Pentingnya Kejujuran Ilmiah

 Pentingnya Kejujuran Ilmiah

Sebuah Renungan: Tentukan Prioritas (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Saya sering bertanya-tanya kenapa ya akun-akun wahabi kalau menuduh dusta tidak langsung di postingan yang dianggap dusta lalu buktikan bahwa itu benar-benar dusta?

Sukanya nulis di lapaknya sendiri, bilangnya saya dusta, kawan saya dusta, pokoknya yang tak sesuai dengan pikirannya disebut dusta tanpa ada bukti validnya.

Postingan saya semua bersifat publik dan semua dapat membaca dan menilai sendiri dengan bukti primer yang saya sajikan.

Saat misalnya saya bilang Wahabi mendistorsi kitab, ketika misalnya saya mengatakan bahwa Ustaz Badrusalam berbohong, saya sertakan bukti kebohongannya yang terang seterang mentari.

Saat saya mengatakan bahwa Syaikh Ibnu Taymiyah mujassim, saya juga sertakan pernyataan beliau sendiri yang sharih menetapkan adanya ciri fisik Allah semisal punya sisi-sisi yang berbeda.

Lalu di mana dustanya?

Di belakang keyboard, semua bisa menulis apa pun semaunya. Tapi tetap data valid yang akhirnya akan didengar manusia berakal.

Sebagai penutup, saya beri satu contoh kutipan pernyataan Syaikh Ibnu Taymiyah yang belum pernah saya angkat.

Beliau pernah menulis begini di Majmu’ Fatawanya:

وأمّا الجَهْرُ بِالنِّيَّةِ وتَكْرِيرُها فَبِدْعَةٌ سَيِّئَةٌ لَيْسَتْ مُسْتَحَبَّةً بِاتِّفاقِ المُسْلِمِينَ

Artinya:
“Adapun mengeraskan niat dan mengulanginya adalah bid’ah sayyi’ah bukan merupakan kesunnahan (bukan hal mustahab) berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.” (Ibnu Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa)

Jelas dan gamblang sekali bahwa beliau mengklaim vonis bid’ah sayyi’ah itu sebagai kesepakatan kaum muslimin.

Tapi pertanyaannya kapankah ada kesepakatan itu?

Atau jangan-jangan muslim dari planet lain yang melakukan kesepakatan sebab kalau di empat mazhab besar yang ada di planet Bumi mudah sekali ditemukan ulama yang menganggapnya sunah (mustahab).

Imam Nawawi yang jauh lebih tua dan lebih alim dari beliau misalnya berkata:

اعلم أن نيّة الزكاة واجبةٌ، ونيّتها تكون بالقلب كغيرها من العبادات، ويستحبّ أن يضمّ إليه التلفظ باللسان كما في غيرها من العبادات

Artinya:
“Ketahuilah bahwa niat zakat adalah wajib dan niat tersebut adanya di hati, sebagaimana ibadah-ibadah lain. Dan disunnahkan (merupakan hal mustahab) agar niatan hati itu ditambah dengan pengucapan dengan lisan (dikeraskan) seperti halnya dalam ibadah-ibadah lainnya (selain zakat).” (An-Nawawi, al-Adzkar).

Dari sini jelas terbukti bahwa klaim Syaikh Ibnu Taymiyah yang menyatakan semua kaum muslimin sepakat membid’ahkan mengeraskan niat dan bahwa itu bukan mustahab adalah klaim yang jelas salah.

Opsinya hanya dua: kalau klaim tersebut tidak muncul dari kejahilan maka dari kebohongan. Silakan para Taymiyun pilih yang mana.

Tapi kita tunggu saja, entah berapa hari, berapa bulan atau berapa tahun mendatang akan ada akun wahabi yang bilang saya berdusta lagi soal ini dan bilang saya hanya membenci Syaikh Ibnu Taymiyah.

Padahal saya tidak benci, justru saya banyak belajar dari kitab-kitabnya dan bahkan merujuk beliau dalam hal yang benar.

Bahkan rasanya waktu yang saya habiskan untuk menelaah kitab Syaikh Ibnu Taymiyah jauh lebih banyak dari kebanyakan Taymiyun.

Cuma kalau memang sedang terbukti salah mau bilang apa lagi? Inilah yang namanya kejujuran ilmiah. Sebagai keterangan tambahan:

1) Syaikh Ibnu Taymiyah di beberapa tempat mengakui bahwa niat yang diucapkan tapi dengan suara pelan diperselisihkan oleh ulama.

Dari sisi ini bisa dibilang tak ada pertentangan antara Ibnu Taymiyah dan ulama lain.

Namun, faktanya di lapangan memang pengucapannya pelan, tak ada yang mengucapkannya dengan keras seperti takbiratul Ihramnya Imam Shalat sehingga memperinci soal ini adalah tindakan ahistoris dan keluar dari mahallun niza’.

2) Di sisi lain, ulama yang memperbolehkan pengucapan niat tidak membedakan antara keras dan pelan.

Mereka memakai redaksi “melafazkan” atau “mengucapkan” secara mutlak. Dari sisi ini, tetap ada pertentangan. []

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *