Perbedaan Pengambilan Dalil di Internal Ulama Salafi

 Perbedaan Pengambilan Dalil di Internal Ulama Salafi

Membincang Sanad Dzikir Thariqah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Para ustaz Salafi di Indonesia hanya mengajarkan hasil ijtihad ulama mereka dalam bentuk ‘porsi jadi’, ini bidah dan itu sunah.

Saya yakin sebenarnya mereka pernah mempelajari metode pengambilan hukum dari dalil. Tapi ya gitu lah, namanya pengikut sudah pasti menyalahkan orang lain.

Baiklah. Saya beritahukan kepada pengikut Salafi bagaimana internal ulama mereka terjadi beda pendapat dalam ijtihad. Metode ijtihad itu seperti:
1. Mengambil zahir hadis
2. Mengungkap makna dalam hadis
3. Menerima sisi kedaifan hadis atau menolaknya.
Sebenarnya banyak lagi dalam ushul fiqh, tapi kita ambil tiga saja untuk memudahkan dengan contoh berikut:
1. Sedekah Makanan Untuk Keluarga Yang Wafat
Hadis ini terdapat dalam riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi bersedekah daging kambing kepada teman-teman Khadijah.
Dari hadis ini Syekh Soleh Fauzan memberi kesimpulan:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَفْعَلُهُ مِنْ ذَبْحِ الذَّبِيْحَةِ وَالتَّصَدُّقِ بِهَا عَنْ خَدِيْجَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بَعْدَ وَفَاتِهَا فَقَالَ: طَبْعًا هَذَا مِنَ الصَّدَقَةِ نَعَمْ يُؤْخَذُ مِنْهُ اَنَّهُ يَتَصَدَّقُ عَنِ الْمَيِّتِ اِمَّا بِلَحْمٍ وَاِمَّا بِطَعَامٍ وَاِمَّا بِنُقُوْدٍ اَوْ بِمَلاَبِسَ يَتَصَدَّقُ عَنِ الْمَيِّتِ هَذَا مِنَ الصَّدَقَةِ عَنْهُ اَوْ بِاُضْحِيَّةٍ عَنْهُ فِي وَقْتِ اْلاُضْحِيَّةِ هَذَا كُلُّهُ مِنَ الصَّدَقَةِ عَنِ الْمَيِّتِ يَدْخُلُ فِيْهِ (فتاوى الاحكام الشرعية رقم 9661)
Artinya:
“Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallama melakukan penyembelihan hewan dan menyedekahkannya untuk Khadijah setelah wafatnya (HR Muslim No 4464). Syaikh berkata: Secara watak ini adalah sedekah. Dari dalil ini dapat diambil kesimpulan bahwa boleh bersedekah atas nama mayit baik berupa daging, makanan, uang atau pakaian, ini adalah sedekah, atau dengan qurban saat Idul Adlha. Kesemua ini adalah sedekah atas nama mayit.” (Fatawa al-Ahkam asy-Syar’iyah No 9661)
Sejalan dengannya Syekh Bin Baz berkata:
وهذه الصدقة لا مشاحة في تسميتها بعشاء الوالدين ، أو صدقة الوالدين سواء كانت في رمضان أو غيرهما. وفق الله الجميع لما يرضيه . (مجموع فتاوى ابن باز 13/ 253)
Sedekah ini tidak masalah disebut ‘hidangan kedua orang tua’, atau ‘sedekah orang tua’, baik di bulan Ramadlan ataupun yang lain (Kumpulan Fatwa Bin Baz 13/253)
Dalil sama tapi kesimpulannya beda. Ini ditunjukkan oleh Syekh Ibnu Utsaimin:
وَالْخُلَاصَةُ اَنَّ الْعَشَاءَ الَّذِي يُسَمَّى عَشَاءَ الْوَالِدَيْنِ فِي رَمَضَانَ لَا اَصْلَ لَهُ لَا مِنْ كِتَابِ اللهِ وَلَا مِنْ سُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَلَا مِنْ عَمَلِ السَّلَفِ الصَّالِحِ (فتاوى الجنائز من فتاوى نور على الدرب للشيخ محمد بن عثيمين)
