Peristiwa Karbala dan Terbunuhnya Cucu Nabi Muhammad
HIDAYATUNA.COM – Tepat pada tanggal 10 Oktober 680 masehi silam (10 Muharram 61 H) menjadi bulan penting bagi umat Islam. Pasalnya di bulan ini banyak kejadian yang menyisakan sejarah panjang.
Peristiwa itu merupakan terjadinya perang karbala dan terbunuhnya cucu Nabi Muhammad SAW, yakni Imam Husain bin Ali. Meski demikian, sepanjang 1350 tahun berakhir kejadian tersebut.
Peristiwa Karbala selalu dikenang oleh masyarakat Syi’ah, serta diperingati atas kesyahidan Imam Husain. Peringatan tersebut dilakukan dengan rangkaian ritual yang dimaksudkan sebagai ratapan. Ratapan semacam partisipasi dalam penderitaan serta mencapai puncak pada hari ke-10 Muharram.
Tebunuhnya cucu Nabi Muhammad sebenarnya sudah diketahui oleh Nabi Muhammad Saw. Lewat perantara Malaikat Jibril pada saat Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah SWT hingga menyebabkan Nabi menangis.
Hal ini dijelaskan oleh Al-Thabrani dalam bukunya Maqtal Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib yang seketika menerima wahyu. Husain meloncat-loncat di atas pundak Nabi dan bermain-main di atas punggung beliau. Jibril menyampaikan bahwa cucunya, Husain. Akan dibunuh di taah Thaf (Karbala).
Sejalan dengan peristiwa perang karbala dan terbunuh Imam Husain. Pada zaman Imam Husain, banyak sekali pertentangan dan permasalahan yang dihadapi oleh Imam Husain.
Hal tersebut ditandai dengan sepeninggal Muawiyah dan Imam Hasan (kakak Imam Husain), yang terus belanjut ketika Yazid, menggantikan Muawiyah berkuas. Kobaran semangat kebencian dan rasa dendam ditanamkannya kepada Imam Husain.
Mula-mula Imam Husain pindah ke Mekkah pada saat naiknya Yazid sebagai penguasa baru di Damaskus, Syam. Hal ini karena bahaya mengintai kepada sang cucu nabi tersebut. Akan tetapi, seketika penduduk Kuffah berharap bahwa Imam Husain akan dibaiat menjadi khalifah.
Kufah yang sebelumnya dipimpin oleh kepala daerah yang bernama Nu’man bin Bisyr diganti oleh Yazid dengan Ubaidillah bin Ziyad yang terkenal kejam. Melalui kabar tersebut, Imam Husain berniat pergi ke kufah. Meskipun demikian, para anggota keluarganya memberika nasihat untuk membatalkan perjalananya tersebut.
Hingga akhirnya pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun ke 60 Hijriyah, Imam Husain pergi bersama rombongannya ke Kufah. Sebelum sampai ke Kufah, Imam Husain mengutus Qies bin Mashar As-Saidawiy untuk pergi ke kota tersebut untuk memastikan situasi Kufah. Akan tetapi, ia dibunuh oleh oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad.
Kabar kedatangan Imam Husain dan rombongannya disambut dingin oleh penduduk Kufah yang konon lebih dri 100.000 orang yang menyatakan janji setia kepada Imam Husain. Hingga akhirnya, tepat pada tanggal 10 Muharram, setelah sholat subuh, pasukan kecil Imam Husain dibagi menjadi 3 bagian
Pasukan di sebelah kanan dipimpin oleh Zuhayr ibn Qayn dan bagian kiri oleh Habib Muzahir, bagian tengah dipimpin oleh Abbas bin Ali bersama Imam Husein.
Sebelum terjadinya perang, Imam Husain masih sempat berkhutbah dan meminta tentara Ummayah untuk kembali ke jalan Allah dan Rasul. Akibat khutbah tersebut, Hurr Ibn Yazid dan beberapa orang lain ikut bergabung dengan pasukan Imam Husain.
Akhirnya, pertempuran Karbalapun berlangsung sampai petang, lebih 4000 pasukan yang sudah disiapkan oleh Ubaidillah bin Ziyad. Serta dipimpin oleh Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash menyerbu rombongan Imam Husain. Sampai hanya tersisa Imam Husain seorang diri melawan ribuan tentara Ummayah.
Beliau terus melakukan perlawanan tanpa kenal lelah sampai tidak ada satupun pasukan Ummayah yang berani mendekat. Akhirnya mereka menghujani Imam Husain dengan panah.
Walaupun sudah terluka parah, Imam Husain terus bertahan. Hingga akhirnya Syammar dzil Jausan, sosok laknat dari umat Islam Syi’ah yang pada walnya adalah seorang sahabat Imam Ali bin Abi Thalib as namun kemudian berada di barisan para musuh menyimpan dendan hati kepada Imam Ali bin Abi Thalibn dan keluarganya. Ia menyemangati pasukannnya untuk terus menyerang Imam Husain, dan sebatas anak panah dilepaskan dan membunuh Imam Husain. (Hidayatuna/Ifa)