Pentingnya Berpikir Positif
HIDAYATUNA.COM – Setiap waktu kita tidak terlepas dari aktivitas berpikir, baik positif maupun negatif, misalnya selalu berpikir dalam menjalani kehidupan ini. Namun berpikir memiliki dampak tersendiri bagi kehidupan yang kita jalani. Sebab apa yang kita pikirkan akan berdampak terhadap apa yang kita lakukan.
Ketika kita selalu berpikir negatif maka output yang dihasilkan kemungkinan besarnya adalah negatif. Begitu pun sebaliknya, jika kita membiasakan diri untuk selalu berpikir positif maka peluang hasilnya juga positif.
Menurut Ibnul Qayyim al-Jauzi bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara berpikir positif dengan berpikir negatif. Berpikir positif mampu mengarahkan atau mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang positif. Bahkan berpikir positif mampu menumbuhkan sikap optimis seseorang dan menuntunnya untuk bertindak, bukan hanya bersifat angan-angan.
Ibnul Qayyim menilai jika berpikir positif hanya bersifat angan-angan tanpa tindakan, berarti itu bukanlah termasuk berpikir positif. Contohnya seseorang memiliki sebidang tanah, dan ia berharap agar tanah itu bisa menghasilkan sesuatu. Namun ia tidak menanam apa-apa dalam tanahnya tersebut.
Ia hanya berpikir positif atau berbaik sangka kepada Allah tanpa berusaha dengan semestinya. Bagaimana bisa ia tidak menanam apapun, tapi berharap untuk memetik hasil. Artinya dalam berpikir positif harus diimbangi dengan berpikir realistis.
Khusnudzon
Dalam Islam berpikir positif biasa disebut sebagai khusnudzan (berbaik sangka). Islam juga sangat menekankan supaya seseorang memiliki sifat khusnudzan. Sebab khusnudzan sangat memiliki dampak positif pagi kehidupan manusia.
Khusnudzan atau berpikir positif mampu mengubah sesuatu keburukan menjadi kebaikan. Hal itu bisa dibuktikan dari kisah teladan Rasulullah Saw, ketika seluruh kafilah -kafilah Arab berkumpul di Makkah pada tahun-tahun pertama wahyu diturunkan.
Allah memerintahkan Rasulullah untuk menyampaikan risalah Islam kepada semua kafilah itu. Namun yang terjadi adalah, mereka mencaci dan menyakiti Rasulullah, bahkan melumuri wajah beliau (Rasulullah Saw) dengan pasir.
Tidak lama kemudian, malaikan datang ke hadapan Rasulullah, kemudian berkata, “Wahai Muhammad, sudah sepantasnya jika kamu berdoa kepada Allah agar membinasakan mereka seperti doa Nuh atas kaumnya!”
Selanjutnya, Rasulullah mengangkat tangan seraya berdoa. Namun doa yang beliau ucapkan bukanlah doa kutukan, melainkan doa untuk memohonkan maaf dan harapan baik dari mereka yang telah menyakiti.
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak tahu. Ya Allah, tolonglah aku agar mereka bisa menyambut ajakan untuk taat kepada-Mu!”
Dari situ kita melihat bahwa Rasalullah selalu berbaik sangka, meskipun dalam keadaan sedang tersakiti. Lantas apa yang terjadi? Orang-orang yang awalnya menyakiti beliau berangsur-angsur memeluk Islam, bahkan menjadi sahabat yang sangat setia kepada Rasulullah.
Air Tuba Dibalas dengan Air Susu
Dalam al-Qur’an juga dijelaskan, perihal anjuran membalas sebuah kejahatan dengan kebaikan, sebagai berikut :
وَلَا تَسۡتَوِى الۡحَسَنَةُ وَ لَا السَّيِّئَةُ ؕ اِدۡفَعۡ بِالَّتِىۡ هِىَ اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِىۡ بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِىٌّ حَمِيۡمٌ
Artinya : Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. (QS. Al-Fussilat :34)
Dari ayat tersebut, dapat kita petik hikmah bahwa Allah memerintahkan orang beriman untuk selalu bersikap sabar ketika marah, menjadi orang yang pemaaf meskipun disakiti. Selalu mengupayakan diri untuk bisa berpikir positif dalam setiap keadaan.
Dengan berpikir positif, setidaknya bisa menjadikan hidup kita akan lebih tenang.