Pentingnya Pelibatan Anak dalam Pembangunan Negara
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kita pasti pernah mendengar ungkapan bahwa setiap anak yang lahir bukan atas kehendak dirinya. Namun, hal ini semata-mata atas kehendak kedua orang tua.
Jika ditelisik lebih jauh dalam ajaran Islam, setiap anak yang lahir ke dunia sudah membawa takdirnya masin-masing, khususnya persoalan kematian, jodoh, rezeki.
Pemahaman itu disusul dengan sebuah hadis yang menjelaskan bahwa, setiap anak yang lahir dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadikan ia Kristen, Yahudi, ataupun menganut agama-agama lain.
Atas dasar argumen di atas, penting kiranya untuk memetakan pemahaman seperti apa hak yang harus diberikan oleh orang tua sebagai figur utama yang paling dekat dengan seorang anak.
Selain itu peran negara juga harus dipenuhi terhadap seorang anak. Selama ini kita menganggap bahwa anak hanyalah sebuah entitas pribadi yang lahir dan tanggung jawab kedua orang tua.
Namun jika ditelisik lebih luas, negara juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak.
Hal itu sesuai dalam rumusan Pasal 28 B ayat 2 UUD NKRI 1945 yang menyatakan,
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Maka apabila terjadi kekerasan yang dialami oleh anak seperti yang terjadi pada beberapa waktu lalu, yakni kasus anak yang meninggal seusai dipaksa memperkosa kucing. Kenyataan itu membuat kita miris.
Apalagi jika melihat data melalui KemenPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI) dijelaskan bahwa data kekerasan terhadap yang dilihat dari Januari 2022 terdapat 13.014 kasus. Artinya, kondisi Indonesia dalam memberikan ruang aman kepada anak termasuk dalam posisi gawat darurat.
Secara hukum apa yang dialami oleh anak tersebut semestinya mendapat perlindngan negara. Hal ini berdasarkan undang-undang yang sudah dijelaskan di atas.
Maka sangat penting mendorong keterlibatan negara dalam mengupayakan untuk memberikan hak anak, mendorong pelibatan anak dan melihatnya sebagai manusia utuh agar kelak bisa menjadi penerus bangsa dan pemimpin di masa yang akan datang.
Melihat banyak sekali ketimpangan yang dialami oleh anak, dalam konteks Islam, kita bisa menelaaah lebih jauh bagaimana, Allah sudah memberikan penjelasan secara rinci kepada umatnya tentang, bagaimana pola pengasuhan dan pemberian hak kepada anak.
Dalam hukum Islam, hakikat perlindungan adalah menunjukkan kasih sayang terhadap anak serta memenuhi aspek kebutuhan dasar dan memberikan perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi.
Sejalan dengan pemahaman tersebut, Islam menganjurkan kepada setiap orang untuk selalu berlaku adil kepada siapapun termasuk dalam hal ini anak.
Sejalan dengan penjelasan ini, tentu kita bisa memahami sebuah ayat yang tercantum dalam Alqura yakni, Q.S. Al-Hujurat ayat 13, artinya:
“Hai manusia, sesungguhya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah aialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesunggunya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat ini menyiratkan bahwa dalam memperlakukan keadilan semestinya semuanya sama, tidak membedakan jenis kelamin, umur, ataupun hal lainnya. Setiap orang berhak mendapat keadilan, termasuk anak-anak.
Anak-anak Hari Ini, Pemimpin di Masa Depan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2021, sekitar 88 juta anak di Indonesia hari ini, sebagian besar sudah memasuki usia produktif pada tahun 2030 dan akan menjadi aktor aktif dalam pembangunan.
Pada tahun 2045, anak-anak hari ini akan menjadi pemimpin di tahun tersebut. Sehingga untuk mempersiapkan mereka sebagai generasi emas bagi keberlangsungan negara di masa yang akan datang, perlunya memberikan ruang bagi negara untuk anak.
Dalam konteks ini, ada beberapa hal yang bisa diupayakan, antara lain adalah pertama, pentingnya keterwakilan anak pada tiap tingkatan dalam pengambilan keputusan dan menentukan kebijakan yang ramah anak.
Kedua, memberikan ruang aman untuk anak berpartisipasi. Mulai dair tingkat desa, kabupaten, privinsi hingga tingkat nasional.
Ketiga, ada forum Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), forum anak, agar ia berpartisipasi terhadap pembangunan di daerah.
Upaya di atas sebenarnya mengacu kepada Pasal 10 Undang-undang nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi,
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.”
Dengan demikian, upaya tersebut bisa memberikan ruang bagi anak untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara sesuai dengan porsi dirinya sebagai anak.