Posisi Puasa Rajab

 Posisi Puasa Rajab

Posisi Puasa Rajab

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Ada pegawai yang bekerja setiap hari senin sampai jumat. Apabila target mingguannya tercapai, dia dijanjikan tambahan reward oleh atasannya.

Suatu saat dia mendengar kabar bahwa di bulan Januari ada momen spesial di mana pegawai yang mencapai target mingguan di bulan itu akan dinaikkan jabatannya dan gajinya ditambah dua kali lipat. Ternyata setelah diteliti kabar itu tidak benar.
Ketika tahu bahwa kabar ini tidak benar, maka berarti yang berlaku adalah aturan reguler yang awal, yakni bila target mingguannya tercapai, dia dijanjikan tambahan reward oleh atasannya.
Tapi ada pegawai yang menyimpulkan berbeda; Dia justru tidak mau mencapai target di bulan Januari dengan alasan karena kabar itu ternyata bohong dan menganggap pegawai lain yang mencapai target sebagai orang yang dibodohi, padahal dia sendiri yang bodoh.
Kasus puasa Rajab juga demikian. Ada dalil umum yang sahih untuk berpuasa sunnah di semua bulan, terutama di hari spesial seperti hari senin, kamis dan pertengahan bulan.
Ada pula dalil umum yang juga shahih yang mensunnahkan memperbanyak puasa di bulan-bulan suci, yakni: Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.
Dalil-dalil ini berlaku umum dan keumumannya tidak bisa dicabut oleh siapapun.
Di sisi lain ada dalil soal iming-iming keutamaan tambahan yang spektakuler bagi yang berpuasa di bulan Rajab.
Ternyata dalil ini lemah sehingga tidak bisa dijadikan pedoman. Kesimpulannya, hukum puasanya tetap sunnah sesuai dalil yang umum tadi, namun iming-iming yang spektakuler inilah yang bisa dikritik.
Apabila puasanya sendiri yang dibid’ahkan maka sungguh merupakan kesimpulan yang menyimpang dan secara tidak langsung mencabut pemberlakuan dalil-dalil umum yang sahih.
Sebab itu, kalau ditanya singkat tentang hukum berpuasa sunnah di bulan Rajab, maka jawaban singkatnya tetap sunnah. Jawaban singkat inilah yang tertulis di kitab-kitab fikih yang ringkasan.
Di sisi lain, para ulama ahli tahqiq menyatakan bahwa hadis lemah pun bisa dipakai dalam bab anjuran yang ditopang dalil umum semacam ini sekedar untuk menambah semangat pelakunya. Yang secara mutlak tertolak hanya hadis palsu semisal,
“Siapa yang mengingatkan tentang bulan ini maka akan bla… bla… bla..”
Tapi ingat, yang palsu dari kasus ini hanya iming-iming pahalanya, bukan status puasanya. Semoga bermanfaat. []

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *