Perbedaan ‘Kehendak dan ‘Ridha’
HIDAYATUNA.COM , Yogyakarta – Berikut ini sebuah catatan kecil mengenai perbedaan antara ‘kehendak’ dan ‘ridha.’ Alkisah, seorang Ibu melihat anaknya bermain di semak-semak.
Ia khawatir anaknya digigit ular, disengat lebah atau binatang berbahaya lainnya.
Ketika ditegur, si anak tidak mau nurut. Ia memohon untuk tetap diizinkan bermain di sana.
Si Ibu tidak ingin memaksa. Tapi ia juga tidak ingin anaknya mendapat bahaya. Akhirnya ia mengizinkan.
Tapi ia tetap tidak ridha. Izin itu ia berikan agar anaknya menyadari sendiri bahaya bermain di daerah itu. Jelas ia tidak ingin anaknya kenapa-kenapa.
Tapi kalau untuk sadar ia perlu merasakan dulu secara langsung dampak negatif bermain di sana, ya tidak mengapa.
Ini ilustrasi sederhana (yang mungkin kurang begitu tepat), bahwa ‘menghendaki’ tidak mesti ‘meridhai’.
Ibu ini ‘mengizinkan’ anaknya bermain di sema-semak, tapi ia tidak ‘meridhai’ itu.
Ia bahkan juga ‘berkehendak’ anaknya mendapat sedikit ‘bahaya’ agar ia menyadari langsung dampak negatif bermain di sana, meskipun ia tidak ‘ridha’ hal itu terjadi.
Jadi antara ‘kehendak’ dan ‘ridha’ itu berbeda.
Kita yakin bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di alam ini di luar kehendak (masyi`ah/iradah) Allah Swt. Apapun itu, termasuk kemusyrikan dan kekufuran.
Karena kalau dikatakan kemusyrikan dan kekufuran terjadi di luar kehendak Allah, ini sama saja mengatakan Allah Swt tidak Maha Berkuasa atas segala sesuatu dan ini mustahil.
Tapi apakah Allah meridhai terjadinya kemusyrikan dan kekufuran? Tentu tidak.
Seseorang melakukan kezaliman, apakah juga atas kehendak Allah? Ya, jelas.
Tapi apakah Allah ridha? Jelas tidak. ini semakin menegaskan bahwa ‘kehendak’ tidak berarti ‘ridha’.
Mari renungi firman Allah Swt berikut :
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ … (الزمر : 7)
Artinya:
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah Maha Kaya darimu (Dia tidak membutuhkanmu), dan Dia tidak meridhai kekafiran untuk hamba-hamba-Nya. Dan jika kamu bersyukur Dia meridhai itu untukmu…”
Jadi ketika terjadi kezaliman jangan katakan,
“Ini semua sudah kehendak Allah, kita mesti menerima dengan sabar.”
Benar bahwa semua terjadi atas kehendak Allah. Tapi apakah Allah Swt meridhai semua itu?
Apakah kita dituntut untuk menerima saja (pasif)?
Ataukah Allah menghendaki itu terjadi untuk melihat respon yang benar dan terbaik dari hamba-hamba-Nya?
Tidak satu pun yang terjadi kalau bukan kehendak Allah. Tapi tidak semua yang terjadi kita mesti menerima dengan pasif.
Banyak hal yang Allah izinkan terjadi, dan Allah ‘ridha’ kalau kita melakukan perubahan. []
[YJ]