Pondok Pesantren Subulussalam, Markas Mengusir Penjajahan

 Pondok Pesantren Subulussalam, Markas Mengusir Penjajahan

HIDAYATUNA.COM – Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam asli Indonesia yang umurnya sudah ratusan tahun. Pada zaman Wali Songo, pesantren sudah berdiri dan menjadi tempat menimba ilmu keislaman. Pondok Pesantren Subulussalam salah satu diantara lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

Pesantren ini didirikan tanggal 5 Mei 1927. Usia Pesantren saat ini sudah mencapai 92 tahun, usia yang cukup tua kalau dibandingkan dengan lemabaga pendidikan formal lainnya.

Berawal dari perbedaan pendapat tentang penetapan awal bulan puasa Ramadhan sekitar tahun 1924-1925. Saat itu ada yang mengatakan ditetapkan berdasarkan rukyah (melihat awal puasa dari Puncak Tor Sihite). Ada pula pendapat yang menetapkan awal Ramadhan saat itu harus dengan ilmu hisab. Lama kelamaan pertentangan tersebut semakin meruncing di tengah-tengah masyarakat.

Untuk mengatasi itu, di adakanlah musyawarah kampung yang di hadiri cerdik pandai, hatobangon (yang dituakan), alim ulama, pemuka adat saat itu. Dalam musyawarah itu diputuskan, untuk menyesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat ini harus di selesaikan dengan ilmu pengetahuan.

Untuk itu perlu didirikan sebuah lembaga pendidikan guna tempat menuntut ilmu, maka berdirilah Pesantren ini dengan nama pada mulanya Maktab Subulussalam dengan jumlah 3 lokal dan santrinya 100 orang. Sedangkan kepala sekolah pertama di Maktab Subulussalam ini adalah H. Ilyas Lubis.

Lokasi pesantren ini berada di Desa Sayurmaincat, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Usianya hampir satu abad. Pesantren ini juga berjasa dalam mengusir penjajah Belanda dari bumi Sumatra.

Saat desa Sayurmaincat dipimpin seorang Kuria yang bernama Raja Uhum Djunjungan Lubis, guru-guru dan Santri laki-laki dan perempuan serta pengurus Maktab Subulussalam yang masih muda mengadakan musyarah untuk menentang Kolonial Belanda bertempat di Maktab Subulussalam.

Akhirnya gerakan ini tercium pihak kolonial Belanda dihabisi sebagian pengurus dan sehingga beberapa orang pengurus dipanggil kekantor Asisten Residen di Padang Sidimpuan, yaitu H. M. Amin Nasution, Haris Muda Lubis, Guru Lubis (H. Pachruddin Arjun Lubis).

Mereka dihadapakn kepada Demang bagian politik yang bernama Sutan Parlindungan Lubis. Ketika itu sempat terlontar dari kata-kata sang Demang, bahwa Maktab Subulussalam adalah gudang politik. Sejak saat itu pemerintah Belanda selalu mengawasi segala tindak tanduk dan kegiatan Maktab Subulussalam, santri dan gurunya

Tidak berapa lama akhir, Pemerintah Belanda menangkap lima orang pengurus Ponpes sekaligus warga gampong Sayurmaincat, di selangnya Tinggi Lubis (di buang ke Digul – Irian Jaya), Yahya Malik Nasution (dibuang ke Digul – Irian Jaya), H. Alinafiyah Lubis (H. Mahals Lubis) di penjarakan di Suka Miskin-Jawa Barat, Makmur Lubis di buang ke Ternate dan Abdul Aziz di buang entah kemana.

Walaupun terjadi pengkapan terhadap pengurus, namun santri-santri Subulussalam tetap meneruskan perjuangan keleluasaan dan mempunyai andil besar dalam mengusir penjajah dari bumi Gorang Sembilan (Madina). Terus dibina untuk mewarnai bangsa dan tanah air serta melanjutkan perjuangan gerakan untuk tercapainya kemerdekaan. Pada tahun 1942 akibat perang Dunia ke II ternyata negara Matahari Terbit (Jepang) sampai di Kotanopan, hal ini berimbas ditutupnya Maktab Subulussalam.

