Percaya Nabi Atau Kiai?
HIDAYATUNA.COM – Sampeyan percaya nabi atau kiai? Kalimat tersebut kerap terdengar, menghenyakkan kita semua. Mempertanyakan kapasitas muktabaroh Ulama , dan membandingkan dengan Kanjeng Nabi yang memang jelas tidak berbanding sama sekali.
Jika tidak faham, maka akan seolah-olah banyak perkara yang dilakukan oleh Kiai bertentangan dengan Kanjeng Nabi. Kyai itu tidak berpendapat melalui hayalan beliau sendiri, melainkan berdasarkan ajaran dari Kiai-nya sang Kiai juga.
Demikian seterusnya hingga sanad bersambung kepada Kanjeng Nabi. Jadi, benar bahwa Kiai itu menyelisihi Kanjeng Nabi.
Ibaratnya, saat Kanjeng Nabi memerintahkan kita untuk “ngliwet sego” (memasak nasi). Maka yang dilakukan Kyai bukan ‘sego diliwet’, melainkan akan ‘mususi’ beras, ‘dikaru’. Setelah setengah matang, ‘beras karon’ ini ditanak dalam dandang. Inilah yang disebut ngliwet sego.
Sementara, mereka yang tidak punya guru yang jelas sanadnya. Begitu ada perintah Kanjeng Nabi untuk ‘ngliwet sego’, maka yang mereka lakukan adalah mencari nasi untuk diliwet. Sebab dalam hayalannya yang namanya ‘ngilwet sego’ berarti harus ada ‘sego’ kemudian ‘diliwet’.
Tidak sampai di situ, mereka memprovokasi, mencaci maki dan menertawakan serta menganggap kita bodoh, salah, menyelisihi Quran Hadits karena diperintahkan ‘ngliwet sego’, tapi malah kita ‘mususi beras’ dan seterusnya.
Itulah gambaran bagi wong (Jawa: Orang) NU yang belajar dari Kiai dalam memahami Quran dan Hadits. Jika dibandingkan dengan mereka yang percaya diri “memurnikan” Quran Hadits dan langsung mengambil hukum dari sumbernya, tanpa menggunakan ilmu alat.
Lalu, mereka akan mempertanyakan kepada kita, “Anda percaya dengan Nabi atau Kiai?” Seakan-akan Kiai kita itu salah dan tersesat dalam memahami nash suci.
Bagi masyarakat awam, hal ini tentu dapat menjerumuskan mereka untuk tidak percaya lagi dengan para ulama muktabaroh an-nahdliyyah.
Maka kita saksikan akhirnya, mereka memilih, berijtihad dan mengambil hukum tidak jelas ‘juntrungnya’ karena memang tidak pernah dilakukan oleh generasi-generasi Ulama terdahulu.