Artinya:
“Kesimpulannya bahwa hidangan sedekah yang disebut ‘hidangan untuk kedua orang tua’ di bulan Ramadlan tidak ada dasarnya, baik dari al-Quran, hadis atau amaliyah ulama salaf.” (Syaikh Muhammad bin Utsaimin, Fatawa Nur Ala ad-Darbi, Bab Janazah)
2. Dalil Tasbih
Sahabat yang menggunakan tasbih saat berzikir terdapat dalam riwayat Abu Dawud. Sebagian ulama tidak mempermasalahkan status hadisnya dan membolehkan pakai tasbih.
Bagaimana menurut ulama Salafi? Dari hadis ini Syekh Ibnu Utsaimin membolehkan dan tidak mengatakan bidah:
التَّسْبِيْحُ بِالْمُسَبِّحَةِ تَرْكُهُ اَوْلَى وَلَيْسَ بِبِدْعَةٍ لِاَنَّ لَهُ اَصْلًا وَهُوَ تَسْبِيْحُ بَعْضِ الصَّحَابَةِ بِالْحَصَى وَلَكِنَّ الرَّسُوْلَ صلى الله عليه وسلم اَرْشَدَ اِلَى اَنَّ التَّسْبِيْحَ بِالْاَصَابِعِ اَفْضَلُ (اللقاء المفتوح رقم 3 ودروس وفتاوى الحرم المدني لعام 1416 هـ للشيخ محمد بن عثيمين
“Bertasbih dengan alat Tasbih lebih baik meninggalkannya, dan bukan bid’ah, sebab memiliki dasar, yaitu bertasbihnya sebagian sahabat dengan batu kecil, tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallama memberi petunjuk bahwa bertasbih dengan jari lebih utama (Syaikh Muhammad bin Utsaimin, al-Liqa’ al-Maftuh No 3 dan Durus wa Fatawa al-Haram al-Madani Tahun 1416 H)
Tapi bagi ahli hadis Salafi yang mutasyaddid langsung memvonis bidah dan hadis tersebut tidak bisa diterima seperti yang disampaikan oleh Syekh Albani:
اِنَّ السَّبْحَةَ بِدْعَةٌ لَمْ تَكُنْ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اِنَّمَا حَدَثَتْ بَعْدَهُ صلى الله عليه وسلم فَكَيْفَ يَعْقِلُ اَنْ يَحُضَّ صلى الله عليه وسلم اَصْحَابَهُ عَلَى اَمْرٍ لَا يَعْرِفُوْنَهُ ؟ (السلسلة الضعيفة للالباني (1:110)
Artinya:
“Tasbih adalah bid’ah karena tidak ada di masa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallama. Tasbih baru ada sesudah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallama. Maka bagaimana mungkin Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallama menganjurkan para sahabatnya terhadap sesuatu yang tidak mereka ketahui?” (Syaikh al-Albani as-Silsilah adl-Dlaifah 1/110)
Jadi pengikut Salafi itu membidahkan hasil ijtihad ulama kita, tapi di internal mereka perbedaan ijtihad diperbolehkan dan bukan bidah. Intinya mereka kurang referensi bacaan.
• Gambar Kitab Al-Ijaz, yang merangkum perbedaan ijtihad Syekh Albani, Syekh Utsaimin dan Syekh Bin Baz.
Kalau mereka punya kemampuan membaca kitab tersebut sangat bagus dan akan menemukan banyak pendapat salah satu dari beliau-beliau yang sama dengan Mazhab Syafi’i dan lainnya. Makanya baca, jangan taklid! []

Ma'ruf Khozin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *