Pesantren Daarul Rahmah Laksana Oase Spiritual Di Jantung Ibukota
Pondok Pesantren Daarul Rahmah di Jagakarsa, Jakarta Selatan
Pesantren Daarul Rahmah sebagai pesantren tertua yang ada di Jakarta menjadi oase yang memberikan kesegaran di tengah padatnya kota Jakarta. Pesantren yang berdiri sejak 1975 itu didirikan oleh KH. Syukron Makmun bersama para kyai seperjuangan lain, diantaranya KH. Untung Ghozali BA (Alm), KH. Mansyuri Baidlowi MA, Ust. Nurhazim BA, KH. Abdul Qodir Rahman.
Berdirinya pondok ini berawal dari seorang penduduk dari Kampung Senayan H. Abdurrahman Ngadi yang suka mengadakan acara pengajian maupun peringatan Maulid Nabi. Abdurrahman juga menyukai habib dan ulama. Abdurrahman memiliki seorang putra bernama Abdul Kadir Rahman yang mondok di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Disanalah anaknya ini bertemu dengan KH. Syukron Makmun yang merupakan gurunya semasa anaknya belajar di Gontor. KH Syukron menyelesaikan studinya di Gontor selama 9 tahun, setelah lulus ia mengikuti mantan ketua PBNU KH. Idham Cholid di daerah Cipete. KH Syukron kerap diminta untuk menggantikan KH Idham Cholid saat beliau berhalangan hadir dalam mengisi sebuah pengajian, salah satunya menggantikan untuk mengisi pengajian di Madrasah Ar-Rahmah di Kampung Senayan. Dari sinilah KH Syukron Makmun mendapat banyak pengalaman.
Sejak saat itu, Abdurrahman mempercayakan sebidang tanah di Kampung Senayan kepada KH Syukron Makmun dengan luas 3.500 meter persegi untuk didirikan sebuah pesantren. KH Syukron kemudian mendirikan sebuah pesantren bersama teman-teman seperjuangannya di Gontor. Dahulu, Kampung Senayan merupakan perkampungan biasa, namun semakin lama, kampung tersbeut berubah menjadi pusat bisnis yang banyak dipenuhi gedung pencakar langit.
Idealisme KH Syukron makmun dalam membangun pesantren adalah untuk menggabungkan pendidikan pesantren model klasik ala Gontor dan pondok salafiyah. Hal ini tak lepas dari latar belakang KH Syukron sebelum mengeyam pendidikan di Gontor yang pernah menempuh pendidikan guru di kota kelahirannya, Sampang, Madura. Berdirinya pesantren Daarul Rahmah menjadi awal tercapainya cita-cita KH Syukron Makmun yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan ajaran Islam dengan mendidik santri-santrinya sehingga dapat memahami syariat Islam. “Tujuan utamanya adalah tafakkur fiddin, untuk menjadi orang-orang alim dalam ajaran Islam dan mau menyebarkannya ke semua umat”.
Sejak tahun 1975 hingga saat ini, pesantren ini telah meluluskan banyak santri dari berbagai penjuru negeri. Para lulusan pondok ini ada yang terjun di dunia politik, bisnis, pegawai negeri, bahkan ada dari mereka yang membangun pesantren juga. Pondok ini kini telah berusia 44 tahun, dengan jumlah santri kurang lebih 1090 santri dengan rincian jumlah santri pria 698 orang, jumlah santri putri 392, dan tenaga pendidik yang berjumlah 129 orang.
Model Pendidikan
Pondok Pesantren Daarul Rahmah menggabungkan dua model pondok pesantren, di pondok ini terdapat pendidikan formal dan pendidikan informal
Pendidikan Formal
- Madrasah Tsanawiyah
- Madrasah Aliyah
Pendidikan Informal - Madrasah Diniyah
- Tahfidz Al-Qur’an
- Majelis Taklim
- Kepesantrenan
Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Daarul Rahmah terbagi menjadi dua bentuk :
- Ekstrakurikuler yang wajib diikuti, diantaranya belajar berpidato menggunakan tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) yang dilaksanakan setiap hari Sabtu siang dan malam minggu. Selain itu ada juga olahraga yang diadakan setiap hari rabu pagi dan minggu pagi.
- Ekstrakurikuler yang disesuaikan dengan minat dan bakat santri, diantaranya : kmputer, seni bela diri, seni Baca Al-Qur’an, hadroh, sepak bola, volly ball, bulu tangkis dan jenis kegiatan olahraga lainnya.
Fasilitas
Pesantren ini dilengkapi fasilitas seperti pesantren dan balai pendidikan pada umumnya, seperti Masjid, asrama santri, kantor, asrama pengasuh, dapur bersama, gedung sekolah, lapangan, koperasi, perpustakaan, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, kamar mandi, klinik kesehatan, dan gudang.
Pindahnya Lokasi Pesantren
Pada awal 1975 hingga tahun 90-an, para santri masih dapat belajar dengan tenang meskipun lokasi mereka berada di tengah-tengah hiruk pikuk kota Jakarta. Namun seiring perkembangan kota dan perkembangan media elektronik, karakter dan kepribadian santri juga ikut terpengaruh. Banyak dari santri yang terganggu dengan adanya gedung-gedung pencakar langit disekitar pondok mereka.
Pesantren ini sering dijuluki sebagai “Oase spiritual di jantung Jakarta” karena di tengah ramainya ibukota, para santri belajar dengan tekun dan serius. Dan seiring dengan semakin padatnya ibukota, Pesantren ini memutuskan untuk pindah ke daerah Jakarta Selatan, tepatnya di Jagakarsa. Ketua Ikatan Alumni Daarul Rahman tahun 2014, Ustadz Soleh Sofyan mengatakan bahwa kepindahan ini merupakan bentuk keniscayaan dan solusi tepat demi kesinambungan dalam dunia pendidikan yang lebih nyaman dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Pindahnya Pesantren Daarul Rahmah ke Jagakarsa turut membawa seluruh elemen yang ada di pondok ini, mulai dari lembaga pendidikan berupa Mts dan MA, asrama, kyai, santri, dan guru smeua ikut boyong dari Senayan ke Jagakarsa. Alasan lain kepindahan pesantren ini ke Jagakarsa adalah sempitnya lahan pesantren yang sudah tidak cukup untuk menampung para santri dan untuk pengembangan pesantren, sedangkan di lahan baru di Jagakarsa, luasanya 10 kali lipat dari lokasi pertama pesantren ini berdiri, yang merupakan tanah wakaf.