Posisi Strategis Islam Nusantara
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Ahmad Baso dalam bukunya berjudul “Islam Nusantara: Ijtihad Jenius & Ijma’ Ulama Indonesia, Jilid 1″ menjelaskan tentang kedudukan strategis yang dimiliki Islam Nusantara.
Menurutnya dalam konteks ini Islam Nusantara posisinya tidak hanya menerima pemikiran dari Islam Negara lain, tetapi gagasan dan ide-ide ulama Nusantara juga bisa memberikan warna dengan keunggulan Islam itu sendiri.
Contoh kasus saat Kiai Mojo mengajarkan keunggulan posisi Islam Nusantara.
Saat itu pihak kompeni mengajukan syarat-syarat kepada pihak Diponegoro untuk menghentikan perang.
Merasa didikte oleh pihak kompeni, Pangeran Diponegoro pun akhirnya menolaknya.
“Oleh karena itu, Kiai Mojo akhirnya mendatangi utusan damai Kompeni sambil membawa kitab Fathul-l-Wahhab. Dihadapan kiai mereka, Kiai Mojo mempertegas posisi Islam Nusantara,” ungkap Ahmad Baso dikutip Senin (17/7/2023).
Dengan mengutip surat an-Naml, Kiai Mojo mengatakan kepada pihak Kompeni agar tidak meremehkan umat Islam. Ia meminta kepada pihak kompeni untuk menyerah.
Pada situasi tersebut, Kiai Mojo memberikan pelajaran penting tentang posisi Islam Nusantara dalam pergaulan antar bangsa-bangsa. Bahwa posisi umat Islam ungggul.
Menurutnya itu bukan masalah tinggi hati atau sombong, melainkan masalah harga diri sebagai sebuah bangsa.
Posisi keunggulan Islam Nusantara lainnya bisa dilihat dalam sejarah berdirinya Madrasah Darul Ulum di Mekkah tahun 1934.
Awalnya Madrasah Shaultaiyyah berdiri tahun 1875, merupakan kiblat pendidikan anak-anak Indonesia.
Salah satu yang ikut belajar di Madrasah ini adalah KH Hasyim Asy’arie pendiri organisasi Nahdlatul Ulama dan sejumlah lain asal Indonesia.
Pada suatu ketika ada seorang pengajar di Madrasah tersebut menghina bahasa nasional Indonesia.
Ketika itu ada seorang pelajar Indonesia membaca koran berbahasa Melayu di dalam madrasah, pengajar tersebut marah dan merobek koran tersebut sambil mengejek bangsa Indonesia adalah orang-orang bodoh sehingga sulit melepaskan diri dari penjajahan bangsa asing.
Situasi ini mengusik rasa patriotism pelajar asal Indonesia yang sekolah di Mekkah.
Dari situlah kemudian muncul semangat patriotisme orang-orang Indonesia di sana untuk membela agama dan juga membela kebangsaan Indonesia. []