukan ujian sepadan ketika hidup berjalan normal. Tanpa perlu ada penutupan warung makan atau penutupan tempat hiburan demi alasan menghargai mereka yang puasa.
Hal ini apabila berjalan konsisten, akan berdampak pada pembentukan karakter seseorang ketika nanti bulan Ramadan berlalu. Di situlah letak keunikan dan keistimewaan puasa di banding ibadah lain.
Puasa Sepanjang Hidup
Puasa Ramadan bagi sebagian orang adalah ibadah yang sangat berat. Pasalnya, puasa dilaksanakan berbarengan dengan aktifitas harian kita yang entah itu bekerja atau berkuliah.
Butuh usaha dan kesabaran kuat untuk tetap konsisten menjalankan aktifitas rutin bersamaan dengan puasa. Kalau tidak memiliki keduanya, sulit seseorang bisa tahan dan konsisten berpuasa sebulan penuh. Mungkin itu sebabnya di tengah beban pelaksanaannya yang memang berat, ganjaran yang diterima dilipatgandakan oleh Allah.
Puasa yang berarti menahan diri dari berbagai rupa-rupa keinginan, sebenarnya merupakan esensi kehidupan itu sendiri bila memakai pendapat Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Menurut Cak Nun, hakikat utama dari puasa adalah agar manusia mengerti batas. Melalui puasa, manusia dilatih untuk tahu batas atas dirinya sendiri.
Tahu kapan makan, kapan berhenti makan, tahu sebaiknya makan apa daripada ingin makan apa. Tahu seberapa banyak makanan yang dibutuhkan tubuh daripada yang tidak.
Hidup itu, bagi Cak Nun, ialah tentang bagaimana kita ‘ngegas’ dan ‘ngerem’. Artinya, hidup itu soal bagaimana kita melampiaskan dan bagaimana kita menahan atau mengontrol segala batasan. Hal ini berlaku di berbagai sendi kehidupan manusia.
Di media sosial misalnya. Seandainya tidak berimbang mengelola mekanisme ‘ngerem’ dan ‘ngegas’, yang terjadi kemudian kita malah lepas kontrol dalam bermedia sosial.
Kita jadi tanpa batas mencela seseorang tanpa sebab, jadi tanpa batas menyebarkan berita bohong. Kita jadi tanpa batas menyombongkan kelebihan seakan-akan kitalah yang terbaik.
Ujung dari ini semua yang muncul adalah fenomena merasa paling benar sendiri yang dalam perjalannya akan menimbulkan gesekan satu sama lain. Itulah wajah media sosial kita beberapa tahun terakhir.
Para netizen tidak bisa mengontrol kapan harus ‘ngegas’ kapan harus ‘ngerem’. Semuanya sibuk ngegas dengan melampiaskan berbagai uneg-uneg dan pemikiran tanpa batas.
Puasa Fasilitas Latihan Manusia
Puasa Ramadan menurut Cak Nun adalah mekanisme yang diturunkan Allah sebagai fasilitas latihan manusia untuk mengerti kapan harus ‘ngegas’ kapan harus ‘ngerem’. Maksud Allah membuat mekanisme demikian agar ketika Ramadan berakhir, kita siap untuk menjalani kehidupan dengan mengerti batasnya masing-masing.
Kapan harus memaki, kapan harus memuji, kapan bekerja, kapan istirahat. Kapan marah, kapan bersabar, kapan melampiaskan nafsu, kapan menahannya. Semua menjadi konsekuensi dari mengerti batasan.
Hikmah dari kondisi tersebut, secara tidak langsung meniscayakan kita untuk puasa tidak hanya ketika di bulan Ramadan saja. Tapi berpuasa sepanjang waktu sampai ajal menjemput, puasa ini tentu bukan seperti puasa Ramadan.
Puasa sepanjang waktu maknanya kita berusaha mengerti batas atau mengerti kapan ‘ngerem’ dan ‘ngegas’ dalam kehidupan sehari-hari sepanjang waktu. Inilah puasa terberat sebenarnya.
Kalau hanya sekadar menahan makan dan minum di siang hari, atau menahan agar tidak melampiaskan nafsu seksual, anak kecil pun bisa. Tidak ada yang terlalu istimewa dari hal ini.
Sulitnya adalah berpuasa dengan benar-benar menjaga diri kita dari segala sesuatu yang bukan pada proporsinya. Itulah puasa terberat, yang paling mungkin berhasil menjalani ini semua hanya para Nabi.
Kita semua yang bukan Nabi jelas sulit untuk lulus berpuasa sepanjang hidup. Tapi Allah dengan penuh kasih sayang memberi kita ruang berlatih selama bulan Ramadan agar kita ada persiapan untuk melanjutkan kehidupan yang diberikan Allah dengan sebaik-baiknya.