Perbedaan Zakat dan Diyat

 Perbedaan Zakat dan Diyat

Zakat ditinjau dari sisi bahasa mengandung beberapa makna, di antaranya berkah, berkembang, menyucikan , banyaknya kebaikan dan memuji. Sementara itu al-Mawardi dalam kitab al-Hawi mendefinisikan zakat dengan pengambilan tertentu dari harta tertentu dengan jumlah tertentu menurut sifat-sifat tertentu dan diberikan kepada golongan tertentu. Pendapat al-Mawardi inilah dipakai menjadi salah satu rujukan untuk mendifiniskan dalam ilmu fiqih.

Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni berkata:

وسميت بذلك لأن المال ينمو ببركة إخراجها ودعاء الآخذ

Artinya: “Disebut zakat karena harta yang dizakati akan berkembang sebab berkah membayar zakat dan doa orang yang menerima.”

Sementara itu mengenai kapan zakat menjadi kewajiban terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hasyiyah al-Jamal ada yang mengatakan zakat diwajibkan di bulan Sya’ban tahun kedua hijriah bersamaan dengan zakat fitri. Ada juga pendapat lain yang berpendapat bahwa zakat diwajibkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Pendapat yang lebih masyhur diakui para ahli hadits yaitu pada bulan Syawal tahun kedua hijriah sedangkan zakat fitri diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri setelah diwajibkannya puasa Ramadhan.

Terlepas dari perbedaan itu Allah memerintahkan berzakat sebagaimana firmanNya:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ

Artinya: “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (QS. Ar-Ruum : 39)

Tidak diragukan lagi betapa besar hikmah di balik kewajiban zakat. Hikmahnya begitu tampak jelas bagi siapa pun yang mau merenungkannya. Di antara hikmah zakat yang paling nampak jelas adalah mengentaskan kemiskinan.

Diyat

Diyat adalah adalah sejumlah harta yang wajib diberikan karena suatu tindak pidana kepada korban kejahatan atau walinya. Dalam Hukum Islam terdapat beberapa ketentuan yang dapat dikategorikan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana. Dalam Hukum Pidana Islam, hukuman diklasifikasikan kedalam tiga jenis, hudud, qishas, diyat, dan ta’zir. Sistem Diat padahakikatna merupakan suatu bentuk pidana ang bersifat melindungi korban tindak pidana.

Dasar  bagi pelaksanaan diyat adalah Firman Allah:

فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٧٨)

Artinya : “Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. al- Baqarah: 178)

Penetapan diyat didasarkan pada pembunuhan atau merusak anggota tubuh, berikut ketentuannya:

  1. Pembunuh atau perusak anggota tubuh telah dimaafkan oleh keluarga terbunuh atau keluarga yang telah dirusak anggota tubuhnya
  2. Pelaku pembunuhan atau perusak angota tubuh melarikan diri dan pembayaran diyatnya dibebankan kepada keluarganya.
  3. Dalam keadaan qishas, sukar dilaksanaan, apabila seseorang melukai anggota tubuh orang lain dan sulit ditentukan ukurannya, baik dalam maupun lebarnya luka.
  4. Matinya pelaku pembunuhan atau perusak anggota tubuh.

Dari uraian diatas dapat diambil benang merah kesimpulan bahwa antara zakat dan diyat sangatlah berbeda. Meskipun keduanya merupakan kewajiban yang harus dibayar tetapi landasannya berbeda. Zakat diperuntukkan kepada diserahkan kepada golongan tertentu (mustahiqqin) dengan dasar bahwa dalam harta yang dimiliki ada hak orang lain dan merupakan perintah Allah. Dengan kata lain pengahsilan baik dari kerja maupun berdagang wajib dizakati.

Sementara diyat jelas kewajiban membayar denda yang dikenakan sebab melakukan kesalahan kepada orang lain baik setelah melakukan pembunuhan atau perusakan anggota tubuh dan telah dimaafkan. Diyat merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan yang dilakukan kepada orang lain.

Sumber:

Ahmad Ifham Sholihin,  Buku pintar ekonomi syariah. Gramedia Pustaka Utama (2010)

Anggun Malinda, Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana: Tersangka, Terdakwa, Terpidana, Saksi dan Korban. Penerbit Garudhawaca (2016)

Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj, Beirut, Dar al-Fikr (2003)

Syekh Taqiyyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni, Kifayatul Akhyar, Surabaya, al-Haramain (2002)

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *