Pria Ini Pilih Jadi Supir Bus, Meski Anak-anaknya Sukses Dirikan Pesantren

 Pria Ini Pilih Jadi Supir Bus, Meski Anak-anaknya Sukses Dirikan Pesantren

Pria Ini Pilih Jadi Supir Bus, Meski Anak-anaknya Sukses Dirikan Pesantren

HIDAYATUNA.COM, Ciamis – Seorang pria di bernama Welly (56 tahun) tetap memilih menjadi seorang supir bus, meski ketiga anaknya sukses menjadi kiai dan memiliki pondok pesantren di Ciamis, Jawa Barat.

Welly mengaku pekerjaannya sebagai seorang supir bus antar kota sudah ia lakukan puluhan tahun. Ia bekerja sebagai sopir bus armada PO Bus Budiman.

Dengan hasil kerja kerasnya sebagai supir bus, dirinya telah mengantarkan putra-putranya menjadi orang sukses. Dimana ketiga anaknya mendirikan pondok pesantren.

Sekalipun demikian, ia tetap tak akan meninggalkan pekerjaan yang sudah ia geluti puluhan tahun. Namun karena pandemi virus corona, ia sempat berhenti mengoperasikan busnya.

Welly biasa mengoperasikan bus di terminal Bekasi, Jawa Barat. Ia beberapa kali diminta anak-anaknya untuk tidak lagi menjadi supir bus karena alasan fisiknya yang sudah tidak muda lagi.

Namun Welly tetap menyukai pekerjaannya sebagai supir bus. Selama ini ia membiayai putra-putranya dari hasil kerja sebagai supir bus.

Selama libur karena corona, Welly sempat menjadi pengawas pembangunan gedung pesantren Darul Huda. Selama di rumahkan, ia juga mendapatkan bantuan dari pihak perusahaan.

“Alhamdulillah, waktu nganggur kemarin ikut ngawasin pembangunan pesantren. Sekarang sudah kelar pembangunan,” ungkap Welly sebagaimana dikutip Hidayatuna.com dari Beritatrans.com, Sabtu (2i7/6/2020.

Kini setelah operasional bus antarkota dan antarprovinsi (AKAP) telah diizinkan beroperasi, Welly pun bekerja kembali sebagai pengemudi seperti biasa.

Selalu Rindu di Jalan

“Libur kemaren badan malah enggak enak, kalau vakum terlalu lama kadang-kadang rindu di jalan ingat teman-teman,” jelasnya.

Namun karena masih masa pandemi, operasional bus berjalan berbeda seperti biasanya. Kini lebih banyak persyaratan yang dilengkapi penumpang untuk dapat naik angkutan umum.

Hal itu membuat banyak masyarakat enggan untuk berpergian dengan bus. Alhasil banyak armada yang berhenti lebih lama di terminal untuk menunggu bus terisi oleh penumpang.

“Saya satu kali PP (pulang-pergi) satu hari, berangkat dari Tasik tadi jam 6.00 pagi, sampai sini (terminal Bekasi) sekitar 11.30 WIB. Biasanya kalau normal sorean sudah balik lagi ke Tasik,” ujarnya.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *