Perusakan Rumah Ibadah dan Tanda Keberislaman Kita

 Perusakan Rumah Ibadah dan Tanda Keberislaman Kita

Perusakan Rumah Ibadah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Perusakan rumah ibadah baru saja terjadi di Sintang, Kalimantan Barat pada Jumat (3/9/2021). Peristiwa tersebut menimpa jemaah Ahmadiah yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan main hakim sendiri.

Kejadian tersebut dikecam oleh berbagai pihak, seperti Menteri Agama Gus Yaqut, Alisa Wahid, Nahdhatul ‘Ulama, Muhammadiyah dan para tokoh agama lain. Mereka mendesak, agar pihak yang berwajib segera menindak para pelaku.

Peristiwa perusakan rumah ibadah di atas bukanlah yang pertama kali terjadi. Satu sisi menunjukkan bahwa tingkat toleransi terhadap perbedaan masih rendah.

Sisi lain, dan ini menjadi PR kita bersama, menyebarkan pemahaman-pemahaman Islam ra(h)mah serta pentingnya memahami perbedaaan.

Di dalam Islam, Alquran mengkonfirmasi bahwa ajaran yang dibawa Nabinya adalah rahmat. “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat begi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya [21]: 107)

Rasulullah Tidak Mengajarkan Sikap Arogan

Terhadap ayat di atas, M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah memberikan penjelasan bahwa Rasulullah adalah rahmat. Bukan saja kedatangan beliau membawa ajaran, tetapi sosok dan kepribadian beliau adalah rahmat yang dianugrahkan Allah SWT. kepada beliau.

Dengan rahmat itu, lanjut Shihab, terpenuhilah hajat batin manusia untuk meraih ketenangan, ketentraman serta pengakuan atas wujud, hak, bakat dan fitrahnya. (Al-Misbah, vol.8, hlm. 134-135)

Kalau Rasulullah saja penuh dengan kasih sayang terhadap sesamanya, kenapa kita arogan terhadap sesama. Bukankah Rasulullah adalah uswah al-hasanah dalam segala tingkah laku dan tutur kata.

Bertahun-tahun Rasulullah hidup berdampingan dengan non-muslim, baik di Mekkah ataupun di Madinah, tidak sedikitpun Rasulullah bersikap arogan apalagi membakar tempat ibadah.

Larangan Merusak Rumah Ibadah

Dalam Islam perusakan rumah ibadah tentu saja dilarang. Alquran mengkonfirmasi larangan tersebut dalam QS. Al-Baqarah [2]: 114.

Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang masjid-masjid Allah digunakan sebagai tempat berzikir di dalamnya dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya, kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan mendapat azab yang berat di akhirat”. QS. Al-Baqarah [2]: 114

Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan makna merobohkan. Menurutnya, frasa merobohkan tidak harus berarti menghancurkan bangunannya, tetapi juga menghalangi berfungsi sesuai fungsi yang dikehendaki Allah.

Masjid adalah rumah suci yanglagi mulia. Masjid adalah milik Allah. Pemilik rumah-rumah mulia itu harus dihormati dan diagungkan. Itu tercermin dalam rasa takut merobohkannya atau menghalahingi fungsinya. (Al-Misbah, Vol. 2, hlm. 360)

Tafsir ayat di atas dengan jelas menyebutkan larangan untuk merusak masjid sebagai simbol tempat peribadatan. Sebagai simbol tempat peribadatan, maka apapun tempat ibadahnya maka ia dilarang untuk dirusak apalagi dibakar.

Baik itu gereja, klenteng, pura, vihara, dan sinagoge. Juga ini menganjurkan agar kita hidup damai, tenang, saling berbagi kasih, dan berdampingan.

Apakah Keberislaman Kita Hanya Sebuah Tameng?

Sudah seharusnya keberislaman kita ditinjau ulang. Jangan-jangan selama ini keberIslaman kita berisi nafsu keserakahan, egoisme, dan aroganisme. Atau Islam hanya jadi tameng untuk membenarkan segala perbuatan buruk kita.

Toh, kalau kita tidak setuju dengan Ahmadiah bukan dengan cara merusak rumah ibadahnya. Toh, ada jalan musyawarah bukan?

Begitu juga kalau kita tidak sependapat dengan ide/gagasan seseorang bukan orangnya yang kita intimidasi/ancam. Ide harus lawan ide, gagasan harus dilawan gagasan pula. Itu baru namanya adil.

Sebagai penutup, Gus Dur pernah mengatakan, “Tuhan tidak perlu dibela, karena dia sudah maha segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil”. Siapa pun pelaku perusakan rumah ibadah tersebut, semoga segera dapat ditindak. Wallahu’alam bish-showab.

Abdus Salam

Santri di PP. Sunan Pandanaran, Yogyakarta

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *