Perbedaan Metodologi dalam Menentukan Idul Adha
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Muhammadiyah dan Kemenag memiliki perbedaan dalam menentukan Idul Adha 1 Dzulhijjah 1443 Hijriyah. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan potensi perbedaan tanggal ini. Jika dijelaskan melalui analisis garis tanggal hijriah dibuat dengan memaknai kriteria awal bulan kamariah.
Di Indonesia sendiri, berlaku dua kriteria utama, yakni Wujudul Hilal dan MABIMS atau perkumpulan Menteri-Menteri Agama Brunei Darusaalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Kriteria Wujudul Hilal biasanya digunakan Muhammadiyah berlandaskan pada kondisi Bulan yang terbenam. Setelah matahari terbenam berapa pun ketinggiannya (selama di atas ufuk saat matahari terbenam). Sedangkan kriteria MABIMS berlandaskan pada batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau ketampakan hilal).
Yaitu parameter fisis hilal yang dinyatakan dengan parameter elongasi (jarak sudut Bulan-Matahari) minimum 6,4 derajat. Kemudian parameter fisis gangguan cahaya syafak/twilight (cahaya senja) yang dinyatakan dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat.
Kriteria baru MABIMS saat ini digunakan oleh Kemenag dan beberapa ormas Islam menggantikan kriteria lama yakni 2-3-8,2 derajat altitud 3 derajat elongasi. Delapan jam umur hilal dihitung sejak ijtimak/konjungsi solar/fase Bulan baru geosentrik hingga Matahari terbenam. Kriteria ini yang masih digunakan untuk penyusunan kalender 2022 di Indonesia.
Ketinggian Hilal Penuhi Syarat
Menurut kriteria lama MABIMS maupun Wujudul Hilal, sebenarnya kondisi hilal di Indonesia sudah memenuhi syarat. Ketinggian hilal bervariasi antara +0,78 derajat (Merauke) hingga +3,22 derajat (Sabang). Sedangkan elongasi bervariasi antara 4,02 derajat (Jayapura) hingga 4,97 derajat (Sabang).
“Ijtimak awal Zulhijjah 1443 H terjadi pada 29 Juni 2022 pukul 09.52.03 WIB, sehingga umur hilal bervariasi antara 5,65 jam (Merauke) hingga 9,08 jam (Sabang). Sehingga Muhammadiyah dalam maklumatnya telah menetapkan 1 Zulhijjah 1443 H jatuh pada 30 Juni 2022. Iduladha jatuh pada 9 Juli 2022,” ungkap Andi Pangerang dari Pusat Riset Antariksa BRIN, dikutip dari CNN Indonesia, Jum’at (01/07/2022).
Akan tetapi, kondisi hilal menurut kriteria baru MABIMS belum sesuai. Sebabnya, meskipun altitude sudah memenuhi 3 derajat di Aceh tapi elongasinya belum memenuhi 6,4 derajat.
“Sehingga ada kemungkinan 1 Zulhijjah 1443 H jatuh pada 1 Juli 2022 dan Idul Adha pada 10 Juli 2022,” sambungnya.
Sementara itu, ketinggian hilal di Observatorium Al-Hilal Mecca Clock Tower sudah mencapai 5,60 derajat dengan elongasi mencapai 6,35 derajat. Hilal disebut akan mudah teramati sehingga kemungkinan 1 Zulhijjah 1443 H jatuh pada 30 Juni 2022 dan Iduladha pada 9 Juli 2022.
“Berkaca pada rukyat hilal Ramadan 1443 H, dengan ketinggian 3,09 derajat dan elongasi 4,78 derajat. Seharusnya dengan ketinggian dan elongasi yang lebih besar akan lebih mudah terlihat. Terlebih kondisi ufuk di Saudi cenderung bebas dari awan dengan kelajuan uap air yang redah,” jelasnya.