Perdebatan Hukum Halal-Haram Cripto di Kalangan NU
HIDAYATUNA.COM – Kalangan ahli Fikih Nahdlatul Ulama (NU) sedang hangat mendiskusikan hukum cripto ini. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat juga sudah mengambil keputusan.
Oleh karena ini berkaitan dengan teknologi, maka saya bawa dulu pada sebuah contoh keputusan hukum di kalangan para kiai NU. Di mana pendapat mereka mengalami perubahan seiring perubahan teknologi, yakni teknologi di kedokteran saat tahun 1980an silam baru dikenal ‘transplantasi‘ atau cangkok organ tubuh.
Di masa itu, tingkat keberhasilan rendah, maka kiai-kiai NU memutuskan haram sebab berkaitan dengan nyawa. Namun ketika teknologi kedokteran semakin canggih justru banyak nyawa bisa diselamatkan, maka para kiai memutuskan boleh melakukan Tranplantasi. Bahkan jika menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan maka menjadi wajib.
Demikian pula jual beli lewat telpon yang saat itu tingkat keamanannya rendah, maka terjadi perdebatan. Tapi setelah jual beli melalui teknologi sudah semakin canggih, apalagi sudah ada undang-undang yang mengatur terjadinya kerugian di antara penjual dan pembeli, maka tidak masalah.
Nah, yang terbaru ini adalah masalah cripto. Pakar Bahtsul Masail yang selalu saya ambil ilmunya, Kiai Zahro Wardi menulis:
“Cryptocurrency (cripto) adalah loncatan tecnologi Era 4.0 di bidang Keuangan dan Bisnis. Hal ini suatu keniscayaan yang tidak bisa dibendung. Namun demikian, belum siapnya perangkat lain sebagai pengontrol, Jaminan keamanan pelaku bisnis dan kehadiran Negara pembuat regulasi, apalagi masyarakat Indonesia yang umumnya masih awam maslahahnya kita beri “Alarm Bahaya” lewat hukum haram.”
Sampai saatnya nanti, bila sudah ada perbaikan-perbaikan, cripto bisa kita hukumi halal. Wallohu A’lam bi Al-Showab. Ini perbedaan pendapat yang ilmiah, tapi karena tipe kiai NU beragam, ada saja yang kemudian memberi kritikan.
Syekh Imam Jazuli, misalnya. Tuduhan-tuduhan semacamnya tidak akan sampai ditodongkan kepada para kiai yang bertugas mengawal hukum dengan referensi khazanah Islam. Hal itu, jika sehari saja beliau berkenan hadir di Lembaga Bahtsul Masail setingkat PWNU.