Perbedaan Makna Melihat dan Duduk bagi Allah
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Ahlussunnah mengatakan bahwa Allah bisa melihat dengan makna bahwa Allah mempunyai sifat namanya al-Bashor.
Bagi yang berpendapat bahwa al-Bashor adalah sifat yang independen bagi Allah atau kembali kepada sifat al-ilim bagi yang mengatakan bahwa al-Bashor adalah salah satu aplikasi dari sifat al-ilim.
Begitu pula manusia juga bisa melihat akan tetapi dengan makna sebuah sifat yang hadis tidak seperti sifat Allah yang qodim maka persamaan nama cukup.
Karena persamaan dalam lawazim tidak perlu persamaan dalam haqiqat, maka haqiqat melihat bagi Allah berbeda dengan haqiqat melihat bagi makhluk.
Hanya saja kedua-duanya sama dalam lawazim-nya yaitu al-inkisyaf dengan level yang berbeda antara kedua lawazim-nya.
Berbeda dengan duduk yang mana tidak boleh kita mengatakan Allah itu duduk dengan bentuk atau cara yg tidak sama seperti manusia.
Karena makna duduk itu tidak mungkin kecuali hadis berbeda dengan melihat yang bisa mempunyai dua makna.
Maka manusia boleh duduk akan tetapi Allah mustahil duduk.
Menurut saya di sinilah letak susahnya pembahasan tentang ketuhanan yang tidak bisa hanya dipahami melewati lafaz akan tetapi mesti melewati makna apalagi kita tidak pernah melihat Allah.
Di sinilah titik banyak kelompok yang gagal memahami tentang sifat-sifat Allah karena kita adalah makhluk dan hanya pernah melihat makhluk serta tidak pernah melihat Sang Kholiq.
Jadi banyak kelompok yang mengatakan bahwa Sang Kholiq sama seperti makhluk karena gagal paham dalam poin ini.
Al-Imam Arrozy berkata: barang siapa ingin belajar ilmu kalam maka dia mesti membuat sifat baru dalam dirinya karena dia tidak boleh berfikir Allah sama dengan makhluknya sama sekali. []