Perkara Yang Haram Adalah Yang Dilarang Syari’at Bukan Yang Tidak Ada Dalilnya

 Perkara Yang Haram Adalah Yang Dilarang Syari’at Bukan Yang Tidak Ada Dalilnya

Meneruskan Perjuangan Para Kiai (Ilustrasi/Istimewa)

HIDAYATUNA.COM – Sekarang ini kita sering mendengar banyak sekali perkara-perkara yang diharamkan mulai dari Maulid, Ziarah kubur, Istighostah sampai Ziarah gunung dan macam-macam zikir seperti ya Lathif, Ya Allah, huwa dll. Dengan dalil bahwa “Tidak ada dalil dari pada syari’at ” berdasarkan pemahaman hadist كل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار padahal jika kita melihat daripada aspek pemahamaan Hadist ini pasti setiap kelompok akan mentakwil Hadist ini adapun dari kelompok Mujassimah Attaimiyah (Wahhabiyah) atau Ahli Sunnah dengan dalil yang di i’tibar oleh setiap kelompok.

Masalah ini sesuai dengan salah satu Qoidah dalam Ushul fiqh bahwa setiap Umum pasti Sudah pernah di Takhshis (ما من عام إلا و قد خصص) maka karena itu dalalah Umum itu Zonni bukan Qoth’i. Dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwa tidak setiap Bid’ah itu haram, minimal ini adalah kesepakatan kedua belah pihak. Kemudian detailnya Bid’ah apa saja yang haram itu silahkan baca buku-buku yang dikarang khusus untuk menjelaskan perkara tersebut.

Adapun perkara yang haram adalah perkara yang dilarang oleh Syari’at adapun itu dilarang dari Allah atau dari Rosul Alaihi Salam karena dalam Qoidah Ushul Fiqh dikatakan bahwa النهي يدل على التحريم yang artinya pelarangan itu menunjukan pengharaman begitu pula Qoidah أن الترك لا يدل على التحريم (Rosul tidak berbuat tidak menunjukan pengharaman) & عدم الدليل لا يدل على شيء ( tidak adanya dalil tidak menunjukan apapun).

Sampai al-Imam Abdullah Asshidiq al-Ghumari mengarang kitab حسن التفهم والدرك لمسألة الترك yang mana pada kitab tersebut beliau membuktikan bahwa tidak adanya dalil tidak berarti kemakruhan apalagi pengharoman. Ini adalah titik balik yang sangat penting karena dengan adanya Qoidah tersebut maka perkara yang Haram adalah perkara yang ada dalil pengharamannya bukan yang tidak ada dalil pengahalalannya. Qoidah ini bukan hanya digunakan dalam Syari’at saja bahkan dalam Undang-Undang sebuah Negara aparat yang berwenang tidak boleh menangkap seseorang kecuali “Melanggar” peraturan dengan makna orang tersebut melakukan sesuatu yang “dilarang” oleh Undang-Undang bukan yang tidak disebutkan oleh Undang-Undang.

Maka dari itu jika ada seseorang ingin mengharamkan Maulid contohnya maka orang tersebut mesti mencantumkan dalil secara Spesifik dari Syari’at bahwa Maulid dilarang contohnya “jika” ada hadist yang berbunyi نهى الرسول عن قراءة المولد (Rosul melarang pembacaan maulid, “ini cuma contoh jika Hadist ini ada”) bukan orang yang berbuat Maulid disuruh cari dalil penghalalan Maulid.

Maka jika dia tidak mampu mendatangkan dalil pengharaman Maulid dari Syari’at maka demi Qoidah Ushul fiqh maka maulid itu halal. Begitu pula amalan-amalan yang lain seperti Ziarah Qubur, istighosah,zikir ya Allah dll.

Maka untuk pengharaman sesuatu mintalah dalil pengharaman! Jika tidak ada dalil pengharaman maka perkara itu halal!.
Wallahu A’lam.

Habib Ali Baqir al-Saqqaf

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *