Perempuan Harus Bisa Masak, Toxic Feminity yang Memojokkan
HIDAYATUNA.COM – “Perempuan itu harus pinter masak. Biar besok kalo udah nikah bisa disayang suami.” Itulah sepenggal ucapan yang banyak terlontar tertuju pada perempuan.
Dimana skill masak ini seolah-olah wajib untuk dimiliki setiap perempuan. Kalau sampai tidak pandai memasak, hal ini dianggap akan menjadi masalah dalam suatu rumah tangganya kelak dan bahkan akan berdampak pada kadar rasa sayang suami dengan istrinya.
Tapi, apa benar setiap perempuan itu wajib bisa masak? Lalu, kalau tidak bisa masak, maka itu apakah artinya belum bisa menikah?
Inilah pandangan kuno yang seharusnya sudah mulai untuk ditinggalkan. Sebentuk toxic feminity yang memojokkan kaum perempuan hanya karena tidak bisa memasak.
Seakan-akan jika seorang perempuan tidak memiliki kemampuan memasak, itu adalah sebuah kesalahan besar.
Bahkan tidak jarang jika perempuan sudah berumah tangga dan diketahui tidak bisa memasak, maka dari pihak keluarga pun seperti mertua turut campur tangan mengurusi hal ini.
Dirasanya perempuan ini tidak bisa menjadi istri dan pelayan yang baik untuk anak laki-lakinya karena pada kenyataannya, perempuan atau seorang istri memang bukanlah seorang pelayan.
Tetapi seorang istri, pendamping hidup, yang akan menjalani bahtera rumah tangga secara bersama-sama dengan pasangannya. Meskipun ada kelebihan dan kekurangan masing-masing, keduanya akan saling bahu-membahu. Bukan justru menganggap yang satu lebih rendah dan yang satunya merasa lebih tinggi.
Memasak Itu Bukan Kodrat Perempuan
Zaman dulu dengan sekarang memang telah mengalami banyak perbedaan. Orangtua zaman dulu masih menganggap bahwa memasak dan beraktivitas di dapur adalah kodrat seorang perempuan.
Sejak kecil, perempuan sudah harus bisa memasak. Mereka terampil menggiling padi dan kemudian memasaknya menjadi nasi serta mengolah berbagai lauk pauk.
Sedangkan di zaman sekarang, perempuan yang pandai memasak memang banyak, tetapi yang tidak bisa memasak pun juga banyak. Perempuan era modern tidak sedikit yang memilih untuk mengejar mimpi dan karirnya setinggi mungkin. Hal ini tidaklah dipandang sebagai dosa besar layaknya di zaman dulu.
Ini menunjukkan adanya kemajuan akan posisi perempuan. Perempuan mulai menyadari bahwa dirinya juga berhak untuk berdaya dan membahagiakan diri dengan melakukan apa yang diinginkannya.
Meskipun perempuan bisa memasak, maka hal tersebut muncul dari keinginan dan minatnya. Bukan karena kodrat yang mengharuskan ia bisa mengolah makanan di dapur.
Toxic Feminity Membuat Perempuan Terpojokkan dalam Lingkungan Sosial
Tidak bisa memasak adalah salah satu fenomena dari toxic feminity. Hal ini ternyata berdampak pada dipojokkannya perempuan dalam lingkungan sosial. Pandangan bahwa perempuan harus bisa memasak ternyata masih melekat di diri sebagian orang.
Dengan pandangan itulah, maka saat mengetahui ada perempuan yang tidak bisa memasak, hal tersebut membuatnya memandang rendah perempuan tersebut. Misalnya saja dengan mengungkapkan, “Masak nasi tu gampang. Gitu aja kok gak bisa.”
Mungkin saja orang yang bisa memasak nasi itu sudah terbiasa dan yang tidak bisa memasak nasi memang tidak terbiasa untuk melakukannya. Hal seperti ini seharusnya tidak menjadi masalah besar, apalagi sampai harus merendahkan atau menyalahkan.
Perilaku inilah yang bisa membuat perempuan menjadi tidak percaya diri saat sedang berkumpul dalam lingkaran yang semuanya perempuan. Dikhawatirkan ada pembahasan maupun lontaran pertanyaan yang berkaitan dengan memasak. Apalagi kalau sampai ketahuan tidak bisa memasak, maka akan diremehkan dalam lingkaran tersebut.
Bahkan lebih parahnya, bisa saja demi membela diri, perempuan akan rela berbohong bisa memasak agar diperlakukan dengan baik. Jadi, menganggap memasak menjadi kewajiban bagi perempuan berpotensi mendorong perempun untuk melakukan kesalahan yang sebenarnya tidak diinginkan.
Dengan begitu, menjadikan memasak sebagai suatu keharusan bagi perempuan sebaiknya mulai diubah. Perempuan yang bisa memasak dikarenakan dirinya senang dan pernah berlatih untuk mengolah makanan.
Sedangkan perempuan yang tidak bisa memasak, seharusnya tidak dipandang sebelah mata. Tetapi coba lihatlah kemampuan unggul lainnya yang dimiliki perempuan tersebut.