Perlakuan Orangtua kepada Anak Sejak dalam Kandungan dalam Islam
HIDAYATUNA.COM – Anak wajib mendapat perlakuan baik dari orangtua, bahkan sejak dalam kandungan. Sebagaimana Islam sangat menghormati hak-hak anak dan kewajiban orangtua terhadapnya, terutama dalam hal perlakuan.
Dikutip dari Republika.co.id, Ustaz Abdullah Zaen Lc.,MA menyampaikan, dalam Islam untuk mendidik anak yang baik harus memilih pasangan yang baik. Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga ini lebih lanjut mengatakan, hal itu agar keturunan yang dilahirkan juga baik.
Dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi’i Jember ini mengutip sabda Rasulullah Saw,
“تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ وَانْكِحُوا الْأَكْفَاءَ وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ”
“Pilihlah (pasangan terbaik) untuk (menanamkan) sperma kalian. Menikahlah dengan orang-orang yang sepadan dan nikahkanlah (putrimu) dengan mereka.” (HR Ibn Majah dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim).
Selain itu, perlakuan baik orangtua kepada anak ialah dengan mendoakannya sejak dalam kandungan atau sebelum anak direncanakan. Mendoakan calon buah hati ini sama halnya dengan ketika kita sedang mengayuh sepeda, lama-lama atau segera pun, akan sampai juga.
Kisah Abu Thalhah dan Sang Istri saat Kematian Anaknya
Dikisahkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, ketika Abu Thalhah berada di luar rumah, anaknya yang sedang sakit keras di rumah menghembuskan nafas terakhir. Namun saat Abu Thalhah pulang, istrinya; Ummu Sulaim tidak segera memberitahukan perihal kematian anaknya dan tidak memperlihatkan tanda-tanda kesedihan.
Ummu Sulain justru berdandan dan mempersiapkan makan malam untuk suaminya. Abu Thalhah pun dengan lahap menikmati hidangan dan setelahnya berhubungan badan dengan sang istri.
Setelah semua berlangsung, barulah Ummu Sulaim menyampaikan berita duka, dengan pendekatan spiritual yang cerdas. Abu Thalhah marah, lalu pergi menemui Rasulullah Saw dan menceritakan kejadian tersebut.
Rasulullah Saw justru mendoakan,
“بَارَكَ اللهُ لَكُمَا فِي غَابِرِ لَيْلَتِكُمَا”
“Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua yang telah lalu”.
Ummu Sulaim pun akhirnya kembali hamil dan melahirkan seorang bayi yang diberi nama Abdullah oleh Nabi Saw. Berkat doa Nabi, anak itu tumbuh dewasa lalu menikah dan dikaruniai sembilan anak yang semuanya hafal Alquran.
Memberikan Nafkah dan Asupan yang Baik
Islam sangat menganjurkan asupan gizi anak, bahkan sejak sebelum program kehamilan yang mana, suami atau istri harus mempersiapkan sel sperma dan telur yang baik untuk dibuahi. Perlakuan itu ialah dengan mengonsumsi makanan yang baik dan menyehatkan, seperti kurma, sayur-sayuran, dan kebiasaan-kebiasaan baik lainnya.
Lebih lagi jika sang istri diketahui sedang mengandung, suami wajib memberikan nafkah terbaiknya kepada istri dan calon buah hari dalam kandungan. Hal itu masih berlaku bagi suami yang apabila telah mentalak istrinya dalam kondisi hamil sehingga kewajiban orangtua terpenuhi utamanya dalam hal menghidupi si jabang bayi.
Perlakuan baik orangtua ini termaktub dalam Alquran surah Ath-Thalaq sebagai berikut,
“وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ”
“Jika mereka (istri-istri yang telah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah nafkah kepada mereka, hingga mereka bersalin” (QS. Ath-Thalaq ayat 6).
Melalui asupan yang baik ini, kondisi kesehatan anak dan ibunya pun bisa teratasi sehingga tidak membahayakan keduanya. Oleh sebab itu, Islam memperbolehkan wanita hamil untuk tidak berpuasa demi kesehatan anak dan ibunya sebagaimana sabda Rasulullah Saw sebagai berikut.
“إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصِّيَامَ، وَعَنِ الْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ”
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla menggugurkan kewajiban separoh shalat dan puasa dari musafir, dan juga dari wanita hamil dan menyusui” (HR. An-Nasa’iy dan dinilai sahih oleh al-Albaniy).