Perubahan Besar Mualaf Amerika: Hidup di Beberapa Negeri Muslim
HIDAYATUNA.COM – Para mualaf itu mengakui ada perubahan besar di dalam dirinya pasca memeluk agama Islam dari agama sebelumnya. Perubahan yang semakin membuka mata hatinya lebar-lebar bahwa Tuhan Maha Segalanya.
Begitu pula yang dialami oleh seorang mualaf asal Amerika Serikat, Brian Wrigh. Ia menyebut, pertemuannya dengan Islam mengubah kehidupannya.
Dilansir dari Republika, ia bahkan mendalami Islam lebih jauh dengan mempelajari agama di berbagai negara Muslim. Asisten Profesor Studi Islam di Universitas Zayed, Abu Dhabi ini mengaku, hidup di negara-negara Muslim menjadi pengalaman luar biasa.
Pengalaman-pengalaman itu dirangkum dalam ingatannya, misalnya saja mudahnya menemukan orang-orang salih, makanan halal, hingga situs-situs Islam. Tapi ia mencatat beberapa pengalaman berbeda saat tinggal di negara-negara itu.
Ketika hidup dalam masyarakat mayoritas Muslim, dia menyebut mempelajari sejarah tidak hanya dari teks, tapi bisa langsung merasakan dan melihatnya.
Kekurangan Tinggal di Negara Muslim
Sebagai mualaf kulit putih, Brian mengaku selalu terlihat seperti seorang mualaf baru. Ia diperlakukan sebagai orang yang “hampir” Muslim.
“Ini selalu terjadi dengan saya ketika saya terlibat dalam percakapan dengan orang asing. Segera setelah saya menyebutkan bahwa saya masuk Islam, saya diberikan sebuah pertanyaan untuk melihat apakah saya “benar-benar” seorang Muslim,” katanya dikutip dari Republika.
“Ada berapa rakaat salat ashar? Bacakan beberapa ayat Alquran untukku. Jika Anda memiliki dua rumah, berapa zakat yang harus Anda keluarkan?” ujarnya menirukan pertanyaan orang-orang kepadanya.
Meski begitu, Brian mengatakan perlakuan ini justru bisa sangat membantu. Terkadang ia menjadi orang yang lebih banyak diperhatikan terutama saat belajar.
“Ini agak aneh, terutama ketika Anda melihat orang lain yang jauh lebih layak, malah diabaikan. Guru akan bekerja ekstra untuk memberi saya tempat di depan kelompok, meskipun saya jelas bukan siswa terbaik atau paling pantas,” ujarnya.
Dititik inilah Brian menyadari, semakin banyak berinteraksi dengan Muslim, ia merasa semakin kecil karena masih banyak yang harus ia pelajari. Meski begitu, menurut Brian, hidup di dunia Muslim adalah kesempatan fantastis.