Peranan Sosial Kyai Menurut Gus Ulil
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sebagai negara dengan mayoritas berpenduduk muslim, Indonesia pernah memiliki sejumlah ulama yang tidak diragukan lagi otoritas keilmuannya baik dalam skala nasional maupun internasional.
Sebut saja semisal Kyai Nawawi al-Bantani, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh Mahfudz at-Tarmasi, KH Hasyim Asy’ari hingga KH Maimoen Zubair.
Dari segi keilmuan, tentu tidak kalah dengan ulama-ulama Timur Tengah. Mereka ahli dalam berbagai ilmu agama seperti hadits, tafsir, fikih, dan ilmu bahasa.
Mereka sama dan sejajar dengan ulama-ulama lain yang lahir, berguru dan berkiprah di pusat kelahiran Islam, Hijaz.
Akan tetapi ada satu hal yang menjadi pembeda antara peran keulamaan di Indonesia dengan peran keulamaan pada umumnya di Timur Tengah.
Perbedaan itu diungkapkan oleh Gus Ulil dalam mauidah hasanahnya pada gelaran Peringatan Maulid Nabi dan Haul Masayikh Ponpes Raudlatut Talibin, Rembang (2/10).
Beliau mengatakan,
“Orang Indonesia itu akhlaknya baik karena mendapatkan ajaran dan pendidikan dari para kyai dan ulama,” dikutip dari akun Youtube @TVNU Televisi Nahdlatul Ulama (4/10/2022).
Kalimat tersebut ditujukan atas sebuah pertanyaan yang pernah diterimanya dari seorang wartawan Belanda asli Turki yang berbunyi “kenapa kok orang Indonesia itu akhlaknya baik-baik?”.
Di sisil lain “Kyai-kyai di Indonesia”, tambahnya, “Punya ciri khas tidak banyak melahirkan karya berbentuk buku atau kitab kuning tetapi santrinya banyak. Ini berbeda dengan ulama Timur Tengah yang banyak karyanya tetapi sedikit santri atau muridnya.”
Kenyataan ini menunjukan bahwa kyai atau ulama Indonesia yang berfokus lebih cenderung berfokus pada pembinaan masyarakat di sekitarnya ketimbang sibuk di menara gading.
Indikasi lainnya menurut Gus Ulil juga terlihat dari fenomena kebanyakan letak pesantren di Indonesia (khususnya di Jawa) yang berada di pedesaan dan pelosok-pelosok, bukannya di perkotaan.
Dalam konteks masyarakat yang bercorak komunal inilah peranan seorang kyai dapat lebih maksimal membina masyarakat.
“Jadi pondok di Jawa, atau kiyai-kyai Jawa niku pancen (itu memang) salah satu cirinya adalah dekat dengan rakyat kecil” tandasnya. []