Penjelasan Gus Baha Tentang Hukum Ngaji Online

 Penjelasan Gus Baha Tentang Hukum Ngaji Online

Gus Baha

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Ulama kharismatik, KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha memberikan komentarnya mengenai hukum ngaji secara online.

Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan pesat dunia digital mendorong berbagai kegiatan manusia dilakukan secara daring.

Termasuk diantaranya dalam mengakses ilmu agama. Dimana banyak kegiatan ngaji dilakukan secara online.

Ragam platform yang digunakan untuk ngaji online pun beragam. Lantas bagaimana hukum ngaji online bila ditinjau dari sanad keilmuannya?

Gus Baha menjelaskan tidak ada masalah dengan hukum ngaji online. Menurut Gus Baha, kebenaran yang bersifat umum itu tidak memerlukan sanad.

“Kebaikan itu pasti sudah benar. Jadi mau ketemu langsung maupun tidak secara sanad itu sudah cukup,” ujar Gus Baha dalam kesempatan ngajinya yang diunggah akun YouTube Ngaji Online, dikutip Jumat (9/10/2020).

Dirinya menambahkan ada beberapa kebenaran yang sangat rumit yang butuh penjelasan lebih mendetail.

“Nah, itu yang harus ketemu langsung,” imbuhnya.

“Tapi kalau yang kebenaran-kebenaran umum itu tidak perlu, karena kebenaran itu bahasa lainnya al-ma’ruf. (Yakni) sesuatu yang mudah dikenali oleh akal, oleh nurani, oleh komunitas, oleh sistem sosial,” jelasnya.

Sementara mungkar, lanjut Gus Baha, merupakan sesuatu yang aneh. Andaikan tidak ada agama pun, orang akan bilang, selingkuh itu mungkar.

Oleh karena itu, Gus Baha melanjutkan, kebaikan-kebaikan seperti itu tidak membutuhkan sanad karena setiap orang pasti sudah tahu.

“Kan nggak mungkin kalau orang waras bilang, ‘ini ada minuman, kalau kamu minum hilang kesadaran. Minuman ini halal,'” jelas Gus Baha.

“Itu aneh nggak? Aneh, kan?”

Kemudian ada kebenaran-kebenaran yang butuh detail. Gus Baha menocotohkan tentang wali nikah.

“Wali nikah itu bapaknya dan mbahnya, misalnya,” kata Gus Baha.

“Nah, kalimat ‘dan mbahnya’ ini salah kalau dalam fikih Islam, karena mbah dalam bahasa Jawa itu bisa mbah dari ibu. Sementara, otoritas dalam Islam tidak memberikan hak ke mbah dari ibu.”

Lebih lanjut Gus Baha menjelaskan bahwa wali adalah kakek dari pihak ayah, bukan sekadar mbah.

Untuk hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih rinci, Gus Baha menyarankan untuk tidak mengambil kesimpulan dari pernyataan ulama secara terburu-buru. (Hidayatuna/Mk)

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *