Perspektif Fiqih Sosial KH Sahal Mahfudz terhadap Keadilan bagi Kaum Buruh
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dalam refleksi peringatan hari buruh, kita harus menyadari bahwa peran buruh merupakan salah satu pilar utama dalam menggerakkan roda ekonomi.
Namun, sering kali peran para buruh mereka diabaikan, hak-haknya dilanggar, dan keadilan belum sepenuhnya terwujud.
KH. Sahal Mahfudz, seorang ulama yang dikenal karena kepeduliannya terhadap masalah sosial, memberikan perhatian khusus terhadap peran buruh dalam masyarakat.
Bagi beliau, buruh bukan hanya sekadar penggerak ekonomi, tetapi juga bagian integral dari struktur sosial yang harus diperhatikan kesejahteraannya.
Melalui perspektif fiqih sosial, KH. Sahal Mahfudz mengajarkan prinsip-prinsip yang dapat membimbing penyelesaian masalah-masalah buruh dengan berlandaskan nilai-nilai Islam.
Pemikiran KH. Sahal Mahfudz mengenai fiqih sosial dapat menjadi acuan refleksi dari hari buruh yang menyejarah.
Dari hari buruh, kita dapat berefleksi dan marilah kita eksplorasi peran buruh dalam masyarakat serta bagaimana pemahaman ini dapat memberikan landasan untuk keadilan sosial bagi mereka.
Pertama-tama, KH. Sahal Mahfudz menekankan bahwa buruh memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan layak atas kontribusi mereka dalam produksi dan distribusi kekayaan.
Buruh memiliki hak-hak yang harus dijamin dan dilindungi oleh masyarakat dan negara.
Ini mencakup hak untuk upah yang layak, jam kerja yang manusiawi, serta kondisi kerja yang aman dan sehat.
Dalam Islam, memberikan upah kepada pekerja dengan adil dan sesuai dengan kontribusi mereka dianggap sebagai kewajiban moral bagi majikan.
Sebagaimana kaidah ‘af al al-mutakallifin, yaitu sikap perilaku, kondisi, dan sepak terjang orang-orang muslim dalam semua aspek kehidupan, baik ibadah maupun mu’amalah.
KH. Sahal Mahfudz juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap hak-hak buruh dalam hubungan kerja. Ini mencakup hak untuk berserikat dan berunding secara kolektif.
Hak untuk tidak diskriminasi dalam pekerjaan, dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama bagi semua kaum buruh dan pekerja tanpa memandang jenis kelamin, agama, atau latar belakang lainnya.
Dalam konteks ini, beliau menegaskan bahwa Islam menolak segala bentuk penindasan dan eksploitasi terhadap buruh.
KH. Sahal Mahfudz memegang prinsip kontekstualisasi dan aktualisasi fiqih baik secara qauli (teks), maupun kitabi (tulisan) di koran, majalah, makalah, serta fi’li (tindakan) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas.
Bagi KH. Sahal Mahfudz, keadilan bagi buruh bukan hanya masalah moral, tetapi juga prinsip yang fundamental dalam Islam.
Dalam pandangan fiqih sosial, keadilan sosial mencakup distribusi yang merata dari sumber daya ekonomi dan pemberian hak-hak yang sama kepada semua anggota masyarakat, termasuk buruh.
Keadilan ekonomi bagi buruh, menurut pandangan KH. Sahal Mahfudz, melibatkan redistribusi kekayaan secara adil dan pengaturan sistem ekonomi yang memperhatikan kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Ini bisa dilakukan melalui berbagai mekanisme, seperti pajak yang progresif, program perlindungan sosial yang luas, dan kebijakan yang mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Selain itu, keadilan bagi buruh juga mencakup akses yang sama terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan.
Sehingga mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka dan bersaing secara adil di pasar kerja.
KH. Sahal Mahfudz menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan sebagai sarana untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan mobilitas sosial di dalam masyarakat.
Beliau merancang prinsip-prinsip bagaimana fiqih sosial yang diperjuangkan oleh KH. Sahal Mahfudz dapat diimplementasikan dalam masyarakat modern.
Salah satu langkah utamanya adalah dengan memperkuat peran lembaga-lembaga sosial, seperti serikat pekerja, organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang sosial, dan lembaga keagamaan, dalam memperjuangkan hak-hak buruh dan memastikan penerapan nilai-nilai keadilan dalam dunia kerja.
Selain itu, pemerintah juga memiliki peran penting dalam mendorong keadilan sosial bagi buruh melalui kebijakan publik yang progresif dan proaktif.
Ini termasuk mengesahkan undang-undang yang melindungi hak-hak buruh, mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut.
Para pemegang otoritas kekuasaan harus turut serta mengembangkan program-program pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Tidak hanya pemerintah, peran sektor swasta juga sangat penting dalam mewujudkan keadilan bagi buruh.
Perusahaan-perusahaan harus mengadopsi praktik-praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial, termasuk memberikan upah yang layak, menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat, serta mendukung pengembangan keterampilan dan karier bagi karyawan mereka.
Dalam perspektif fiqih sosial, peran buruh dalam masyarakat dianggap sangat penting dan hak-hak mereka harus dijamin dan dilindungi.
KH. Sahal Mahfudz mengajarkan bahwa keadilan sosial bagi buruh merupakan prinsip yang mendasar dalam Islam.
Implementasi prinsip-prinsip ini memerlukan kerjasama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan lembaga-lembaga sosial.
Dengan menerapkan nilai-nilai keadilan dalam dunia kerja, kita dapat membentuk masyarakat yang lebih adil dan sejahtera bagi semua anggotanya, termasuk buruh yang merupakan tulang punggung ekonomi kita. []