Pada tahun 1945 saat Proklamasi kemerdakaan RI, Pondok Pesantren Subulussalam kembali diadakan Asrama TKR. Setelah asrama TKR di pindahkan, Ponpes Subulussalam di jadikan Asrama oleh Jawatan Sosial. Dan seterusnya, Ponpes Subulussalam digunakan lokasi latihan Napindo. Akhir tahun 1949, Ponpes Subulussalam kembali di menyingkap dengan kepala sekolah H. Fahruddin Arjun Lubis

Pesantren ini kembali dibuka sebagai lembaga pendidikan sekolah H. Fahruddin Arjun Lubis. Kedudukan pesantren yang sangat penting membuatnya terus bertahan hingga kini. Masyarakat membutuhkan pesantren sebagai penjaga moral dan pembina akhlak generasi muda saat ini.

Penyebabnya, dekadensi moral akibat arus globalisasi tengah menyerang generasi muda kita. Pesantren menjadi benteng terakhir pertahanan moral generasi muda.

Pesantren tersebar di hampir seluruh pelosok Indonesia, termasuk Sumatera. Di sana, ada beberapa pesantren yang usianya sudah cukup tua, tapi masih eksis hingga saat ini. Mereka mencetak ribuan santri yang siap mengemban amanah membangun masa depan negeri ini ke depan.

Pondok Pesantren Subulussalam, Sayurmaincat merupakan salah satu pondok pesantren yang tidak kekurangan di kabupaten Mandailing Natal dan berlokasi di gampong Sayurmaincat, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, merupakan salahsatu pesantren paling tua di pulau Sumatera dengan usia sekitar hampir 1 masa abad, memiliki andil luhur dalam mengusir penjajah dari bumi Gorang Sembilan (Madina). Pengurus Ponpes saat itu jumlah yang ditangkap Belanda akhir di buang keluar sumatera.

Saat keleluasaan, Pondok Pesantren Subulusslam juga diadakan markas Tentara Keamanan Penghuni (TKR). Saat itu, pengurus, santri, guru-guru Ponpes Subulussalam menciptakan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Mereka ini menciptakan rapat dan musyawarah menentang kolonial Belanda di Ponpes Subulussalam.

Masa kemerdekaan Ponpes Subulusslam juga dijadikan markas TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Saat itu, pengurus, santri, guru-guru Ponpes Subulussalam mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda.  Mereka ini mengadakan rapat dan musyawarah menentang kolonial Belanda di Ponpes Subulussalam.

Keberadaan Pondok Pesantren Subulussalam Sayurmaincat Kotanopan Kab. Mandailing Natal bukanlah hal yang asing lagi bagi warga “Bumi Gordang Sambilan. Ponpes ini sudah banyak menghasilkan alumni-alumni yang cukup berhasil di kancah nasional dan internasional, mulai dari:

  • M. Yunan Nasution (Mantan Ketua Islamiyah Jakarta).
  • Prof. Muktar Lintang (Guru Besar Universitas Kebangsaan Malaysia).
  • KH. Ahmad Nasution (Mantan Ketua Pengadilan Tinggi Mahkamah Syariah Sumut).
  • Ikhsan Nasution (Mantan Kepala Depertemen Agama Bengkulu).
  • Mayir (Purn) Aspan Nasution (Mantan Pusdikkes-AD Jakarta).
  • Letkol (Pur) Ayub Lubis (Mantan Ketua Perintis Kemerdekaan Sumut).
  • Abdul Kadir (Mantan Pimpinan Ponpes KHA. Dahlan Sipirok).

dan masih banyak alumni lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Saat ini Pondok Pesantren Subulussalam mempunyai santri sekitar 450 orang dengan di asuh Ustadz dan Utadzah sebanyak 30 orang. Pesantren ini pernah mencapai puncak keemasan sekitar tahun 1990 an masa Kepala Sekolah di jabat Alm. H. Misbahuddin Batubara (mantan Ketua DPRD Madina) dengan jumlah santri sekitar 800 orang.

Mari kita jadikan Pondok Pesantren Subulussalam kebanggan warga Kotanopan bahkan kebanggaan warga Kabupaten Mandailing Natal. Hal ini akan terwujud tentunya harus bantuan dari semua pihak dan pemerintah harus melirik keberadaan Pesantren ini.

Sumber

  • Tiga Pesantren Bersejarah Sumatra, khanzanah.co.id
  • Andil Ponpes Subulussalam , startfmmadina.com
  • Ponpes Subulussalam Mandailing Natal,  tabloidrakyatmadani.wordpress.com

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *