Pendidikan adalah Sebuah Proses

 Pendidikan adalah Sebuah Proses

UAH: Manajemen Pendidikan Islam Satu-Satunya Solusi Terbaik (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Pernahkah kita berpikir kenapa Allah Swt menciptakan langit dan Bumi dalam enam hari (masa)?

Apa sulitnya bagi Dia untuk menciptakan alam semesta ini dalam sekejap mata atau bahkan lebih cepat dari itu? Kenapa untuk jadi sebuah pohon kelapa mesti melewati berbagai tahapan dulu?

Bukankah semua bisa terjadi dengan ‘kun’ maka ia akan jadi?

Diantara hikmahnya –wallahu a’lam– Dia ingin mengajarkan pada kita bahwa semua butuh proses. Tidak ada yang langsung jadi tiba-tiba, meski Dia mampu melakukannya.
Dia adalah ‘Rabb’ yang akar katanya sama dengan ‘Tarbiyah’ yang berarti menumbuhkan sesuatu secara bertahap.
Tarbiyah adalah pendidikan. Murabbi adalah pendidik. Pendidikan itu butuh proses. Karena itu murabbi mesti sabar dalam menjalani proses.
Ketika objek didik (anak kandung atau siswa) memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan akhir dari pendidikan, seperti kenakalan, melawan, suka mem-bully dan sebagainya, ini pertanda ada yang salah pada proses yang dilakukan.
Ibarat seorang mekanik membuat sebuah mesin. Ketika dinyalakan mesin tidak berfungsi dengan baik.
Ini boleh jadi karena ada bagian yang tidak terpasang dengan baik. Atau ada komponen yang tidak bekerja dengan semestinya.
Tentu proses pendidikan manusia jauh lebih kompleks dan tidak bisa disamakan dengan proses pembuatan barang.
Ada sebagian ustadz dan penceramah yang menyampaikan pada jamaah doa-doa khusus untuk menyikapi perilaku anak.
Misalnya, kalau anak rewel baca dzikir ini. Agar anak patuh pada orang tua baca doa ini. Jika mau anak berakhlak mulia baca ayat ini. Dan seterusnya.
Tentu ini sesuatu yang baik. Karena bagaimanapun hati manusia berada dalam kuasa Allah Swt; Dia yang membolak-balikkan sekehendak-Nya.
ermasuk juga hati anak kita. Sehebat apapun usaha kita merubah perilakunya kalau Allah Swt tidak memberikan taufiq-Nya tidak akan berhasil. Jadi peran doa tidak bisa diabaikan.
Namun yang dikhawatirkan adalah orang tua atau guru cenderung memilih cara instan yang mereka anggap bisa memberikan dampak pada anak secara cepat.
Akhirnya ketika anak terlihat rewel atau nakal orang tua langsung membaca ayat, doa atau dzikir yang diajarkan sang ustadz.
Kemudian ia akan menunggu hasilnya. Kalau hasilnya tak kunjung tampak ia akan berdoa lagi dengan lebih sungguh-sungguh. Kalau perlu ia akan meminta doa dari orang yang dinilainya lebih shalih dan alim.
Padahal masalah sesungguhnya adalah proses dan pola pendidikan yang ia lakukan selama ini salah sehingga muncullah sikap anak seperti itu. Dari sini ia semestinya mulai memperbaiki.
Sebagai contoh. Anak yang suka melawan (kata orang Minang : mambaliak), itu karena orang tua suka memerintah, membentak, dan berbahasa kasar.
Wajar kalau anak akhirnya suka melawan.
Lalu ketika orang tua ingin memperbaiki perilaku negatif pada anaknya ini bisakah dengan cara berdoa saja?
Atau membaca ayat-ayat dan dzikir-dzikir tertentu sementara sikap dan bahasanya pada anak tidak ia perbaiki?
Disinilah briliannya Umar bin Khattab ra. Ketika ada seorang bapak mengadukan anaknya yang durhaka padanya, Umar tidak menyuruhnya membaca doa-doa tertentu. Ia teliti dulu akar permasalahannya.
Umar memanggil sang anak. Ia bertanya: “Apakah benar engkau durhaka pada ayahmu?”
“Benar wahai Amirul Mukminin,” jawab sang anak.
“Kenapa engkau lakukan itu?”
“Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga punya hak terhadap orang tua?”
“Iya, benar,” jawab Umar.
“Ayahku tidak menunaikan kewajibannya terhadapku. Ia pilihkan ibuku (maksudnya ia menikah dengan) seorang wanita Zinjiy dari asal Majusi. Ia juga memberiku nama Khanfasa` (yang berarti kumbang). Dan ia tidak pernah mengajarkanku Al-Qur’an sama sekali.”
Mendengar itu Umar berkata pada sang ayah:
لقد عققته قبل أن يعقك
Artinya: “Engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu.”
(Riwayat ini disebutkan Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Awlad. Sanad riwayat ini bermasalah. Namun substansinya bisa diambil hikmahnya).
Maka ketika anak rewel, melawan, punya kebiasaan buruk dan sebagainya, cari sumber masalahnya terlebih dahulu.
Jangan-jangan kita telah mendurhakainya sehingga ia mendurhakai kita.
والله تعالى أعلم وأحكم
[]

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *