Potret Perkembangan Fikih di Indonesia (Bagian 1 )
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Segala aspek kehidupan telah diatur oleh Islam, baik syari’at maupun mu’amalah, yangmana keduanya memiliki hukum-hukumnya tersendiri.
Hukum Islam sebagaimana hukum-hukum lain, dapat dikaji dari tiga aspek yakni filsafat dan kosep dasar hukum, teks umum (hukum yang sebenarnya), dan hukum sebagai fenomena empiris.
Dalam filsafat dan konsep dasar hukum, kajian hukum Islam meliputi persoalan-persoalan, seperti filsafat hukum Islam yang sebenarnya, sumber-sumber hukum Islam, teori-teori atau kaidah-kaidah hukum (qowa’id al-fiqhi).
Kitab-kitab fiqih Indonesia awal seperti Shirot al-Mustaqim, karya Nur al-Din al-Raniri, wafat di India pada 21 September 1658. Produktivitasnya dibuktikan dengan menulis tidak kurang dari 29 karya.
Nur al-Din al-Ranniri lebih banyak membicarakan tasawuf, kalam, hadits, sejarah, dan fiqih itu sendiri. Namun, tidak semua karyanya ditulis selama tujuh tahun di Aceh.
Kitab Shirot al-Mustaqim, misalnya, telah dipersiapkan- setidak-tidaknya sebagian, sebelum kedatangannya di Aceh. Karya-karya al-Raniri bersifat polemis, dan dalam batas-batas tertentu bersifat apologetis.
Al-Ranniri dalam penulisan Shirot al-Mustaqim, yang merupakan oposan dari pemahaman yang menyebar kala itu yaitu doktrin dan ajaran al-Wujudiyah-nya Hamzah Fansuri.
Seperti kitab fiqih yang lain, al-Raniri dalam Shirot al-Mustaqim menulis secara terperinci hal yang menyangkut thoharoh (bersuci), seperti wudlu, shalat, haji, kurban, dan lain-lain. Yang teristimewa dalam kitab Shirat al-Mustaqim adalah kitab fiqih ibadah pertama yang ditulis dalam bahasa melayu.
Memang fiqih sudah diamalkan oleh kaum muslim melayu Indonesia, namun sebelumnya belum ada kitab fiqih yang dapat menjadi referensi. Al-Ranniri merujuk pada kitab fiqih standar dalam menyusun Shirat al-Mustaqim.
Minhaj al-Tholibin karya al-Nawawi, Fath al-Wahhabi Syarh Minhaj ath-Thullab karya Zaariyya al-Anshori merupakan contoh kitb-kitab fiqih standar yang mejadi rujukan al-Raniri.
Ulama lain yang juga produktif menulis kitab fiqih adalah Abd al-Rouf al-Sinkili (1024-1105 H/ 1615-1693 M) 22 karya lebih telah ditulisnya karyanya meliputi berbagai cabang keilmuan Islam, seperti fiqih, tasawuf, tafsir, doktrin-doktrin Ibn al-Arobi dan kewajiban guru dan murid.
Perhatian utamanya adalah rekonsiliasi antara ilmu dzahir dan ilmu bathin. Karenanya, ajarannya termaasuk ajaran neo-sufisme. Kitab fiqih yang utama miliknnya adalah Mir’ad al-Thullab fi Tasyri’ al-Ma’rifat al-Ahkam al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahhab.
Jika Shirot al-Mustaqim-nya al-Ranniri hanya membahas tentng ibadah karya al-Sinkili ini menjelaskan lebih banyak aspek-aspek fiqih baik politik, sosial, eonomi, dan keagamaan kaum Islam.
Bahkan dia adalah ulama pertama di wilayah melayu di Indonsia yang menulis fiqh mu’amalah. Dengan topik yang begitu luas, kitab ini merupakan satu karya penting yang mmbuktikan kepada kaum muslim melayu Indonesia bahwa doktrin-doktrin hukum Islam tidak terbatas pada hukum Islam saja.
Mi’rad ath-Thullab tersebut merujuk terutama pada Fath al-Wahhab karya Zakaria al-Anshori. Ulama lain yang membantu perkembangan syariat di Nusantara adalah Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812) dan Dawud al-Fatani (W. 1259 H/ 1843).
Arsyad al-banjari telah memainkan peran penting yang menentukan dalam menciptakan administrasi hukum islam di kesultanan banjar. Arsyad al-banjari menata kembali pengadilan agama dan mungkin juga sebagian pengadilan umum.
Melalui karya-karyanya Al-banjari juga menyebarkan doktrin-doktrin hukumi islam. Karya utama Arsyad al-banjari yang beredar luas dinusantara dalam bidang fiqh adalah/sabil al-mukhtadin li al-tafaqoh fil amr ad-din.
Kitab ini merupakan salah satu kitab setandar di dunia melayu indonesia. Pendahulunya siroth al-mustaqqim oleh Ar-Ranniri dan Mir’at Al-Thullab nya oleh al-singkili.
Pada pendahuluan nya Arsyad Al-Banjari menyebutkan bahwa kitab sabil al-muhtaddin mulai ditulis pada 1193 H/1779 atas permintaan sultan tahmid Allah, sultan banjar.
Dibagi dalam dua jilid sabil al-muhtaddin masing-masing terdapat sebesar lima ratusan halaman. Kitab ini, menurut azzumardi azra merupakan penjelasan atau sampai batas-batas tertentu adalah revisi atas karya Ar-raniri, siroth al-mustaqqim.
Karena, karya Ar-Raniri tersebut dipandang kurang dapat difahami oleh masyarakat islam diwilayah-wilayah lain di melayu nusantara karna banyak menggunakan istilah bahasa aceh.
Ulama lain yang juga menulis kitab-kitab agama islam adalah Kyai Saleh Darat. Menurut Syaefudin Zohri, buku-buku yang ditulis oleh Kyai Saleh Darat adalah lebih dari sembilan puluh buku, sebagian ditulis dengan bahasa arab, sebagian besar ditulis bahasa jawa ala semarang, serta ditulis dengan bahasa arab pegon.
Karya utama Kyai Saleh Darat dalam ilmu fiqh adalah kitab majmu’at Al-syari’ah Al-Kafiyat li Al-Awwam. Sebagai kitab kumpulan hukum islam buku ini menerangkan dasar-dasar agama islam seperti Islam, Iman dan Ihsan.
Pembahasan dilanjutkan dengan masalah yang berhubungan dengan teori fiqh seperti toharoh, sholat, dan menasik haji.
Ulama lain yang mempunyai komitmen yang besar dalam syari’at Syaikh Muhammad Al-Khatib Al-Minangkabawi bahakan dia menyerang habis-habisan praktik-praktik adat yang bertetangan dengan syariat dia juaga menentang tarekat.
Ahmad Khatib menulis kitab tentang Aqidah dan Syariah kitab tersebut berjudul riyadh al-wardiyah fi ushul al-tauhid wa al-furuq al-fiqhi.
[Bersambung ke Bagian 2]