Perjalanan Pengabdian Mbah Moen
HIDAYATUNA.COM – KH Maimun Zubair, atau yang akrab disapa Mbah Moen, merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik, atau penggerak, yang selama perjalanan pengabdian-Nya menjadi rujukan ulama Indonesia dalam bidang fiqh.
- Kehidupan Awal – KH Maimun Zubair merupakan seorang alim, fakih sekaligus muharrik (penggerak) yang selama ini menjadi rujukan ulama Indonesia dalam bidang fikih. KH Maimun Zubair merupakan ulama dan kiai sepuh ormas Nahdlatul Ulama (NU). KH Maimun Zubair atau yang akrab dipanggil Mbah Moen lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. Kabar duka datang dari KH. Maimun Zubair yang meninggal di Makkah, Selasa, (6/8/2019), pukul 04.17 waktu setempat (Biro Pers Sekretariat Presiden/ Rusman)KH Maimun Zubair menjadi pengasuh pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang dan merupakan putra dari Kiai Zubair yang juga merupakan alim dan fakih. Ayah Mbah Moen, Kiai Zubair, merupakan murid dari Syaikh Said-al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky. Ibunya merupakan putri dari Kiai Ahmad bin Syu’aib. KH Maimun Zubair menikah dengan putri Hj Fatimah putri dari KH Baidhowi Lasem, dan dikaruniai tujuh orang anak. Empat diantaranya meninggal ketika masih kecil, sedangkan tiga orang anaknya yang lain yaitu KH Abdullah Ubab, KH Muhammad Najih dan Neng Shobihah. Setelah istri pertama Mbah Moen, Hj Fatimah meninggal dunia, Mbah Moen kemudian menikah kembali dengan Nyai Masthi’ah yang merupakan putri dari KH Idris asal Cepu. Dari pernikahan keduanya, KH Maimun Zubair dikaruniani enam putra dan 2 putri, yaitu KH Majid Kamil, Gus Ghofur Gus Ro’uf, Gus Wafi, Gus Yasin, neng Shobihah (meninggal), serta neng Rodhiyah. Gus Yasin atau Taj Yasin putra Mbah Maimun merupakan Wakil Gubernur Jawa Tengah periode 2018-2023. KH Maimun Zubair meninggal pada Selasa (6/8/2019) di Mekah ketika menjalankan ibadah haji.
- Pendidikan – Mendapatkan pondasi ilmu agama yang sangat kuat dari orang tuanya, KH Maimun Zubair kemudian meneruskan mengaji di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim. Mbah Moen juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki. Pada usia ke-21, KH Maimun Zubair melanjutkan belajar ke Mekah didampingi kakeknya sendiri, Kiai Ahmad bin Syuaib. Di Mekah, KH Maimun Zubair menimba ilmu di bawah bimbingan Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya. Mbah Moen juga menimba ilmu di beberapa ulama asal Jawa, diantaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan lainnya. (2)
- Kontribusi – Pada 1965, KH Maimun Zubair mendirikan pondok pesantren dengan nama al-Anwar Sarang. Pondok pesantren al-Anwar Sarang ini menjadi tempat para santri untuk menimba ilmu agama seperti contohnya belajar kitab kuning (turats) secara komprehensif. Pada akhir 2008 KH Maimun Zubair mendirikan Pondok Pesantren al-Anwar 2 di Gondan, Sarang, Rembang yang dipasrahakan pengasuhannya kepada putranya, KH Ubab Maimun. Pada 1977, Mbah Moen mengembangkan pesantren dengan mendirikan Pondok Pesantren putri al-Anwar. (3) KH Maimun Zuabair juga pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun. Selain itu, Mbah Moen juga pernah menjadi anggota MPR RI mewakili Jawa Tengah selama tiga periode.KH Maimun Zubair juga diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP). (2) Semasa hidupnya, KH Maimun Zubair memiliki banyak kontribusi termasuk kontribusi dalam mendialogkan Islam dan kebangsaan.
(tribunnews.com)